Saumlaki, Kapatanews.com – Sengketa tanah di depan Kampus STIESA, Desa Lauran, Kecamatan Tanimbar Selatan, akhirnya dimenangkan oleh Jefri Yaran setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya. Namun, meskipun putusan telah berkekuatan hukum tetap sejak 2023, hingga kini belum ada tindakan eksekusi dari Pengadilan Negeri Saumlaki.
Permohonan PK yang diajukan Jefri Yaran bersama tim kuasa hukumnya, Anthoni Hatane, S.H., M.H., dan Kornelis Serin, S.H., M.H., berhasil membatalkan putusan kasasi sebelumnya di tingkat Pengadilan Tinggi Ambon. MA memutuskan bahwa tanah seluas 1.520 meter persegi tersebut merupakan milik sah Jefri Yaran.
Putusan MA dengan nomor 1003/PK/Pdt/2022 tidak hanya mengembalikan keputusan Pengadilan Negeri Saumlaki, tetapi juga memerintahkan agar semua bangunan di atas tanah tersebut dikosongkan, termasuk rumah kos dan pondasi milik Resa Fordatkosu.
“Saya sangat kecewa dengan lambatnya kinerja Pengadilan Negeri Saumlaki. Sudah dua tahun lebih sejak putusan MA keluar, tapi belum juga ada eksekusi,” ujar Jefri Yaran kepada Wartawan di temui di Runah Makan Barista, Senin (1/7/2025).
Jefri mengisahkan pengalamannya yang berulang kali mendatangi Pengadilan Negeri Saumlaki untuk mengkonsultasikan pelaksanaan eksekusi. Ia mengaku sempat bertemu dengan Wakil Ketua Pengadilan di pesawat saat perjalanan dari Saumlaki ke Ambon, dan sempat menanyakan masalah eksekusi putusan MA.
“Waktu saya ke pengadilan, stafnya bilang Wakil Ketua sedang cuti. Besoknya saya hubungi beliau, katanya sudah kembali, tapi saat saya datang lagi, staf tetap bilang masih cuti. Ini aneh dan seperti menghindar,” ungkap Jefri dengan nada kesal.
Lebih lanjut, Jefri menduga adanya unsur kesengajaan dalam keterlambatan eksekusi ini. Ia menilai lembaga peradilan seharusnya menjunjung tinggi keputusan hukum yang sudah inkrah, bukan justru menghambat prosesnya.
“Ini sangat disayangkan. Pihak pengadilan sendiri diduga ingin mempersulit keputusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap, namun tidak ada tindakan eksekusi,” tegasnya.
Amar putusan Mahkamah Agung antara lain menyatakan bahwa tanah seluas 1.520 meter persegi di Jalan Boediono, Desa Lauran, adalah milik sah penggugat, yaitu Jefri Yaran. Pembangunan yang dilakukan tergugat di atas lahan itu dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.
MA juga memerintahkan agar lahan tersebut dikembalikan ke keadaan semula dan menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.500.000. Dengan demikian, posisi hukum Jefri Yaran sebagai pemilik sah lahan menjadi semakin kuat dan tidak terbantahkan.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada Wakil Ketua Pengadilan Negeri Saumlaki masih belum berhasil. Wartawan sudah dua kali mendatangi kantor pengadilan, namun wakil ketua pengadilan dikabarkan sedang berada di luar daerah. Permintaan wartawan untuk memperoleh nomor kontak juga tidak dikabulkan oleh pihak staf.
Jefri berharap agar Pengadilan Negeri Saumlaki segera melaksanakan eksekusi putusan Mahkamah Agung demi kepastian hukum dan keadilan.
“Saya hanya minta hak saya dikembalikan. Negara ini negara hukum, dan saya percaya hukum masih bisa ditegakkan,” pungkasnya. (KN-07)