Saumlaki, Kapatanews.com – Thomi Lenunduan minta lima pemerintah desa di kawasan Seira Blawat, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, menyampaikan sikap tegas menolak keberadaan kapal andon yang hendak berlabuh di perairan umum kawasan Petuanan Lima Satu Seira.
Penolakan ini ditegaskan sebagai bentuk perlindungan terhadap para petani budidaya rumput laut yang telah lama menggantungkan hidup mereka dari hasil laut di wilayah tersebut.
Para pemilik petuanan seperti dari Sukler, Selu, Yayaru, dan Bersadi juga menyampaikan bahwa mereka tidak menginginkan kapal-kapal dari luar terutama kapal nelayan andon masuk dan berlabuh di kawasan perairan lima satu Seira.
Lenunduan menegaskan larangan berlabuh bagi seluruh kapal andon di wilayah Petuanan Lima Satu Seira. Alasannya, keberadaan kapal-kapal tersebut berpotensi mengganggu keberlangsungan usaha budidaya rumput laut. Diketahui bahwa selama ini, budidaya rumput laut menjadi salah satu mata pencaharian utama warga pesisir Seira.
Menurut laporan yang diterima, aktivitas kapal andon yang kerap lalu-lalang di sekitar kawasan tersebut telah menyebabkan gelombang air dan pencemaran laut yang berdampak buruk pada pertumbuhan rumput laut. Bahkan, beberapa petani mengeluhkan adanya penurunan kualitas panen dalam dua bulan terakhir.
Pihak yang terlibat dalam persoalan ini antara lain koordinator lima pemerintah desa di Seira Blawat, para pemilik petuanan laut (Sukler, Selu, Yayaru, dan Bersadi), nelayan lokal, serta petani rumput laut. Selain itu, Thomy Lenunduan, tokoh masyarakat sekaligus pemerhati sektor perikanan, turut menyatakan keprihatinannya atas kurangnya pengawasan terhadap aktivitas kapal asing di wilayah tersebut.
Lenunduan meminta pengawas perikanan yang telah dibentuk oleh pemerintah daerah agar segera turun tangan dan bertindak sesuai regulasi yang berlaku. Menurutnya, tanpa tindakan tegas dari pemerintah, konflik horizontal bisa saja muncul di kalangan masyarakat pesisir.
Seluruh konflik dan penolakan terjadi di wilayah perairan Petuanan Lima Satu Seira, yang meliputi desa-desa di Seira Blawat, Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Kawasan ini dikenal sebagai sentra budidaya rumput laut dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat setempat.
Penegasan larangan berlabuh ini mencuat pada awal Juni 2025, menyusul meningkatnya aktivitas kapal nelayan andon dari luar daerah yang berlabuh secara ilegal. Aktivitas ini dianggap mengganggu keseimbangan ekosistem dan menyebabkan kerugian ekonomi kepada petani rumput laut.
“Masyarakat kami tidak melarang nelayan untuk mencari ikan di laut, tetapi kami ingin mereka menghargai batas petuanan dan aktivitas ekonomi lokal kami,” ujar salah satu tokoh adat dari desa Sukler.
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Kepulauan Tanimbar belum mengeluarkan pernyataan resmi, namun masyarakat dan para pemilik petuanan mendesak agar kepala daerah bersikap tegas dan segera mengambil langkah konkret.
Di sisi lain, para nelayan andon mengaku merasa lebih nyaman dan diterima oleh pemilik petuanan dari kawasan Sukler, Selu, Yayaru, dan Bersadi. Namun kenyamanan itu menurut koordinator desa bukan berarti bisa dijadikan alasan untuk melanggar batas wilayah dan mengabaikan aturan lokal.
“Kami tidak anti dengan nelayan dari luar, tapi kami ingin mereka menghormati aturan lokal dan ikut menjaga keberlangsungan ekonomi masyarakat kami,” ujar Thomy
Konflik kepentingan antara nelayan andon dan petani rumput laut di Seira menuntut sikap tegas dari pemerintah daerah, khususnya Bupati Kepulauan Tanimbar. Jika tidak ditangani dengan cepat dan bijaksana, situasi ini bisa memicu ketegangan sosial dan mengancam keberlangsungan ekonomi masyarakat pesisir.
Thomy Lenunduan menegaskan bahwa regulasi sudah jelas, dan pengawas perikanan daerah mesti menjalankan tugas mereka secara profesional. “Kalau dibiarkan, kita akan menyaksikan kegagalan panen demi panen. Pemerintah tidak bisa diam,” tegasnya. (KN-07)