Saumlaki, Kapatanews.com – Kegagalan pelaksanaan Sidang Adat terkait sengketa Pulau Sukler antara Marga Lenunduan dan Watutman terus menuai kecaman. Kali ini, masyarakat adat Desa Welutu secara terang-terangan mengungkapkan kekesalan terhadap Camat Wermaktian, Charles Utuwaly, yang dinilai sebagai pihak paling bertanggung jawab atas kegagalan forum adat yang digelar di Balai Desa Weratan, Senin (23/06).
Warga masyarakat Desa Welutu menilai rekomendasi camat untuk menggelar sidang adat tanpa koordinasi mendalam dengan kepala desa definitif telah telah disetting dan mempermalukan masyarakat dan mencederai marwah adat yang selama ini dijunjung tinggi. Sebab, hasil akhir sidang tidak hanya gagal menghasilkan keputusan, tetapi juga menyulut ketegangan antar marga yang belum tentu mudah diredam.
Kemarahan itu disampaikan langsung dalam bentuk protes terbuka dan diskusi adat yang dilakukan di Balai Desa Weratan. Dalam pertemuan itu, sejumlah tokoh masyarakat menyebut tindakan camat terlalu tergesa-gesa, cacat hukum dan tidak menghormati struktur adat yang berlaku di wilayah Seira, khususnya Desa Welutu.
“Camat sendiri tahu bahwa persoalan Pulau Sukler itu wilayah adat kami, tapi dia abaikan struktur dan kepala desa kami. Ini penghinaan terhadap lembaga adat Welutu, dan masyarakat” teriak salah satu masyarakat dalam forum tersebut.
Kepala Desa Welutu, Kibener Iyarmasa, sebelumnya juga telah menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah menerima undangan resmi dari panitia sidang adat, padahal Marga Lenunduan yang bersengketa adalah warganya. Ia juga menyoroti bahwa sidang adat menghabiskan anggaran hingga Rp20 juta, yang justru berujung pada kegagalan total.
“Masyarakat saya jadi korban dari kegagalan ini. Kalau dari awal koordinasi dilakukan dengan benar, saya yakin kita bisa menyelesaikan secara adat tanpa memanas,” ujar Kibener.
Menurut warga, pelaksanaan sidang adat tanpa pelibatan lembaga adat Welutu dan tokoh-tokoh berpengaruh justru membuka ruang bagi konflik terbuka. Alih-alih menyatukan dua marga yang bersengketa, sidang itu justru memperkeruh suasana dan menciptakan luka sosial yang lebih dalam di tengah komunitas Seira.
Pihak Keluarga Lenunduan mengatakan bahwa, “Rekomendasi camat itu keliru dan memalukan. Ia seharusnya tahu bahwa masyarakat adat Welutu memiliki garis sejarah langsung dengan Pulau Sukler. Tidak bisa asal tanda tangan rekomendasi tanpa bicara dengan kami.”
Sebagian masyarakat bahkan mendesak agar Bupati Kepulauan Tanimbar segera mengevaluasi kinerja Camat Wermaktian. Mereka menilai, jika kesalahan seperti ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap pemerintah kecamatan akan semakin runtuh dan berbahaya bagi stabilitas sosial masyarakat adat di daerah itu.
Hingga berita ini diturunkan, Camat Wermaktian belum memberikan pernyataan resmi terkait gelombang kritik dan protes yang dilayangkan masyarakat adat Desa Welutu. Namun tekanan terus bergulir, menandakan bahwa persoalan Pulau Sukler tak hanya soal klaim tanah, tetapi juga menyangkut harga diri masyarakat adat yang merasa diabaikan dalam rumahnya sendiri. (KN-07)