Oleh: Nik Besitimur (Jurnalis Kapata News)
Saumlaki, Kapatanews.com – Penangkapan telur ikan terbang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 715 kini dibatasi secara ketat sesuai amanat Permen KP Nomor 36 Tahun 2023. Peraturan tersebut menetapkan jalur penangkapan, alat tangkap yang sah, serta zona geografis yang diperbolehkan untuk aktivitas penangkapan ikan terbang dan telurnya. Nelayan pengguna alat tangkap bale-bale pun harus mematuhi ketentuan zona secara ketat, dan tidak bebas beroperasi di seluruh wilayah perairan.
WPPNRI 715 meliputi Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, teluk Berau serta Laut Tanimbar termasuk Perairan Seira di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Kawasan ini adalah habitat penting bagi spesies ikan terbang dan menjadi wilayah yang paling banyak digunakan nelayan untuk menangkap telur ikan tersebut.
Permen KP 36 Tahun 2023 membagi zona penangkapan ke dalam tiga jalur:
- Jalur Penangkapan Ikan I: 0–2 mil laut dari garis pantai, diperuntukkan bagi kapal <5 GT tanpa alat tangkap statis.
- Jalur Penangkapan Ikan II: 2–12 mil laut, untuk kapal kecil dan nelayan tradisional dengan alat tangkap tertentu termasuk bale-bale.
- Jalur Penangkapan Ikan III: >12 mil laut, umumnya untuk kapal besar dengan izin khusus.
Nelayan bale-bale hanya diperbolehkan menangkap ikan dan telurnya di Jalur Penangkapan Ikan II (2–12 mil) dalam WPPNRI 715, dengan catatan:
- Memiliki izin resmi seperti SIPI dan terdaftar di e-logbook perikanan.
- Menggunakan bale-bale sesuai spesifikasi teknis (tidak merusak terumbu atau area pemijahan).
- Mengikuti musim penangkapan dan kuota yang ditentukan.
Pembatasan zona ini dimaksudkan untuk:
- Menjaga keberlanjutan populasi ikan terbang yang penting secara ekologis dan ekonomis.
- Melindungi daerah pemijahan dari eksploitasi berlebih.
- Menghindari konflik antara nelayan tradisional dan kapal komersial.
Pantauan masyarakat dan nelayan lokal menunjukkan bahwa sejumlah alat tangkap bale-bale ditemukan terpasang di Jalur I (kurang dari 2 mil dari pantai), 1 mil = 1,852 Kilometer bahkan di area yang dekat dengan terumbu karang. Hal ini melanggar ketentuan dan bisa dikenai sanksi administratif hingga pidana, sebagaimana diatur dalam UU Perikanan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku serta aparat pengawasan dari PSDKP dan TNI AL memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran ini. Namun, keterbatasan sumber daya dan kapal patroli membuat pengawasan tidak maksimal.
Menurut salah seorang nelayan bale-bale dari luar daerah mengakui, banyak nelayan tidak memahami batas jalur dan titik koordinat zona penangkapan. “Kami pasang bale-bale berdasarkan pengalaman lama. Tidak ada yang kasih tahu soal jalur dua mil atau sebelas mil,” katanya.
Sementara itu, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku menyatakan telah menyiapkan rencana pendampingan teknis dan sosialisasi Permen KP 36 Tahun 2023 ke desa-desa pesisir, termasuk Seira. “Kami akui ada celah pengawasan, tapi edukasi tetap jadi prioritas,” ujar salah satu pejabat yang enggan disebut namanya.
Kepatuhan terhadap zona penangkapan di WPPNRI 715 merupakan kunci menjaga kelestarian sumber daya laut. Nelayan bale-bale harus memahami batas legal operasi mereka agar tidak hanya terhindar dari sanksi, tapi juga turut serta dalam pelestarian telur ikan terbang sumber ekonomi yang vital bagi masyarakat pesisir Tanimbar.