Saumlaki, Kapata News – Kebijakan pemerintah dalam memusnahkan sopi, minuman tradisional khas Maluku, kembali menuai protes keras dari berbagai kalangan. Ketua DPD GAMKI Maluku, Sumuel P. Ritiauw, mengkritik langkah tersebut sebagai bentuk pelarian pemerintah yang tidak mencari solusi konkret bagi masyarakat. Ia menilai pemerintah justru menutup mata terhadap potensi alam yang telah diberikan Tuhan kepada masyarakat Maluku.
Menurut Ritiauw, sopi bukan sekadar minuman beralkohol, tetapi juga merupakan bagian dari budaya dan sumber penghidupan bagi banyak warga.
“Sopi ini telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Maluku. Apakah pantas usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dihancurkan begitu saja tanpa adanya kebijakan yang berpihak kepada mereka?” ujarnya.
Ia mempertanyakan sikap pemerintah daerah yang terus bersikap represif terhadap sopi tanpa upaya serius dalam membuat regulasi yang jelas.
“Di mana Pemerintah Daerah, Apakah mereka hanya diam dan menikmati kenyamanan, sementara masyarakat terus mengalami kesulitan? Apakah mereka lebih mementingkan kepentingan kelompok tertentu daripada kesejahteraan rakyat?” tambahnya.
Sikap pemerintah dalam memandang sopi juga dinilai diskriminatif. Pasalnya, berbagai minuman beralkohol bermerek seperti whiskey dan bir tetap diizinkan beredar secara legal, sementara sopi yang merupakan produk lokal justru terus diberangus.
“Kenapa sopi dicap sebagai minuman ilegal, sementara minuman beralkohol lainnya seperti Bir, JW dijual bebas di pasaran? Jika pemerintah benar-benar ingin mengatur peredaran alkohol, maka buatlah regulasi yang adil, bukan sekadar melarang tanpa solusi,” tegas Ritiauw.
Bagi masyarakat Maluku, sopi bukan hanya soal konsumsi, tetapi juga bagian dari tradisi dan ekonomi lokal. Banyak warga menggantungkan hidupnya pada produksi sopi. Dengan tidak adanya regulasi yang jelas, mereka justru semakin terjebak dalam ketidakpastian hukum.
Para pelaku usaha sopi berulang kali meminta pemerintah untuk mengatur produksi dan distribusinya, bukan sekadar melarang atau menghancurkan hasil jerih payah mereka. Namun, hingga saat ini, belum ada kebijakan konkret yang memberikan perlindungan terhadap industri rakyat ini.
Desakan untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur produksi sopi semakin menguat. Regulasi yang tepat dinilai bisa mengatur kadar alkohol, proses produksi, serta distribusi sopi agar tidak menimbulkan dampak negatif. Selain itu, pengawasan terhadap produksi sopi juga bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah jika dikelola dengan baik.
Kebijakan pemusnahan yang terus dilakukan tanpa solusi hanya akan memperburuk kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Maluku. “Hanya orang-orang bebal yang terus membawa penderitaan bagi rakyatnya sendiri. Pemerintah harus segera sadar bahwa kebijakan ini tidak menyelesaikan masalah, justru menambah penderitaan masyarakat,” ujar Ritiauw.
Masyarakat Maluku kini menunggu langkah konkret dari pemerintah. Apakah mereka akan terus menindas rakyat kecil dengan kebijakan represif, atau mulai membuka ruang dialog untuk mencari solusi yang lebih adil? Sampai kapan sopi akan terus ditempatkan sebagai minuman ilegal tanpa kepastian hukum?
Jika pemerintah benar-benar ingin membangun Maluku, maka kebijakan yang berpihak pada masyarakat harus segera diambil. Menutup mata terhadap realitas yang ada hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat dan menciptakan ketidakadilan yang semakin dalam. (KN-07)