Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Opini

Garansi Kemurnian BBM

×

Garansi Kemurnian BBM

Sebarkan artikel ini
Pertamina (net)

Kasus dugaan penyimpangan dalam tata kelola bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina Patra Niaga kembali membuat lemahnya sistem pengawasan dan transparansi dalam rantai pasok BBM di Indonesia jadi sorotan.

Kejaksaan Agung menetapkan tersangka dalam kasus korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang, dengan dugaan manipulasi dalam pengadaan dan distribusi BBM, termasuk praktik blending RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax).

Scroll Keatas
Example 300x600
Scroll Kebawah

Dalam hal ini, blending yang dilakukan dianggap mengarah pada adulterasi karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Blending adalah pencampuran bahan dalam batas yang diperbolehkan, sedangkan adulterasi adalah pencampuran yang menyalahi standar dan bersifat penipuan.

Praktik ini disebut tidak sesuai spesifikasi dan diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang efektivitas sistem garansi kemurnian BBM di Indonesia. Jika spesifikasi final tidak sesuai dengan standar yang seharusnya, maka ini bisa dianggap adulterasi.

”Blending” adalah pencampuran bahan dalam batas yang diperbolehkan, sedangkan adulterasi adalah pencampuran yang menyalahi standar dan bersifat penipuan.

Sejarah tata kelola BBM di Indonesia menunjukkan bahwa tantangan dalam transparansi dan akuntabilitas bukanlah hal baru, polanya berulang.

Pada era 1970-an, Pertamina pernah menjadi pusat kekuatan ekonomi yang sangat besar, tetapi menghadapi berbagai persoalan dalam pengelolaan keuangan. Saat itu, laporan Komisi Empat mengungkapkan adanya ketidakterbukaan dalam pencatatan keuntungan perusahaan, sistem akuntansi yang tidak terkoordinasi, serta aliran pembayaran dari kontraktor migas yang tidak sepenuhnya tercatat dalam kas negara.

Audit oleh Arthur Young bahkan menemukan adanya enam sistem akuntansi yang terpisah, yang membuka ruang bagi ketidakefisienan dan potensi penyimpangan.

Meskipun setelah reformasi 1998 berbagai kebijakan dan regulasi baru diterapkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, pola permasalahan dalam tata kelola BBM masih terus berulang. Hal ini menunjukkan, perubahan struktural dan regulasi saja belum cukup tanpa diiringi dengan penegakan hukum yang tegas, transparansi yang nyata, serta penguatan budaya tata kelola yang berintegritas.

Sistem pengawasan kualitas BBM di Indonesia dinilai masih memiliki banyak kelemahan struktural. Studi Hirota dan Kashima (2020) menunjukkan bahwa sistem Fuel Quality Monitoring (FQM) di Indonesia perlu perbaikan struktural, bahkan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia dan Vietnam.

Terkait uji kualitas bahan bakar, di Indonesia hanya mencakup 150–200 sampel per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mampu menguji 3000 sampel per tahun di SPBU.

Keterbatasan ini berpotensi membuat adulterasi sulit terdeteksi secara menyeluruh.

Keterbatasan ini berpotensi membuat adulterasi sulit terdeteksi secara menyeluruh. Selain itu, uji kualitas terakhir yang dilakukan oleh Lemigas berhenti pada tahun 2011. Bahkan, hasil pemeriksaan kualitas bahan bakar di depot dan SPBU tidak dipublikasikan secara transparan sejak 2007.

Akibatnya, sulit bagi publik memverifikasi kualitas bahan bakar yang beredar. Dengan kata lain, publik tidak memiliki akses untuk memastikan apakah sistem jaminan kualitas BBM benar-benar berjalan efektif.

Oleh karena itu, reformasi sistem garansi BBM melalui Fuel Quality Monitoring (FQM) kian mendesak dalam mengendalikan risiko adulterasi (pencampuran bahan bakar yang tidak sesuai spesifikasi) dan memastikan kualitas bahan bakar yang beredar di pasaran.

Diperlukan mekanisme insentif dan disinsentif yang dirancang untuk mengatasi kompleksitas pasar bahan bakar. Hal ini dilakukan, pertama, melalui peningkatan efektivitas pengawasan dengan memperkuat sistem penelusuran penyebab dan tanggung jawab (trace causes/responsibility).

Adulterasi sering kali terjadi di titik-titik tertentu dalam rantai pasok, seperti selama proses pengiriman dari depot ke SPBU. Untuk mengatasi ini, pemerintah perlu merancang sistem pemantauan yang mencakup setiap segmen pasar minyak, mulai dari kilang hingga SPBU.

Di Indonesia, misalnya, kapasitas kilang minyak diproyeksikan dapat memenuhi 91 persen dari permintaan bahan bakar pada tahun 2025. Ini merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Peningkatan kapasitas produksi harus diimbangi dengan pembaruan teknologi kilang untuk memproduksi bahan bakar dengan standar emisi yang lebih tinggi.

Namun, peningkatan kapasitas produksi harus diimbangi dengan pembaruan teknologi kilang untuk memproduksi bahan bakar dengan standar emisi yang lebih tinggi, seperti Euro 4 (standar emisi Eropa yang membatasi kadar sulfur maksimal 50 ppm dan mengurangi emisi partikulat serta nitrogen oksida) atau Euro 5 (standar lebih ketat, sulfur maksimal 10 ppm, dan emisi lebih rendah).

Tanpa pembaruan ini, peningkatan produksi justru dapat memperburuk kualitas udara dan meningkatkan risiko adulterasi.

Dengan menerapkan sertifikasi kualitas bahan bakar pada setiap batch produk, pemerintah dapat melacak penyimpangan kualitas secara cepat dan akurat. Misalnya, jika ditemukan bahan bakar di SPBU yang tidak memenuhi spesifikasi, sertifikat kualitas dapat digunakan untuk menelusuri apakah masalah terjadi di kilang, selama transportasi, atau di tingkat ritel.

Selain itu, teknologi blockchain, misalnya, yang telah diadopsi beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan China, dapat dimanfaatkan untuk mencatat pergerakan bahan bakar, membuat proses penelusuran lebih efisien dan sulit dimanipulasi.

Kedua, meningkatkan jumlah sampel yang diperiksa (expanding sample size). Saat ini, jumlah sampel bahan bakar yang diuji di banyak negara berkembang masih sangat terbatas sehingga tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.

Terlebih, BBM hanya diuji di 55 laboratorium, sementara Indonesia memiliki lebih kurang 7.751 SPBU, depot, dan kilang. Jika dibandingkan dengan jumlah rantai distribusi BBM (kilang, depot, dan SPBU), jumlah ini sangat terbatas.

Selain itu, laboratorium pengujian BBM ini hanya menjalankan uji profisiensi untuk menguji kemampuan laboratorium, bukan pengawasan langsung ke lapangan. Artinya, jika tidak ada inspeksi berkala di SPBU dan depot, potensi kecurangan (pengoplosan, penurunan kualitas) tetap terbuka.

Untuk mengatasi ini, pemeriksaan wajib perlu dilakukan dengan jumlah sampel yang memadai untuk memastikan representasi yang akurat. Biaya untuk pemeriksaan ini sebaiknya ditanggung pemerintah mengingat pentingnya kualitas bahan bakar bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Jika tidak ada inspeksi berkala di SPBU dan depot, potensi kecurangan (pengoplosan, penurunan kualitas) tetap terbuka.

Hasil pemeriksaan juga perlu dipublikasikan secara transparan sehingga konsumen dapat mengetahui kualitas bahan bakar yang mereka gunakan. Penerbitan sertifikat kualitas untuk setiap SPBU juga dapat menjadi insentif bagi operator untuk menjaga standar karena sertifikat ini dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan nilai bisnis.

Ketiga, meningkatkan frekuensi inspeksi (increasing inspection frequency). Frekuensi inspeksi yang rendah sering kali menjadi celah bagi praktik adulterasi. Untuk mengatasi ini, inspeksi rutin harus dilakukan lebih sering, idealnya beberapa kali dalam setahun, terutama di titik-titik rawan, seperti depot dan SPBU.

Pemerintah dapat mencontoh praktik di Jepang, di mana biaya inspeksi ditanggung negara untuk memastikan bahwa semua SPBU menjalani pemeriksaan secara berkala. Di Eropa, LSM lingkungan juga dilibatkan dalam proses pemantauan, dengan menganalisis kualitas bahan bakar di pasar dan memublikasikan hasilnya kepada publik. Pendekatan multi-stakeholder ini tidak hanya mengurangi beban pemerintah, tetapi juga meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan kualitas bahan bakar. Dengan inspeksi yang lebih sering, risiko adulterasi dapat dideteksi lebih dini sebelum menimbulkan dampak negatif, seperti kecelakaan lalu lintas atau peningkatan polusi udara.

Peningkatan transparansi harus menjadi bagian dari reformasi pengawasan. Salah satu langkah konkret adalah dengan memublikasikan hasil uji BBM secara real-time melalui platform digital yang dapat diakses masyarakat.

Dengan demikian, publik memiliki akses untuk memverifikasi kualitas bahan bakar yang mereka beli, sekaligus menekan kemungkinan manipulasi data oleh pihak-pihak tertentu. Jika transparansi diterapkan secara ketat, pengawasan menjadi lebih efektif karena masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam mengawasi distribusi BBM.

Keempat, menerapkan sanksi yang ketat (strict punishment and compliance incentives) . Tanpa sanksi yang tegas, insentif untuk mematuhi standar kualitas bahan bakar akan tetap lemah. Oleh karena itu, sanksi berat harus diterapkan bagi pelaku adulterasi, termasuk denda besar dan pencabutan izin operasi bagi SPBU yang terbukti melanggar.

Di Malaysia, misalnya, pelanggaran kualitas bahan bakar dapat dikenai denda hingga 500.000 ringgit atau hukuman penjara hingga 5 tahun. Sanksi yang ketat ini menciptakan risiko tinggi bagi pelaku sehingga mendorong perusahaan minyak dan SPBU untuk secara proaktif memeriksa kualitas bahan bakar mereka sebelum inspeksi resmi dilakukan.

Selain sanksi, pemerintah juga dapat memberikan insentif positif, seperti peringkat SPBU berdasarkan kepatuhan terhadap standar kualitas. SPBU dengan rekam jejak baik dapat diberikan penghargaan atau insentif finansial, yang tidak hanya meningkatkan kepatuhan tetapi juga menciptakan persaingan sehat di antara operator SPBU.

Tanpa reformasi menyeluruh, risiko adulterasi BBM akan terus mengancam kualitas bahan bakar dan kepercayaan publik. Pemerintah harus bertindak cepat dengan memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan transparansi data, serta menerapkan sanksi tegas terhadap pelanggaran.

Irvan Maulana, Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad