Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Opini

OPINI: Selamatkan Seira Blawat dari Kehancuran Adat oleh Setan Intelektual

×

OPINI: Selamatkan Seira Blawat dari Kehancuran Adat oleh Setan Intelektual

Sebarkan artikel ini

Oleh: Nik Besitimur – Jurnalis Kapatanews

Seira Blawat bukan sekadar pulau. Ia adalah warisan. Ia adalah identitas yang tidak dibeli dengan uang, tetapi dibangun oleh darah, keringat, dan hikmat leluhur. Namun hari ini, saya menulis dengan penuh duka, dengan hati yang digerogoti keresahan, karena Seira Blawat sedang berada di ambang kehancuran. Bukan oleh perang dari luar, bukan oleh bencana alam, tetapi oleh dia setan intelktual yang dengan sadar memakai akal busuk untuk merusak dari dalam.

Scroll Keatas
Example 300x350
Scroll Kebawah

Saya menyebutnya: setan intelektual. Bukan karena saya gemar menyebut orang buruk, tetapi karena memang ada sosok atau kelompok yang menggunakan kecerdasannya untuk menebar hasut, menciptakan konflik, dan ingin menguasai Seira Blawat dengan tamak. Ia lahir dari tanah adat, tetapi memaksakan dirinya sebagai penguasa, memakai jabatan, menyalahgunakan kekuasaan, dan menggiring masyarakat Seira Blawat ke jurang konflik demi ambisi pribadi.

Dulu, Seira Blawat Kaya dengan Adat

Saya besar di tanah ini. tanah NUH DUAN Saya tumbuh dalam tawa dan doa para tetua adat. Tidak pernah saya melihat orang-orang saling curiga hanya karena batas tanah. Tidak pernah saya dengar dua marga saling tuding tentang siapa pemilik petuanan. Mengapa? Karena semuanya diatur adat. Tanah ini dijaga bukan karena hukum negara semata, tetapi karena hukum adat yang dihormati secara turun-temurun.

Adat menjadi pelindung. Ia menjaga hubungan, ia merawat kebersamaan. Jika ada sengketa, kami duduk di mata rumah, tidak perlu pengacara, tidak perlu intimidasi. Semuanya selesai karena kepercayaan kami pada leluhur dan nilai adat.

Tapi sekarang? Ada yang datang memakai jas dan pin jabatan, mengklaim dirinya lebih tahu, bahkan berani menentukan siapa pemilik tanah. Mengeluarkan rekomendasi atas nama kekuasaan, lalu memprovokasi lembaga adat dan kepala desa untuk menyetujui sesuatu yang dari awal tidak lahir dari akar masyarakat. Ini bukan hanya pelanggaran hukum adat, ini pelecehan terhadap identitas kolektif kita sebagai anak Seira Blawat.

Konflik yang Diciptakan, Bukan Tumbuh Alami

Saya percaya konflik bisa terjadi. Tapi saya juga percaya bahwa tidak semua konflik muncul begitu saja. Ada konflik yang dibuat. Didesain. Dipelihara. Dan itulah yang sedang terjadi di Seira Blawat. Ketika masyarakat dibuat bingung, ketika saudara diadu dengan saudara, ketika kepala desa dipaksa memilih jalur kekuasaan daripada jalur adat, maka yang sedang dijalankan adalah skenario penghancuran sosial.

Setan intelektual itu tidak bergerak sendiri. Ia bermain dalam senyap, menyusup ke celah kekuasaan, lalu membisikkan pada pemegang jabatan agar mengubah peta adat. Ia menyebarkan teori konflik ala barat, lalu menggunakannya untuk menciptakan celah agar kita saling curiga, agar kita saling berkelahi, agar kita saling mempertanyakan: “siapa sebenarnya pemilik tanah dan pulau ini?”

Padahal jawabannya jelas: tanah ini milik leluhur kami. Petuanan tidak bisa dipindahkan lewat surat. Tidak bisa diwariskan pada orang yang tidak punya garis darah adat. Dan tidak bisa dibagi-bagi hanya karena ada kekuatan ekonomi di baliknya.

Jabatan Bukan Alat Kuasai Tanah Adat

Saya ingin tegaskan di sini, sebagai anak muda Seira Blawat yang tinggal di Negeri Tua Desa Welutu yang masih menjunjung adat: jabatan hanyalah amanah sementara. Tapi adat adalah warisan abadi. Kepala desa, camat, bahkan bupati sekalipun, tidak punya hak untuk mengatur petuanan adat seenaknya. Jabatan itu tidak bisa menukar leluhur. Tidak bisa membatalkan sejarah.

Yang terjadi sekarang, jabatan dipakai sebagai palu pemutus. Dengan dalih administrasi, mereka keluarkan surat yang seolah sah padahal sesungguhnya cacat adat. Inilah mengapa saya menyebut mereka sebagai penghancur adat dalam selimut kekuasaan.

Kepala desa yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat adat justru jadi kaki tangan ambisi. Lembaga adat yang dulunya sakral kini dipaksa menyesuaikan diri dengan kekuatan politik. Ini bukan hanya pengkhianatan terhadap masa lalu, ini juga adalah penghancuran masa depan.

Ancaman Pertumpahan Darah

Saya tidak menulis untuk menakut-nakuti. Tapi jika kita tidak sadar dari sekarang, maka darah bisa tertumpah. Bukan karena kita benci sesama, tetapi karena ada yang menciptakan jurang curiga di antara kita. Seira Blawat bisa jadi medan perang horizontal. Anak cucu kita bisa saling serang hanya karena mereka diajari sejak sekarang untuk mempertanyakan kepemilikan tanah yang sudah ditetapkan leluhur.

Saya tidak rela tanah ini menjadi kuburan mimpi. Saya tidak mau melihat anak-anak bermain di tengah bayang-bayang kebencian. Saya tidak mau cucu saya nanti berkata, “dulu tanah ini milik kita, tapi sekarang dikuasai oleh orang yang pintar menipu adat.”

Seruan: Waktunya Bersatu!

Karena itu, saya mengajak semua masyarakat Seira Blawat, dari yang tua sampai yang muda:

  • Bangkitlah! Jangan diam. Jangan takut. Ini tanah kita, ini adat kita. Jika bukan kita yang jaga, siapa lagi?
  • Lawan kejahatan ini! Tidak dengan kekerasan, tapi dengan keberanian. Berani bicara, berani membongkar kebusukan di balik skenario jahat itu.
  • Kembalilah ke nilai adat! Jangan tergoda uang, proyek, atau janji palsu dari pihak yang hanya ingin memanfaatkan kita untuk keuntungan pribadi.
  • Rangkul saudaramu! Jangan biarkan provokasi memecah persaudaraan. Saling dengar, saling jaga, saling kuatkan.
  • Bongkar semua dalang konflik! Siapapun dia, apapun jabatannya, jika dia merusak adat, maka dia bukan bagian dari kita.

Jangan Wariskan Luka

Kita punya dua pilihan hari ini. Diam dan membiarkan Seira Blawat dirusak perlahan oleh setan intelektual yang pintar bicara tapi busuk hatinya. Atau kita bangkit, bersatu, dan mengusir semua kebusukan itu dari kampung kita.

Adat bukan benda mati. Ia hidup. Dan saat ini, ia sedang meminta kita untuk menjaganya. Jangan wariskan luka kepada anak cucu. Wariskan keberanian. Wariskan kehormatan. Wariskan kisah bahwa di satu masa, Seira Blawat hampir hancur tapi rakyatnya bangkit, dan menyelamatkan tanah leluhur dari orang-orang rakus.

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad