Saumlaki, Kapatanews.com – Kepala Desa Weratan, Wilzon Layan, akhirnya angkat bicara menanggapi tuduhan keras yang dilontarkan oleh aktivis muda Hans Atdjas terkait dugaan keterlibatan pemerintah desa dalam praktik eksploitasi telur ikan terbang di perairan Seira.
Dalam klarifikasi yang disampaikannya secara tegas, Wilzon membantah semua tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai informasi keliru serta menyesatkan opini publik.
Menurut Wilzon, hasil aktivitas nelayan dalam mengumpulkan telur ikan terbang di wilayah Seira tidak serta-merta dibagikan dalam bentuk materi langsung kepada masyarakat desa. Sebaliknya, hasil tersebut dikelola secara akuntabel dan dimasukkan sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD).
Dana ini, lanjutnya, digunakan untuk membiayai program-program pemberdayaan masyarakat, termasuk insentif bagi ketua RT/RW dan lembaga adat, serta untuk mendorong peningkatan kapasitas ekonomi dan sosial warga.
“Jadi bukan seperti yang dituduhkan. Kami di pemerintahan desa memikirkan cara agar masyarakat mendapatkan manfaat jangka panjang, bukan hanya pembagian hasil secara instan. Dana dari aktivitas tersebut masuk dalam PAD yang digunakan untuk berbagai keperluan pembangunan dan pemberdayaan,” tegas Wilzon saat diwawancarai di Saumlaki, Jumat malam (6/6/2025).
Bantah Lindungi Nelayan Ilegal
Lebih lanjut, Dirinya juga membantah keras tudingan bahwa pemerintah desa dan kecamatan membela atau melindungi nelayan Andon ilegal, yakni para nelayan dari luar daerah yang beroperasi tanpa izin di wilayah perairan Seira.
Ia menegaskan, saat ini masyarakat lokal Seira sendiri belum memiliki armada tangkap telur ikan terbang yang memadai. Karena itu, menurutnya, justru pemerintah desa dan kecamatan berperan penting dalam melindungi nelayan lokal dari tekanan dan dominasi nelayan luar.
“Pemerintah desa dan kecamatan berkewajiban menjaga kepentingan masyarakat Seira. Kami tidak membela nelayan Andon ilegal. Justru, kami menjaga agar nelayan lokal tidak menjadi korban dan tetap dapat beraktivitas tanpa konflik atau intimidasi,” jelasnya.
Proses Keputusan Didasarkan Rapat Resmi
Menanggapi tudingan bahwa keputusan terkait aktivitas nelayan Andon dilakukan secara manipulatif dan tertutup, Wilson menyatakan bahwa seluruh proses berlangsung secara sah dan transparan.
Ia merujuk pada rapat koordinasi yang digelar pada 24 Mei 2025 di Balai Desa Weratan, yang dihadiri oleh lima kepala desa dari wilayah Seira, ketua-ketua BPD, Camat Wermaktian, Kapolsek Wermaktian, Babinsa lima desa, serta sejumlah agen nelayan Andon yang diwakili oleh Thomi Lenunduan, Ampy Natar, Hendrik Refwalu, Fecky Rengrengulu, Piter Layan dan Marten Fabeat.

“Ini bukan keputusan sepihak. Semua proses rapat kami dokumentasikan, lengkap dengan daftar hadir yang ditandatangani seluruh peserta, termasuk pihak Forkopimcam. Ini bukti bahwa kami menjalankan mekanisme formal dan terbuka,” tandasnya.
Selain membahas operasionalisasi nelayan Andon, rapat tersebut juga menyentuh isu-isu sensitif seperti konflik tapal batas dan sengketa kepemilikan terhadap pulau-pulau tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan, seperti Pulau Sukler dan Yayaru.
“Terkait Pulau Yayaru dan Sukler, kami justru sedang mengupayakan langkah hukum dan penyelesaian adat agar tidak terjadi konflik horizontal antar warga. Untuk Pulau Yayaru, disepakati bahwa perlu menunggu keputusan hukum dari pengadilan. Sementara untuk Pulau Sukler, telah diambil keputusan dalam sidang adat yang digelar pada minggu ketiga bulan Mei, dengan saya selaku Ketua Koordinator Sidang Adat,” ungkapnya.
Mencegah Konflik Sosial di Tengah Ketegangan
Dalam tanggapannya terhadap pernyataan Hans Atdjas yang menyebutnya sebagai ‘pengkhianat’ dan bagian dari kerusakan ekosistem laut, Wilson menilai pernyataan tersebut sangat provokatif dan tidak memahami realitas sosial masyarakat Seira secara menyeluruh.
“Saya tidak sedang melindungi nelayan ilegal. Justru kami berupaya keras mencegah potensi konflik sosial yang bisa mengarah pada kekerasan fisik di lapangan. Kalau tidak dikelola dengan baik, gesekan-gesekan di masyarakat bisa berubah menjadi pertumpahan darah,” ujarnya dengan nada prihatin.
Ia pun mengajak semua pihak, termasuk para aktivis dan pemerhati lingkungan, untuk terlebih dahulu memahami dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pesisir sebelum melontarkan tuduhan yang dapat memicu disintegrasi sosial.
Dukungan Pemerintah Kabupaten Diharapkan
Menutup klarifikasinya, Wilson Layan menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tidak hanya terpaku pada tekanan opini publik yang belum tentu berdasarkan data objektif. Ia berharap Pemkab segera turun tangan secara nyata untuk membantu masyarakat Seira menghadapi kompleksitas permasalahan yang ada.
“Kami terbuka untuk evaluasi. Tapi tolong hargai juga kerja-kerja pemerintah desa dan kecamatan dalam menjaga ketertiban serta keberlangsungan hidup masyarakat. Jangan biarkan kami bekerja sendiri lalu diserang dengan narasi seakan-akan kami pengkhianat. Kami justru ingin melindungi masyarakat Seira dari kerusakan dan konflik,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, masyarakat di wilayah Seira masih menantikan respons konkret dari Pemerintah Kabupaten dan aparat penegak hukum terhadap eksploitasi telur ikan terbang yang terus berlangsung, serta penyelesaian konflik kepemilikan pulau yang berlarut-larut tanpa kepastian. (KN-07)