Saumlaki, Kapatanews.com – Pemerintah Desa Alusi Krawain, Kecamatan Kormomolin, Kabupaten Kepulauan Tanimbar memberikan klarifikasi menyeluruh atas sejumlah isu yang mencuat di Publik dan juga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRD Kepulauan Tanimbar, (10/04) terkait pengelolaan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT), dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tidak pernah digelapkan namun masyarakat yang meminjam.
Kepala Desa Alusi Krawain, Norbertus Suarlembit, menegaskan bahwa isu yang menyebutkan dirinya telah menyampaikan pernyataan “tidak ada anggota DPRD yang bisa pecat saya karena saya punya Bupati” adalah tidak benar dan tidak terbukti. Ia menyebut pernyataan itu sengaja digoreng oleh segelintir pihak untuk menjatuhkan wibawa pemerintah desa.
“Tuduhan itu tidak benar. Tidak pernah saya mengatakan seperti itu. Tuduhan tersebut juga sudah dibuktikan tidak benar dalam RDP bersama DPRD. Ini hanya cara pihak tertentu untuk menciptakan konflik dan membangun opini negatif terhadap saya,” tegas Norbertus.
Ia menyebut, dalam sistem pemerintahan desa, pemberhentian kepala desa bukanlah kewenangan DPRD, melainkan merupakan proses yang melibatkan Bupati dengan tahapan dan mekanisme yang jelas.
Soal Dana BUMDes Tidak Ada Penggelapan
Menanggapi isu dugaan penggelapan dana BUMDes, Norbertus menyatakan bahwa dana tersebut memang telah dicairkan oleh pemerintah desa kepada BUMDes Alusi Krawain untuk pembelian kopra dari masyarakat. Namun, sebelum proses pembelian kopra dilakukan, sejumlah masyarakat lebih dulu melakukan peminjaman uang dari dana BUMDes tersebut.
“Peminjaman itu dilakukan oleh beberapa masyarakat, dan memang belum seluruhnya dikembalikan. Tapi itu bukan penggelapan. Pemerintah desa telah mengembalikan dana BUMDes sebesar Rp25 juta lebih. Sisanya adalah pinjaman masyarakat yang belum dilunasi,” jelasnya.
Menurut data yang dimiliki pemerintah desa, terdapat 18 orang yang melakukan pinjaman dan hingga saat ini belum melakukan pengembalian. Seluruh bukti kwitansi dan surat pernyataan telah disampaikan ke Inspektorat Daerah. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) bahkan telah merekomendasikan agar BUMDes tersebut direvitalisasi.
Menariknya, Norbertus juga mengungkapkan bahwa mantan kepala desa yang kini aktif melaporkan dugaan penyelewengan dana, juga termasuk salah satu pihak yang pernah meminjam uang BUMDes sebesar Rp1 juta.
Isu BLT dan Ketidakhadiran Penerima
Terkait dana BLT, Norbertus mengklarifikasi adanya dua penerima bantuan yang sempat tidak menerima tahap keempat karena tidak hadir dalam rapat verifikasi dan evaluasi penerima manfaat. Salah satunya adalah Magdalena Batyel yang diketahui mengalami gangguan kesehatan.
“Dari tahap satu sampai tiga, bantuannya tetap diberikan. Namun saat tahap keempat, pemerintah desa mengadakan rapat untuk verifikasi ulang. Sayangnya, yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan sedang latihan Koor (lagu), padahal latihan dilakukan pukul 9 malam, sedangkan rapat digelar sore hari,” jelas Norbertus.
Ia menegaskan bahwa kehadiran dalam rapat evaluasi merupakan syarat untuk memastikan data penerima tetap valid. Pemerintah desa bahkan telah mendatangi rumah penerima untuk memberikan penjelasan. Sementara itu, penerima lainnya yang diketahui seorang suster, juga tidak hadir karena telah pindah domisili ke daerah lain.
Pemerintah desa kemudian menggelar rapat kembali bersama masyarakat untuk membahas kelanjutan pemberian BLT. Namun, yang bersangkutan datang tergesa-gesa dan menyampaikan penolakan terhadap prosedur yang berlaku.
“Saat saya minta agar beliau pulang latihan Koor dulu karena rapat sedang berlangsung, beliau bilang ‘kenapa paksa saya? saya tidak perlu lagi dengan BLT nanti kami lapor saja ke DPR’. Padahal kami hanya menjalankan prosedur agar tidak salah sasaran,” tambah Norbertus.
Terkait Insentif BPD
Pemerintah desa juga memberikan penjelasan terkait pembayaran insentif kepada anggota BPD, khususnya Petrus Melsasail, yang sebelumnya melayangkan tuduhan belum menerima haknya. Norbertus menyampaikan bahwa insentif untuk bulan Januari hingga April telah diterima langsung oleh yang bersangkutan dari bendahara desa.
“Empat bulan pertama diterima secara tunai. Untuk bulan Mei hingga September sudah ditransfer langsung ke rekening pribadi yang bersangkutan, dan ada bukti transfer bank. Sementara untuk Oktober hingga Desember belum dicairkan karena insentif tersebut terkait dengan kinerjanya,” tegasnya.
Norbertus menjelaskan, berdasarkan regulasi, insentif bagi anggota BPD diberikan berdasarkan keaktifan, laporan kinerja, dan daftar hadir. Karena belum ada laporan kinerja dan daftar hadir dari Petrus, maka bendahara desa diminta untuk tidak mencairkan dana tersebut dan mengembalikannya ke kas daerah melalui mekanisme Surat Tanda Setor (STS).
Desakan Klarifikasi di Hadapan Inspektorat
Terkait berbagai tuduhan dan laporan yang disampaikan oleh anggota BPD Petrus Melsasail ke media, Norbertus menyatakan bahwa informasi yang disebarluaskan telah mencemarkan nama baik pemerintah desa serta memicu konflik sosial di tengah masyarakat.
“Pemerintah desa akan meminta Petrus Melsasail membuktikan semua tuduhannya di hadapan Inspektorat. Jika tidak terbukti, maka tindakan itu dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik,” tandasnya.
Norbertus menilai bahwa apa yang dilakukan oleh oknum tersebut bukan murni untuk kepentingan masyarakat, melainkan bermotif politis karena kekalahan dalam pemilihan kepala desa sebelumnya.
“Dia sengaja mencari popularitas, cari panggung untuk menjelekkan pemerintahan desa. Ini murni motif politik pasca kekalahan di Pilkades lalu,” tutup Norbertus. (KN-07)