Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Pemerintahan

Pencurian Teripang di Wilayah Perbatasan: Dua Kapal Terjaring, Legislator Maluku Angkat Bicara

×

Pencurian Teripang di Wilayah Perbatasan: Dua Kapal Terjaring, Legislator Maluku Angkat Bicara

Sebarkan artikel ini

Saumlaki, Kapatanews.com – Kasus dugaan pencurian teripang yang melibatkan dua kapal nelayan di perairan Maluku kembali menjadi sorotan. Kedua kapal tersebut diamankan oleh aparat gabungan dari Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) serta Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), menyusul laporan dari awak media yang pertama kali mengungkap aktivitas ilegal ini.

Diduga kuat, teripang yang dibawa para anak buah kapal (ABK) berasal dari wilayah perairan Australia, memunculkan kecurigaan terkait praktik pencurian lintas batas negara.

Anggota DPRD Provinsi Maluku dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Werembinan dalam pernyataannya kepada wartawan menyampaikan keprihatinannya atas kejadian ini. Ia mengapresiasi peran media dalam mengangkat kasus ini ke permukaan dan menyebutkan bahwa keterlibatan aparat penegak hukum sangat penting untuk memperkuat pengawasan di laut.

“Apa yang kita dapatkan ini berdasarkan pengakuan para ABK, mereka memperoleh teripang dari negara tetangga, Australia. Namun kita tidak bisa memastikan kebenaran pengakuan tersebut, hanya mereka sendiri yang tahu pasti,” kata Andreas.

Menurutnya, pengungkapan ini baru sebatas permukaan dari masalah yang lebih besar. Ia menggambarkan dua kapal yang ditangkap sebagai “puncak dari gunung es”, yang menandakan masih banyak kapal lainnya yang beroperasi secara ilegal namun belum terdeteksi.

“Maluku selama ini menjadi lokasi operasi kapal-kapal yang belum semuanya terungkap. Temuan dua kapal ini hanyalah bagian kecil. Di bawahnya, kita tidak tahu berapa banyak lagi yang beroperasi secara ilegal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Andreas menegaskan bahwa meskipun ABK mengklaim hasil laut mereka berasal dari Australia, faktanya kapal-kapal tersebut ditemukan berlabuh di wilayah hukum Indonesia, tepatnya di pelabuhan Tanimbar.

“Faktanya mereka ditemukan di pelabuhan Tanimbar. Artinya, proses penegakan hukum berlaku berdasarkan lokasi penangkapan,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya regulasi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas perikanan, terutama di wilayah-wilayah perbatasan yang rawan eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menurutnya, seluruh hasil laut yang diambil dari perairan Indonesia seharusnya tercatat, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, agar dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah.

“Kalaupun hasil laut ini diambil, harus ada laporan resmi. Minimal kita bisa menarik retribusi atau pajak sesuai regulasi yang berlaku. Ini potensi yang bisa masuk ke kas daerah,” tegasnya.

Terkait wacana pemusnahan teripang hasil sitaan, Andreas menyatakan ketidaksetujuannya. Ia menilai bahwa teripang bukanlah barang ilegal seperti narkoba yang harus dimusnahkan. Sebaliknya, ia mendorong agar hasil tangkapan ini dapat dilelang untuk kepentingan daerah.

“Saya tidak setuju dengan pemusnahan. Teripang adalah komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan bisa diperdagangkan secara legal dengan izin yang sesuai. Kalau memungkinkan, barang ini dilelang dan hasilnya masuk ke pendapatan daerah,” ujarnya.

Andreas berjanji akan mendorong pembahasan regulasi di tingkat provinsi agar barang sitaan yang bernilai ekonomi seperti ini tidak serta-merta dimusnahkan, tetapi bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa kapal-kapal tersebut berlayar tanpa izin yang sah, dan itu merupakan pelanggaran serius terhadap aturan perikanan nasional.

“Mereka mau mencuri di mana pun, faktanya mereka berada di wilayah Maluku. Konsekuensinya harus mereka tanggung. Teripang ini hasil laut dari perairan kita,” ujarnya.

Di sisi lain, jika memang terbukti bahwa teripang tersebut berasal dari perairan Australia, maka hal ini membawa dampak negatif terhadap citra nelayan lokal.

“Kalau memang ini dari Australia, kita di Tanimbar harus malu. Karena pasti mereka akan ditanya, nelayan dari mana? Kalau jawabannya dari Maluku, maka akan muncul stigma bahwa nelayan Maluku adalah pencuri. Itu memalukan,” tutup Andreas. (KN-11)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad