Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Seni & Budaya

Krisis Adat dan Pergeseran Hukum Larvul Ngabal di Tanah Kei

×

Krisis Adat dan Pergeseran Hukum Larvul Ngabal di Tanah Kei

Sebarkan artikel ini
Vigel Faubun Pemerhati Budaya Maluku.

Ambon, Kapata News — Larvul Ngabal, hukum adat sakral yang telah menjadi pedoman masyarakat Kei selama ratusan tahun, kini mengalami pergeseran nilai yang mengkhawatirkan. Hukum yang dahulu mengatur kehidupan sosial dan menjaga keseimbangan masyarakat, kini mulai terpinggirkan dan jarang dijadikan rujukan dalam penyelesaian konflik di Tanah Kei.

Pemerhati budaya Maluku, Vigel Faubun, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ini dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Pemerintah Daerah Maluku Tenggara, Pemerintah Kota Tual, dan para pemangku adat Tanah Kei. Menurutnya, hukum adat yang seharusnya menjadi roh kehidupan kini sering kali hanya menjadi simbol tanpa makna.

“Kei bukan tanah saksi bisu bagi saudara yang saling membunuh. Kei bukan tanah untuk dendam dan perpecahan. Jika kita benar-benar masih berpegang pada Larvul Ngabal, maka hukum adat harus ditegakkan, bukan hanya menjadi saksi bisu atas pertumpahan darah,” ujar Vigel Faubun.

Kritik terhadap Pemanfaatan Adat untuk Kepentingan Pribadi

Dalam surat terbuka tersebut, Vigel juga menyoroti bagaimana adat kini kerap dijadikan alat politik dan kepentingan pribadi oleh segelintir orang. Ia mengungkapkan bahwa hukum adat yang seharusnya menjaga keharmonisan kini dimanfaatkan untuk mencari keuntungan, popularitas, hingga jabatan.

“Adat bukan untuk ditakuti, bukan untuk dijual demi kepentingan pribadi, bukan hanya untuk seremoni semata. Jika kita membiarkan adat terus dipermainkan, maka kita sendiri yang menghancurkan warisan leluhur,” tegasnya.

Vigel juga mempertanyakan mengapa penyelesaian masalah di Tanah Kei lebih banyak mengacu pada hukum negara dibanding hukum adat. Padahal, sebelum adanya hukum negara, Larvul Ngabal telah berfungsi sebagai hukum yang menjaga keseimbangan sosial, mencakup aspek perdata dan pidana.

Usulan: Panas Adat sebagai Titik Balik

Sebagai solusi, Vigel mengusulkan agar dilakukan sebuah acara adat besar-besaran seperti Panas Adat untuk mengembalikan wibawa Larvul Ngabal. Acara ini bertujuan untuk mengunci Tanah Kei dari berbagai pengaruh negatif dan membersihkan masyarakat dari kebencian serta perpecahan.

“Panas Adat harus menjadi momentum sakral, bukan hanya seremoni. Ini saatnya kita mengingatkan kembali bahwa Larvul Ngabal bukan sekadar warisan, tetapi hukum yang hidup dan harus dijunjung tinggi,” ungkapnya.

Harapan untuk Masa Depan Kei

Vigel menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, tokoh adat, maupun masyarakat Kei, untuk kembali menjunjung tinggi hukum adat. Ia berharap bahwa slogan Ain Ni Ain bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Jika kita ingin Kei tetap menjadi tanah yang diberkati, kita harus menjaga dan menegakkan hukum adat kita sendiri. Kita tidak boleh membiarkan warisan leluhur terkubur oleh kepentingan individu dan kelompok. Kei bukan tanah yang diwariskan untuk dihancurkan, tetapi untuk dijaga dan dilestarikan,” tutupnya.

Dengan adanya seruan ini, diharapkan pemerintah daerah dan para pemangku adat dapat segera mengambil langkah konkret dalam menegakkan kembali Larvul Ngabal sebagai hukum yang hidup di Tanah Kei. (KN-01)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad