Saumlaki, Kapatanews.com – Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar, Juliana Ch. Ratuanak, menegaskan bahwa puisi bukan hanya bentuk keindahan estetika, melainkan cermin nilai luhur bangsa dan kekuatan transformatif yang mampu menyentuh kemanusiaan.
Hal ini disampaikannya saat menghadiri Poetry Book Launching & Discussion serta International Seminar on Poetry (IOSOP) 2025 di Auditorium Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang, Sabtu (31/5/2025).
Dalam orasi sastranya, Juliana menyebut puisi sebagai “jembatan nurani bangsa” dan menyoroti peran karya sastra dalam membangun kesadaran kolektif, mengobati luka sosial, serta menjaga identitas budaya masyarakat, terutama di daerah-daerah seperti Tanimbar dan Biak.
“L-Beaumanity bukan sekadar antologi puisi. Ia adalah gema sunyi dari suara-suara yang selama ini tak terdengar. Ia adalah nyala dari hati yang menolak diam di hadapan luka kemanusiaan,” ujar Juliana dalam sambutan pembukanya yang disampaikan dengan nada puitis dan reflektif.
Kegiatan IOSOP 2025 menjadi ajang peluncuran dua karya puisi monumental, L-Beaumanity karya Leni Marlina dan Delula Jaya karya Yusuf Achmad. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh sastra, akademisi, pegiat budaya, delegasi komunitas sastra, serta perwakilan pemerintah daerah.
Juliana memberikan apresiasi kepada Komunitas Suara Anak Negeri dan Pemerintah Kabupaten Biak Numfor atas dukungan mereka terhadap komunitas marjinal. Ia menegaskan pentingnya memberi ruang kepada masyarakat adat, perempuan, anak-anak, dan komunitas pinggiran untuk mengekspresikan narasi mereka secara langsung, melalui pena dan puisi mereka sendiri.
Menurutnya, karya L-Beaumanity dan Delula Jaya berhasil menggambarkan empat dimensi penting: kemanusiaan, perdamaian dan refleksi, keindahan dan keajaiban, serta perjuangan dan cinta yang menembus batas budaya dan geografis.
“Sastra bukan hanya karya tulis, tapi adalah kekuatan peradaban. Di Tanimbar, seperti juga di Biak, sastra adalah bagian dari nafas hidup yang menuntun pada nilai-nilai kebersamaan dan kemanusiaan,” kata Juliana.
Ia menyatakan, pendekatan sastra sangat penting sebagai alat transformasi sosial dan penjaga nurani, terutama di tengah dunia yang penuh kegelisahan. Pesan ini mendapat sambutan hangat dari peserta seminar dan komunitas sastra yang hadir.
Juliana menutup sambutannya dengan harapan agar karya-karya puisi tersebut tidak hanya dibaca, tetapi benar-benar diresapi dan dijadikan panduan dalam kehidupan sosial.
“Karya ini bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk dihayati. Ia adalah undangan untuk merenung dan memulihkan nilai-nilai luhur yang mulai terkikis,” pungkasnya. (KN-07)