Saumlaki, Kapatanews.com – Masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) kini kembali melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah daerah, khususnya Bupati dan Wakil Bupati, yang dinilai abai terhadap suara rakyat. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, kritik tajam yang seharusnya dijawab oleh pemimpin daerah malah tenggelam oleh pasukan “bumper”, kelompok yang diduga memiliki kedekatan khusus dengan Bupati dan Wakil Bupati, yang seakan-akan bertindak sebagai juru bicara pengganti.
Anders Luturyali, aktivis Pemuda Katolik Komcab Kepulauan Tanimbar, dengan tegas mengecam fenomena ini. Menurutnya, penggunaan bumper sebagai saluran untuk merespons pertanyaan publik tidak hanya menciptakan kebingungan, tetapi juga mencederai prinsip pemerintahan yang baik dan transparan.
“Ini sangat mengherankan. Bagaimana bisa, baru saja Bupati dan Wakil Bupati dilantik, bumpernya sudah angkat bicara seperti mereka sudah memegang kendali atas pemerintahan. Seolah-olah OPD yang seharusnya bertanggung jawab, tidak punya fungsi lagi,” tegas Anders.
Kritik ini datang ketika masyarakat mendapati bahwa setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada pemerintah tidak dijawab oleh pejabat yang berkompeten, melainkan oleh mereka yang tidak punya kewenangan jelas. Bumper, yang lebih sering muncul di media untuk menjawab masalah publik, justru mengaburkan tanggung jawab dan mereduksi peran OPD dalam menjelaskan kebijakan pemerintah.
“Ini adalah fenomena yang aneh dan sangat mengganggu. Pasukan bumper bukan hanya sekadar menjawab, mereka membangun opini publik tanpa ada keterangan resmi dari pemerintah. Seolah-olah yang lebih paham tentang kebijakan dan program pemerintah adalah mereka, bukan OPD yang seharusnya menjalankan tugasnya,” lanjut Anders, mengungkapkan kekesalannya.
Anders menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai terlalu pasif dalam menyikapi masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat. Menurutnya, meskipun Bupati dan Wakil Bupati baru dilantik, masyarakat justru dihadapkan pada situasi di mana pejabat yang terpilih seakan-akan tidak memiliki suara. Bahkan, tidak jarang masyarakat merasa lebih diperhatikan oleh pihak luar pemerintah dibandingkan dengan aparatur pemerintah sendiri. Ini, menurut Anders, berbahaya karena menciptakan kerancuan dalam komunikasi publik.
Selain itu, penggunaan bumper sebagai juru bicara pemerintah berpotensi menciptakan konflik internal.
“Jika cara ini terus berlanjut, bukan hanya mengaburkan tanggung jawab, tetapi juga bisa memicu perang opini antar masyarakat. Tanpa pernyataan resmi dari pemerintah, yang ada hanyalah berita balasan dari bumper yang seolah-olah mewakili suara rakyat,” ujar Anders, menekankan dampak buruk yang dapat ditimbulkan.
Menurut Anders, peran bumper seharusnya tidak ada dalam sistem pemerintahan yang seharusnya transparan dan akuntabel. Pemerintah daerah Kepulauan Tanimbar memiliki banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkompeten dan memiliki tugas serta fungsi yang jelas dalam mengelola berbagai isu di masyarakat. Tugas-tugas ini tidak bisa diserahkan kepada pihak yang tidak memiliki kewenangan dalam pemerintahan.
“Masyarakat bertanya, dan bumper yang menjawab. Ini tidak seharusnya terjadi,” tambahnya.
Kritik keras ini menggambarkan ketegangan antara masyarakat yang menuntut respons yang lebih cepat dan jelas dari pemerintah, dan pemerintah yang terkesan menunda-nunda atau bahkan menutup mata terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Anders mengingatkan bahwa meskipun kritik kepada pemerintah adalah hal yang wajar, respons terhadap kritik tersebut seharusnya datang dari pihak yang berwenang dengan cara yang profesional.
“Jika kritik itu baik, kenapa harus dipersoalkan? Tinggal jawab dan selesai,” tegasnya.
Namun, meski kritik ini begitu tajam, Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar sampai sekarang belum memberikan pernyataan resmi yang jelas mengenai masalah ini. Tidak ada klarifikasi dari mereka, sementara masyarakat terus menerus menunggu jawaban atas isu-isu yang berkembang. Pemerintah daerah justru semakin terjebak dalam kesunyian, memperburuk citra mereka yang sudah mulai tercoreng.
Tentu saja, sikap diam ini menciptakan ruang bagi pihak-pihak tertentu yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil alih peran yang semestinya dilakukan oleh pejabat publik. Pasukan bumper ini bukan hanya menjawab isu, tetapi juga seolah mengontrol narasi yang berkembang di masyarakat, menciptakan distorsi informasi yang berbahaya bagi kebijakan publik.
Pemerintah daerah Kepulauan Tanimbar harus segera menyadari betapa pentingnya peran setiap OPD dalam menjaga komunikasi yang jelas dan terbuka dengan masyarakat. Keberadaan bumper dalam menjawab pertanyaan publik hanya akan memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan merusak integritas institusi pemerintahan. Harapan masyarakat adalah agar ke depan, setiap kebijakan yang diambil tidak lagi dibicarakan oleh orang-orang yang tidak punya kewenangan, melainkan langsung dari pejabat yang memiliki tanggung jawab untuk itu.
Anders menekankan bahwa kontrol sosial melalui kritik konstruktif sangat penting dalam mendukung demokrasi. Namun, kritik tersebut harus dijawab secara transparan dan tepat oleh pihak yang berwenang. Pemerintah daerah Kepulauan Tanimbar tidak boleh membiarkan “bumper” mengambil alih suara rakyat. Pemerintah harus mendengarkan langsung suara warganya dan memberikan jawaban yang jelas dan tegas. (KN-07)