Saumlaki,Kapatanews.com._ Langkah nyata Bupati Kepulauan Tanimbar (KKT) Ricky Jauwerissa dalam prioritas 100 hari kerja semakin nampak.
Salah satu langkah nyata ialah dengan penetapan dan pengundangan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pemurnian dan Tata Kelola Minuman Beralkohol Khas Kepulauan Tanimbar.
Perda ini merupakan perda inisiatif DPRD KKT yang mandek sejak tahun 2021.
Hal ini tentu saja menjadi angin segar bagi semua masyarakat Tanimbar yang telah lama menanti Sopi dilegalkan, terlebih khusus masyarakat yang setiap harinya bekerja “Tipar Sopi” serta melakukan penyulingan Sopi pada wilayah2 tertentu seperti di Selaru, Tanimbar Selatan, Fordata, dan Molu Maru.
Dalam rilisnya yang diterima Kapatanews.com, Kepala Bagian Hukum Kabupaten Kepulauan Tanimbar Ricky F. Malisngorar menyebut ada beberapa hal penting yang perlu dijelaskan sebagai bentuk sosialisasi dan edukasi terkait dengan penerbitan perda diantaranya :
1. Produksi dan Pemurnian Sopi
Dalam perda ini telah mengatur secara jelas terkait dengan produksi sopi yang belum dimurnikan dapat dilakukan oleh setiap orang yang berusaha di daerah dengan memperhatikan aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa produksi sopi wajib menggunakan bahan baku lokal, apabila menggunakan bahan lain, harus mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait dan hasil produksi tidak dapat dijual langsung kepada konsumen, akan tetapi dijual ke Produsen untuk dilakukan Pemurnian dan Standarisasi.
2. Distribusi Sopi yg telah dimurnikan.
Produsen, Distributor, Sub Distributor, Pengecer dan Penjual langsung sopi yang dimurnikan wajib memiliki izin edar dengan memenuhi persyaratan: Standar keamanan, mutu, kemasan dan label.
3. Penjualan Sopi yang telah dimurnikan
Adapun penjualan minuman tradisional beralkohol yang telah dimurnikan hanya terbatas pada beberapa tempat seperti : Hotel, bar, restoran (dapat diminum langsung ditempat), sedangkan minimarket, supermarket, toko pengecer lainnya dan/atau tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati (dapat dibeli untuk kepentingan adat, ritual keagamaan dan cenderamata dibatasi takaran hanya sampe 1000 ml, yang penjualannya hanya dibolehkan kepada konsumen yang telah berusia 21 Tahun atau lebih.
4. Larangan.
Ada beberapa larangan yang perlu diketahui :
– Setiap orang/produsen dilarang menyuling minuman tradisional beralkohol tanpa izin termasuk memproduksi dengan kadar ethanol diatas 55%.
– penjual dan pengencer dilarang menjual pada tempat yang tidak memenuhi syarat.
– penjual dilarang mengiklankan kecuali yang memiliki label atau tanda edar.
– seseorang dilarang mengkonsumsi minuman tradisional beralkohol sampai mabuk dan atau menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban umum yang mengakibatkan kerugian harta benda, badan dan atau nyawa orang lain.
5. Sanksi
Bagi yang melanggar ketentuan dimaksud, dapat dikenakan sanksi :
– teguran lisan dan atau tertulis
– penghentian sementara penyulingan, pengedaran, penjualan sampai pada pencabutan izin usaha.
*Peran Pemerintah Daerah*
Dari pembedahan terhadap perda diatas, pemerintah daerah memiliki peran yg sangat penting untuk menindaklanjuti perda dimaksud.
Mengapa menjadi penting, sebab tindak lanjut dari Perda ini adalah Pemda harus melakukan kerjasama dengan produsen yang siap untuk melakukan pemurnian serta standarisasi terhadap sopi dimaksud. Pemda juga harus memastikan bahwa bahan baku sopi dari masyarakat dapat diproduksi secara terukur, memastikan sopi memiliki label dan dapat didistribusikan sehingga memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat.
Hal ini tentu tidak mudah, karena Pemda harus melakukan studi perbandingan ke daerah2 yg telah sukses dalam mengelolah minuman tradisional beralkoholnya seperti NTT, Bali dan Manado, sehingga mendapatkan input atau referensi terkait tata kelola sopi ini.
*Peran Aparatur Penegak Hukum*
Sebagai garda terdepan dalam Penegakan hukum, keamanan dan ketertiban di wilayah NKRI, Kepolisian Republik Indonesia tetap mengambil peran yang penting terkait tata kelola minuman tradisional beralkohol. Dengan legalisasi sopi ini, diharapkan POLRI dalam wilayah resor Tanimbar tidak lagi melakukan praktek penyitaan terhadap sopi milik masyarakat, melainkan lebih melakukan tindakan-tindakan preventif, humanis, melakukan pendampingan, sehingga tercipta kondisi yang aman dan kondusif di masyarakat.
*Peran Serta Masyarakat*
Masyarakat dalam konteks ini tentu tidak boleh berpikir bahwa sopi sudah legal lalu dapat memproduksi atau menjual dengan sembarangan. karena justru dengan adanya perda ini menutup ruang untuk penjualan secara ilegal. Masyarakat harus lebih cerdas memahami bahwa sopi bukan hanya memiliki dampak positif untuk meningkatkan ekonomi saja tetapi dilain sisi, sopi juga memiliki dampak negatif apabila dikonsumsi secara berlebihan.
Kiranya tulisan singkat ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait tata kelola dan pemurnian sopi. (KN 03).