Saumlaki, Kapatanews.com – Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi mencabut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 69/KEPMEN-KP/2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Ikan Terbang.
Aturan tersebut telah digantikan oleh Kepmen KP Nomor 76 Tahun 2024 yang kini menjadi satu-satunya dasar hukum dalam pengelolaan perikanan ikan terbang di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Kebijakan baru ini membawa dampak langsung terhadap keberadaan nelayan andon dari luar daerah yang selama ini beroperasi secara ilegal di perairan Maluku Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Dalam Kepmen terbaru, hanya kapal dan nelayan yang telah teregistrasi serta memperoleh izin resmi dari satuan kerja pemerintah pusat dan daerah yang diizinkan menangkap dan mendistribusikan ikan terbang.
“Tidak ada lagi ruang legal bagi nelayan andon luar yang memasuki wilayah pengelolaan perikanan tanpa izin resmi. Jika mereka masih merujuk pada Kepmen 69/2016, itu adalah bentuk kebohongan publik dan manipulasi aturan,” tegas seorang pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku yang enggan disebut namanya, Sabtu (25/5).
Kepmen KP Nomor 76 Tahun 2024 tidak hanya menekankan legalitas perizinan, tetapi juga memuat prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ekosistem dan keberlanjutan. Hal ini menjadi upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian spesies ikan terbang yang merupakan komoditas andalan masyarakat pesisir, khususnya di Maluku.
“Penangkapan ikan tidak boleh lagi ugal-ugalan. Keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan populasi ikan terbang harus menjadi prioritas,”ungkapnya.
Menanggapi maraknya praktik penangkapan telur ikan terbang oleh kapal-kapal luar, seorang pemuda Seira, Blawat Alfred, mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Ia menuding adanya aktor-aktor besar di balik operasi nelayan andon ilegal yang merusak laut secara sistematis.
“Kami mendukung penuh operasi penertiban kapal asing dan nelayan andon ilegal. Di antaranya yang kami ketahui, mereka didanai oleh bos-bos seperti Robin dan Arshadi. Selama ini kami menjadi saksi betapa rusaknya laut akibat praktik tangkap yang serampangan,” ujarnya.
Lebih jauh, dirinya juga menyinggung adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi praktik ilegal tersebut. “Jika aparat turut membekingi mereka, maka negara ini gagal menegakkan hukum di lautnya sendiri,” kata dia dengan nada geram.
Sementara itu, seorang penyidik dari Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Ambon yang meminta identitasnya dirahasiakan mengingatkan bahwa pelanggaran atas ketentuan baru ini dapat dikenai sanksi berat sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan maupun KUHP Perikanan.
“Penggunaan alat tangkap terlarang, perusakan lingkungan laut, serta kegiatan tanpa izin resmi merupakan tindak pidana yang bisa dikenai hukuman penjara dan denda besar. Tidak ada kompromi bagi pelanggar,” tegas penyidik tersebut.
Ia menambahkan, merujuk pada hukum yang berlaku saat ini, setiap nelayan atau pihak yang mengklaim legalitas operasi berdasarkan Kepmen 69/2016 kini telah berada di luar payung hukum.
Pemerintah dan masyarakat diimbau untuk aktif mengedukasi publik mengenai regulasi baru serta menangkal penyebaran informasi menyesatkan yang masih merujuk pada aturan lama. Kepmen KP Nomor 76 Tahun 2024 hadir sebagai fondasi baru pengelolaan sumber daya laut yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
“Ini adalah momentum untuk melindungi nelayan lokal dan memastikan laut kita tetap lestari,” pungkas pejabat DKP Maluku.
Hingga berita ini dipublikasikan, Kapatanews.com masih berupaya menghubungi pihak-pihak yang disebutkan dalam tudingan masyarakat untuk mendapatkan konfirmasi atau tanggapan resmi. (KN-07)








