Ambon,Kapatanews.com._ Setelah menuai sorotan kritis oleh La Ari Wally, Wakil Ketua Komisi II DPRD Buru Selatan mengenai kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Bursel.(16/06/2025). Pasalnya persoalan yang bertahun-tahun menimpa masyarakat pada tiga kecamatan ini dianggap paling berbahaya dan sangat merugikan rakyat.
Pokok perkara ini dipicu oleh tidak maksimalnya operasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Ambalau, Leksula dan Fena Fafan. –Baca–Distribusi BBM Macet di 3 Kecamatan, Komisi II DPRD Bursel Minta Pertamina Cabut Ijin SPBU.
Belakangan, Pasca diberitakan oleh media ini, Abdullah Alkatiri, Pemilik saham mayoritas SPBU Fena Fafan memberi sanggahan. Dirinya mengakui bahwa memang usaha miliknya itu suam-suam kuku, tapi bukan macet. — Baca— Bib Alkatiri Bantah SPBU Fena Fafan Macet.
Dirinya juga terpantau pada Sabtu (21/06/2024) lalu, telah mengirimkan BBM ke SPBU Fena Fafan melewati rintangan cuaca musim timur Buru Selatan yang sarat amuk gelombang disertai hujan deras.
Sikap Bib Alkatiri yang kooperatif saat di konfirmasi ini, berbeda 360 derajat dengan sikap Erwin Tanaya, sang Pemilik SPBU Leksula dan Ambalau yang sama sekali tak memberikan respon terhadap upaya konfirmasi dari media ini.
Bungkamnya Tanaya, sama juga dengan sikap membisu pihak Pertamina ketika dikonfirmasi.
Namun dari nyanyian Bib Alkatiri, ada informasi bahwa LTC /Landing rusak menjadi penyebab macetnya suplai BBM ke dua SPBU itu.
Sekali Berlayar Di Lautan Minyak, Tak Ada Alasan LTC Rusak.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Buru Selatan La Ari Wally sudah memberi warning, dalam waktu dekat pihaknya akan bertemu dengan Pertamina di Ambon guna membahas persoalan tersebut, bila perlu ijin SPBU Macet tersebut di cabut.
Ketika Media ini menghubungi Erwin Tanaya selaku pengusaha migas dan Pak Risal, Kepala Pertamina Cabang Ambon, mereka berdua memilih bungkam dan menutup mata terhadap persoalan yang di hadapi masyarakat di dua Kecamatan ini.
Dari berbagai sumber baik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan ( Desperindag) Buru Selatan maupun sesama pengusaha minyak, 19 Juni 2025 di temukan jawaban yang tidak rasional yaitu masalah kelangkaan BBM terletak pada rusaknya 4 buah kapal landing milik Erwin Tanaya, sehingga proses distribusi BBM pada SPBU Leksula dan Ambalau tidak bisa terdistribusi.
” Masa Landing bisa rusak bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan, sementara kita pengusaha ini sudah kontrak dengan pertamina, maka wajib layani masyarakat. Tidak ada ceritanya minyak macet gara-gara landing rusak” tegas seorang pengusaha migas senior di Maluku.
Pengusaha migas lain di Maluku juga mengakui hal ini.
” Setiap bulan kita ini harus layani BBM /SPBU tanpa alasan apapun, Alasan landing rusak itu alasan yang tidak rasional. karena alasan landing bukan kapal yang diperuntukan untuk muat BBM , kapal yang muat BBM namanya kapal jenis Self Propelled Oil Barge (SPOB)” Ungkap pengusaha migas ini kepada Kapatanews.com. Via Wa di Ambon,Kamis,(19/06/2025). —Baca–Dua SPBU Di Bursel “Macet”, Pertamina Dan Erwin Tanaya Pilih Bungkam.
Jadi sekali berlayar di lautan minyak, tak ada alasan LTC rusak.
Biaya Transportir Belum Dibayar
Bungkamnya Tanaya dan Bos Pertamina Risal itu menjadi tanda tanya besar serta menimbulkan kecurigaan.
Setelah Media ini menelusuri informasi dari berbagai sumber, ditemukanlah akar persoalan kelangkaan BBM pada SPBU Leksula dan Ambalau, Bursel.
Dari sesama Pengusaha Migas , Sabtu 21/06/2025, terungkap, kendala utama kelangkaan minyak di 2 Kecamatan di Buru Selatan selama 4 Tahun disebabkan belum di bayarnya “Biaya Transportir” oleh Pihak Pertamina kepada Erwin Tanaya’ , Hal tersebut yang menjadi penyebab Tanaya tidak mau mendistribusikan BBM di dua Kecamatan tersebut
Saat ditanya media ini berapa besar biaya transportir yang belum dibayar kepada Erwin Tanaya, dengan tenang ia mengaatakan , kurang lebih Rp 500.000.000, ungkapnya.
Menurutnya persoalan belum di bayarnya Biaya Transportir kepada Pihak Pengusaha Migas bukan saja terjadi pada Tanaya di Bursel , tetapi Pengusaha Migas di beberapa Daerah lainya selama bertahun-tahun oleh Pihak Pertamina.
Bahkan ada Pengusaha Migas di Daerah tertentu wilayah Maluku yang biaya Transportirnya belum di bayar pihak Pertamina sebesar 4 Milyar.
Ia menambahkan pihak Pertamina harus tegas ,tidak boleh tebang pilih terhadap pihak Pengusaha Migas yang menyebabkan kelangkaan BBM di masyarakat . Mestinya pihak Pertamina bersama Pemerintah dan DPRD setempat harus turun memeriksa saudara Erwin Tanaya.
“Apa yang di lakukan oleh Tanaya sudah menyusahkan masyarakat di Buru Selatan selama bertahun-tahun, kok Pertamina tutup mata? Ini pelanggaran kontrak Kerjasama, bisa-bisa nya pihak pertamina diam” ucapnya
Sumber ini menjelaskan pula ” Anehnya, ada pihak Pengusaha Migas lainnya yang belum dibayar Pertamina bertahun tahun juga tetap melayani rakyat dengan baik sesuai dengan jadwal yang ada’ bahkan ada juga yang diperiksa, kok yang di depan mata tidak melayani masyarakat dengan baik dan sudah di beritakan oleh media tidak di periksa, ada apa ini”.
Ia berharap Pihak Pertamina segera membayar Biaya Transportir para Pengusaha Migas ini agar Pelayanan kepada Masyarakat bisa berjalan dengan baik. Jangan karena Biaya Transportir belum di bayar terus rakyat yang menjadi korban.
Tanaya yang dikonfirmasi oleh redaksi Selasa (24/06/2025), masih saja bungkam.
Tanaya Diduga Belum Memiliki Beberapa Jenis Izin Usaha Migas.
Proses perizinan Migas melibatkan berbagai tahapan , termasuk pengajuan permohonan, Verifikasi dokumen, evaluasi dan penertiban izin. Proses ini berbeda-beda tergantung pada jenis izin yang diajukan dan kegiatan usaha yang dilakukan.
Adapaun Jenis Izin Usaha Migas antara lain,
1. Izin Usaha Hulu Migas, diperlukan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
2. Izin Usaha Niaga Migas, diperlukan untuk kegiatan niaga (jual beli) minyak dan gas bumi termasuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
3. Izin Usaha Pengangkutan Migas, diperlukan untuk kegiatan pengangkutan minyak dan gas bumi.
4.Surat Keterangan Terdaftar (SKT), merupakan surat keterangan yang membuktikan bahwa badan usaha terdaftar dan memenuhi persyaratan untuk beroprasi di sektor Migas.
5.Izin Niaga Umum (INU), diperlukan bagi perusahan yang bergerak dibidang perdagangan BBM,BBG,LNG dan CNG.
Diketahui dari berbagai sumber di lapangan maupun data ijin usaha kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang media ini telusuri. diketahui Erwin Tanaya selaku Pemilik SPBU di Leksula dan Ambalau belum memiliki izin resmi dari beberapa Jenis Izin Usaha Migas sebagai Pengusaha di Sektor Minyak dan Gas.
Tanaya diduga telah melanggar Peraturan Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2021, Tentang Izin Usaha di Bidang Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini mengatur dengan detail jenis-jenis perizinan , prosedur pengajuan dan penerbitan izin usaha, biaya pengurusan serta sanksi bagi perusahan yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sumber terpercaya media ini mengatakan , legalitas usaha, kepercayaan dan kredebilitas, kepatuhan terhadap regulasi, keselamatan dan keamanan serta persaingan bisnis yang sehat adalah hal utama yang di jaga oleh setiap pengusaha migas.
Menurutnya apa yang di lakukan oleh Tanaya telah menciderai persaingan bisnis yang sehat, tidak mungkin Tanaya berjalan sendiri.
” Pasti ada pihak-pihak tertentu yang membackup Tanaya, sehingga ia berani sejauh ini dalam kegiatan usahanya. Pertamina sebagai salah satu Badan Usaha dari SKK Migas, yang adalah pemain utama di bidang migas, tidak tegas dalam melihat masalah ini dan sengaja menutup mata dalam pelanggaran Regulasi yang dilakukan oleh Tanaya’” Ungkap sumber ini.
Ia berharap apa yang dilakukan Tanaya ,jika terbukti belum memiliki Izin Usaha, harus diberikan sanksi tegas. dan jika ada kerjasama Tanaya dengan pihak Pertamina maka kerjasama itu harus dihentikan.
Terhadap persoalan krusial ini, Tanaya tak memberi respon apapun Ketika media ini mengkonfirmasinya pada Selasa 24/06/2025 sampai berita ini dipublikasi.
Di waktu yang sama, Rizal selaku kepala Pertamina Cabang Ambon, yang sebelumnya tidak merespon saat pertama kali media ini menghubunginya, kini merespon dengan cepat setelah membaca pesan media ini yang berisikan akan mengkonfirmasi langsung Mentri ESDM tentang biaya Transportir yang belum di bayar dan Perizinan yang belum dimiliki oleh Tanaya.
Kepada media ini, Rizal mengirimkan nomor kontak salah satu koleganya.
“silakan confirmasi ke Mas Okky Aditya Comrel RPM”.tulisnya pada Selasa (24/06/2025).
Saat media ini kembali menghubungi nomor yang diberikan oleh Rizal, sampai berita ini naik, mas Okky Aditya , sang Comrel RPM itu belum memberi respon apapun.
Praktek Usaha Yang Merugikan Masyarakat Lewat Sumbangsih Peningkatan Inflasi.
SPBU di Leksula dan Ambalau milik Tanaya telah berdiri sejak tahun 2018. bila SPBU ini normal dalam melayani masyarakat maka dampak positifnya adalah laju inflasi bisa ditekan turun pada dua kecamatan itu.
Mengapa inflasi turun ?. Karena harga minyak standar pertamina yang satu harga seluruh Indonesia warisan era Presiden Jokowi itu. Akan memberi dampak luas pada sektor ekonomi.
Setidaknya stok BBM yang tersedia akan membuat harga dipasaran menjadi stabil, tidak naik ugal-ugalan.
Ketersediaan Stok BBM itu bisa meminimalisir potensi kelangkaan BBM yang selalu menjadi faktor utama naiknya harga-harga sembako di pasaran maupun harga transportasi / angkutan baik darat maupun laut.
Tagal musibah kekeringan BBM pada dua SPBU itu dengan aneka alasan yang sering diceritakan Tanaya kepada berbagai sumber seperti Landing (LTC) Rusak, tidak ada pelabuhan, tidak ada tanki penyimpanan, . Maka selama itu pula masyarakat Leksula dan Ambalau selalu mencari BBM hingga ke berbagai tempat sepanjang pesisir Buru Selatan.
” Kalo seng ada minyak di Leksula ini maka katong cari di Namrole, pernah katong pesan minyak dari Kepala Madan karena diatas minyak banya” Ungkap JB, Pengusaha angkutan Laut jenis mesin tempel long Boat kepada media ini di Namrole,Senin (23/06/2025).
Bagi masyarakat Buru Selatan pengguna jasa angkutan Laut, kelangkaan BBM adalah sebuah malapetaka tak diundang. Sebab kelangkaan itu akan menyebabkan harga BBM naik dan menaik pula harga transportasi bersama harga barang yang dimuat.
” Bu, Kalo minyak susah, maka harga jonson nae. Harga muatan juga nae. Biasanya dari Namrole k Leksula itu 50 ribu, akang nae jadi 75 ribu. Harga muatan juga nae pasti tapi bisa katong bakutawar to” Ucap Aleksander Solisa warga Leksula yang sering menggunakan
angkutan laut menuju Ibukota Kabupaten Bursel kepada media ini Kamis,(26/06/2025).
Rp 25 ribu harga longboat yang naik itu tentu sangat berarti bagi orang-orang ekonomi lemah seperti Aleksander, namun bagi taipan minyak Erwin Tanaya tentunya tidak berharga. Sebab kalau itu berharga maka dirinya pasti tidak membiarkan kemacetan SPBUnya itu berlangsung bertahun-tahun lamanya.
Kekeringan BBM pada dua SPBU itu telah menjadi dosa “merah kermizi” sektor ekonomi di Buru Selatan.
Andai kata SPBU itu dimiliki oleh pengusaha lain, Pengusaha berhati mulia yang mau melayani masyarakat Leksula dan Ambalau pastinya sejak lama akan beroperasi secara maksimal sekaligus menjadi tonggak penyanggah kestabilan perekonomian di dua kecamatan itu. Karena membendung laju inflasi dengan jaminan stok BBM yang tersedia setiap bulan.
Sayangnya dua SPBU itu dimiliki oleh Erwin Tanaya, yang lebih fokus urus Politik sebagai anggota DPRD Kabupaten Buru, juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Buru.
Mungkin pula dalam pendekatan politik yang digelutinya , Leksula dan Ambalau bukan Daerah Pemilihan (Dapil) tempatnya bertanding tiap pemilu sehingga SPBU itu sengaja dibiarkan terlantar dalam kemarau panjang tanpa tetesan BBM.
Tapi sekitar 4 tahun belakangan ini, Tanaya dengan PT Burmalindo Sejahtera Utama miliknya justru sangat aktif menyuplai minyak tanah untuk beberapa kecamatan di Buru Selatan seperti Namrole dan Waisama.
mungkin karena bisa ditempuh dengan mobil jadi lancar. Lain ceritanya bila ditempuh lewat lautan pakai Landing (LTC) seperti ke Ambalau dan Leksula.
Akhirnya praktek semacam ini sudah mengakibatkan penderitaan masyarakat serta memelihara peningkatan laju inflasi secara ekonomi.(Tim).