Jakarta, Kapatanews.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membunyikan sirine darurat dan Peringatan Keras kepada Pemerintah dan DPRD seluruh Indonesia. Peringatan Keras tersebut ditandai dengan dikeluarkannya surat Edaran KPK kepada Gubernur,Walikota, Bupati dan Para Pimpinan DPRD Provinsi/Kota/Kabupaten se-Indonesia.
Surat edaran terbaru tersebut dengan tegas memperingatkan seluruh anggota DPRD di Indonesia agar tidak menyalahgunakan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Surat edaran ini merupakan langkah serius KPK untuk mencegah para pelaku korupsi yang kerap terjadi melalui intervensi Pokir terhadap proyek-proyek pembangunan daerah.
Dalam surat edaran bernomor SE?2/2024, KPK menekankan bahwa Pokir sejatinya adalah bagian dari mekanisme demokrasi untuk menjaring aspirasi masyarakat melalui reses anggota dewan. Namun dalam praktiknya, Pokir sering disalahgunakan menjadi alat transaksi politik, sarana bagi-bagi proyek, hingga lahan memperkaya diri.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/7/2025), menegaskan bahwa “Pokir itu legal, tetapi dalam praktiknya seringkali diselewengkan. Kami menerima banyak laporan soal permintaan fee, pengondisian pemenang proyek, hingga intervensi langsung ke OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Ini yang harus dihentikan,” tegasnya
Pokir Dikemas Dalam Prossedur Resmi, Celah Korupsi
Wakil Ketua KPK tersebut mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, penyalahgunaan Pokir menjadi salah satu modus korupsi yang sulit dilacak karena dibungkus dalam prosedur resmi. Dalam banyak kasus, anggota DPRD menjanjikan proyek tertentu kepada rekanan atau kontraktor dengan imbalan fee hingga puluhan persen dari nilai anggaran.
KPK juga mencatat adanya pola barter politik antara eksekutif dan legislative, proyek Pokir disetujui dengan syarat tertentu, atau bahkan dikemas dalam bentuk Hibah yang penggunaan anggarannya di luar dapil.
Surat edaran tersebut menegaskan bahwa:
Alokasi Anggaran per anggota DPRD dari hasil Penjaringan Aspirasi itu praktik Korupsi terselubung
Proses Jaring Aspirasi Anggota DPRD wajib terdokumentasi di Sistim Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) RI
Pokir harus berbasis aspirasi masyarakat di dalam Dapil dan tidak boleh ditentukan berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok atau penggunaan anggarannya di luar Dapil yang dikemas dalam bentuk Hibah
Anggota DPRD dilarang mengatur pelaksanaan teknis proyek.
Permintaan komisi, fee, atau gratifikasi atas usulan Pokir adalah tindak pidana.
Instrumen Demokrasi yang Diselewengkan
Program diluar RPJMD harus dihentikan
Menurutnya meski Pokir diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No. 86 Tahun 2017, tetapi implementasinya di lapangan kerap menjauh dari semangat transparansi dan akuntabilitas.
Jangan jadikan Pokir sebagai alat dagang kekuasaan. Kami mengingatkan, siapa pun yang terbukti menyalahgunakannya akan kami proses hukum,” tegas Ghufron.
Kong Kalikong Anggota DPRD dan Pemerintah
KPK menyebut secara terang-terangan bahwa masih kuatnya potensi Korupsi dalam penyusunana APBD Dana Pokir Anggota DPRD yang katanya bagi Aspirasi rakyat seringkali berubah-rubah menjadi ATM Politik.
Banyak temuan yang sering kami temui adanya proses barter dan main mata antara Anggota DPRD dan Pemerintah dalam penganggaran dan pengelolalan dana pokir, semua ini harus dicegah dan dihentikan jika tidak ingin tangannya diborgol.
KPK juga meminta Kepala Daerah aktif menolak intervensi dari DPRD yang tidak sesuai aturan dan memperkuat pengawasan dalam proses penganggaran terutama penyusanan anggaran dana pokir bagi DPRD baik dalam bentuk proyek ataupun Hibah
Sirine Darurat peringatan keras KPK dalam Surat edaran ini dikeluarkan di tengah maraknya kasus korupsi proyek infrastruktur maupun Hibah yang melibatkan oknum DPRD di Daerah.
KPK berharap, langkah ini bisa menekan praktik transaksional dalam anggaran daerah dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. (*)