Saumlaki, Kapatanews.com – Ketegangan kembali mencuat di Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, setelah lima pemerintah desa Seira Blawat resmi melaporkan sejumlah warga masyarakat adat Pulau Ngorafruan atas dugaan pungutan liar terhadap kapal-kapal andon yang beroperasi di perairan Seira. Laporan tersebut menimbulkan gelombang kritik, karena warga yang dilaporkan merupakan pemilik hak ulayat yang terdampak langsung oleh aktivitas kapal nelayan luar daerah.
Warga yang dilaporkan berasal dari marga Wuritimur dan Loulolia, yang secara adat menguasai Pulau Ngorafruan. Mereka dituduh melakukan penipuan dan penggelapan atas pungutan retribusi terhadap kapal-kapal andon yang sebagian besar berasal dari Sulawesi Tenggara. Pihak pelapor menyatakan bahwa penagihan dilakukan tanpa dasar hukum, serta mengganggu koordinasi desa dalam pengelolaan wilayah laut.
Namun, warga setempat membantah keras tuduhan tersebut. Seorang nelayan yang meminta identitasnya dirahasiakan menyatakan bahwa penagihan dilakukan karena tidak adanya pembagian adil terhadap retribusi yang selama ini dipungut oleh pemerintah desa.
“Kami tidak pernah dilibatkan, padahal dampaknya kami yang tanggung langsung. Empat tahun kami gagal panen rumput laut karena kapal-kapal itu,” ujarnya saat ditemui Wartawan di Saumlaki.
Menurutnya, terdapat kesepakatan sebelumnya antara pemerintah desa dan masyarakat adat bahwa dari setiap retribusi sebesar Rp7.500.000 yang dipungut dari satu kapal, akan diberikan Rp3.000.000 kepada masyarakat adat untuk membantu pembangunan balai pertemuan di wilayah perkebunan Ngorafruan. Namun kesepakatan tersebut hingga kini tidak pernah direalisasikan.
“Pemerintah desa hanya janji. Setiap tahun mereka tarik retribusi, tapi kami pemilik petuanan tidak pernah terima apa-apa. Jadi kami merasa punya hak untuk menagih langsung dari kapal-kapal yang merusak laut kami,” lanjutnya.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebelumnya telah mengadakan pertemuan bersama lima kepala desa Seira Blawat dan Camat Wermaktian, di mana disepakati bahwa kapal-kapal andon tidak diizinkan lagi beroperasi di perairan Seira. Namun, larangan tersebut tidak ditegakkan secara konsisten. Bahkan, menurut warga, lima pemerintah desa justru membuka ruang masuk bagi kapal andon dengan dalih retribusi.
Kapal-kapal andon yang masuk ke wilayah tangkap Seira diketahui berasal dari Sulawesi Tenggara dan tidak memiliki perjanjian kerja sama (MoU) dengan Pemerintah Provinsi Maluku. Hal ini menjadikan seluruh aktivitas penangkapan mereka tergolong ilegal. Kondisi ini memperkuat argumen masyarakat adat bahwa justru pemerintah desa yang melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum.
“Ini sangat janggal. Kapal-kapal dari luar itu tidak punya dasar hukum, tapi dibiarkan masuk dan malah dipungut retribusi. Kenapa bukan mereka yang ditindak? Kenapa kami yang menjaga tanah leluhur justru dipolisikan?” tutur warga tersebut dengan nada kecewa.
Mereka menegaskan bahwa Pulau Ngorafruan adalah wilayah adat yang secara turun-temurun dikuasai oleh marga Wuritimur dan Loulolia. Pernyataan ini bahkan telah diakui dalam pertemuan formal bersama pihak kecamatan dan para kepala desa. “Jadi bukan petuanan umum seperti yang disampaikan desa. Itu manipulasi,” katanya.
Situasi ini memanas ketika kuasa hukum dari marga Wuritimur dan Loulolia, Nikson Lartutul, S.H., menyatakan bahwa pihaknya akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Ia menilai laporan terhadap warga adat sebagai bentuk kriminalisasi dan pengingkaran terhadap hak-hak ulayat masyarakat hukum adat.
“Langkah hukum ini penting agar ada kejelasan. Masyarakat adat jangan terus disudutkan. Pemerintah tidak boleh mengabaikan hak-hak ulayat demi kepentingan ekonomi sesaat,” tegas Nikson kepada wartawan.
Ia juga meminta aparat penegak hukum dan pemerintah daerah agar bersikap adil dan tidak memihak kepada pihak-pihak yang justru melanggar aturan dalam pengelolaan sumber daya laut. Menurutnya, kekacauan ini bermula dari lemahnya pengawasan dan tidak tegasnya tindakan pemerintah terhadap kapal-kapal andon ilegal.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Pemerintah Desa Seira Blawat maupun Camat Wermaktian terkait tudingan tidak transparan dalam pembagian retribusi dan pembiaran terhadap kapal ilegal. Sementara itu, masyarakat adat Pulau Ngorafruan berharap adanya penyelesaian yang adil dan menghormati hak-hak ulayat mereka, termasuk ganti rugi atas kerusakan lingkungan laut yang ditimbulkan selama bertahun-tahun. (KN-07)