Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Opini

Kemerdekaan Dan Kita

×

Kemerdekaan Dan Kita

Sebarkan artikel ini
Tammat R. Talaohu, Wakil Ketua Umum Koordinator Perekonomian Kadin Maluku

Oleh: Tammat R. Talaohu (Wakil Ketua Umum Koordinator Perekonomian Kadin Maluku)

Ambon,Kapatanews.com- Delapan puluh tahun usia kemerdekaan bagi Indonesia bukanlah waktu yang pendek untuk mengikuti rekam jejaknya. Bagaimanapun, rentang panjang waktu tersebut pertanda bahwa bangsa ini tetap tegar dan eksis untuk memenuhi takdir sejarahnya meski dihadang
begitu banyak aral.

Scroll Keatas
Example 300x350
Scroll Kebawah

Demikian halnya daerah ini. Karena Maluku merupakan salah satu daerah yang ikut bergabung membentuk bayi Republik Indonesia, maka momentum perayaan tujuh belasan selalu spesial bagi Provinsi Maluku karena di bulan tersebut pula daerah ini lahir dan terbentuk.

Pemaknaan kemerdekaan selalu diikuti oleh evaluasi akan pencapaian secara fisik maupun non fisik. Ini dapat dimaklumi karena kemerdekaan memang tidak
dimaksudkan untuk kepentingan politis idiologis semata, bahwa merdeka bukan untuk sekedar merdeka secara harfiah saja.

Hakikat merdeka sejatinya karena ada kandungan kedaulatan yang dengannya anak bangsa memiliki kebebasan manusiawi dalam berkreasi membangun negerinya. Karena itu, merdeka selalu menjadi syarat utama dan mutlak bagi kemajuan setiap bangsa. Merdeka adalah jembatan emas menuju kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Dalam konteks itu, artikel pendek ini hendak membahas sedikit tentang kemajuan yang sudah diraih daerah ini, Maluku. Indikator pertama yang paling umum dirujuk adalah perihal kemiskinan. Isu tentang kemiskinan tidak akan pernah hilang dari meja para ekonom dan perancang pembangunan, karena ini salah satu tujuan pembangunan, apapun mazhabnya.

Di Maluku, kemiskinan, dalam jangka waktu lama telah menjadi isu yang disasar oleh semua pemangku kepentingan. Meski demikian, angka kemiskinan daerah masih berada pada kisaran dua digit. Bagaimanapun, sejak 2018 hingga 2023, angka kemiskinan Maluku memang menunjukan trend yang menurun.

Tetapi angka ini hanya menunjukkan pergeseran yang sempit. Dari 17,85 persen(2018)menjadi 16,42 persen (2023).Artinya ada perbaikan sebesar 1,43
persen.

Ini berarti, setiap tahun kemiskinan di Maluku hanya terkoreksi sebesar 0,35 persen. Dapat dilihat bahwa ini adalah angka yang tidak bisa dikatakan sebagai terobosan mengingat potensi Maluku yang sebenarnya bisa untuk berbuat lebih.

Bahkan ketika perancang kebijakan daerah memutuskan untuk mengambil langkah kontroversial dengan menempuh kebijakan hutang pada PT. SMI sebesar Rp. 700 miliar. Toh dampaknya terhadap percepatan pengurangan angka kemiskinan tidak seheboh yang dijanjikan.  Selain itu, angka kemiskinan Maluku masih di atas rata-rata nasional yang berada pada kisaran 9,36 persen (2023).

Pencapaian ini mengkhawatirkan karena pada saat yang sama terjadi tekanan terhadap perekonomian daerah karena kebijakan efisiensi anggaran. Hal ini berakibat pada pendapatan daerah dari sisi dana transfer, yakni alokasi dana pembangunan dari pemerintah pusat ke Maluku melalui mekanisme Dana Perimbangan, dalam hal ini Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

Beberapa fakta empiris mengonfirmasi bahwa selama ini, setelah berganti beberapa gubernur, ternyata kemiskinan, sebagai musuh bersama kemanusiaan, masih sulit dijinakkan. Sudah begitu banyak anggaran pembangunan yang dialokasikan, begitu halnya strategi pembangunan yang ditempuh, tetapi Maluku masih bertengger sebagai salah satu daerah dengan kantong kemiskinan di Indonesia.

Mengapa kita nampak sulit memerangi kemiskinan? Ini adalah pertanyaan yang masih dicarikan solusi penanganannya. Maknakemerdekaan ini harus menjadi landasan bagi dirumuskannya metodologi penanganan kemiskinan yang sungguh-sungguh, terencana dan terukur, serta berbasis kapasitas lokal.

Saat ini, geliat pemerintah daerah Provinsi Maluku mulai terlihat dengan adanya beberapa terobosan program Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa. Seperti kampanye provinsi kepulauan dan dorongan kepada pemerintah pusat untuk memperlakukan Maluku secara berbeda berdasarkan tantangan geografis, kandungan sumber daya alam dan latar belakang historis dan kultural.

Ini langkah strategis yang harus terus didorong untuk mewujudkan percepatan pembangunan daerah. Indikator berikutnya adalah derajad kemandirian fiskal daerah. Ini berupa tingginya ketergantungan pembiayaan APBD terhadap dana transfer dari APBN. Padahal di saat yang bersamaan, pendapatan asli daerah (PAD), meski terdapat kenaikan, tetapi tidak sebanding dengan kenaikan pembiayaan dari pusat (dana perimbangan).

Ini mengakibatkan derajat kemandirian fiskal daerah belum mandiri dan perekonomian Maluku belum kuat. Kemandirian fiskal daerah yang tidak mandiri sangat beresiko dan rentan terhadap gejolak perekonomian nasional dan global sesedikit apapun gejolak itu.

Secara praktis dapat diutarakan jika stabilitas di Timur Tengah, Eropa timur dan tekanan tarif dagang oleh Amerika masih berkepanjangan serta harga minyak dunia terus merangkak naik di atas harga kewajaran, maka hal ini akan memaksa pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM guna memastikan bahwa defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tidak membebani keuangan negara.

Efek berantainya adalah masyarakat kecil tidak akan punya pilihan lain kecuali mengeluarkan uang lebih banyak untuk membiayai kebutuhan dasar. Ini salah satu kelemahan yang menjadi warisan pemerintahan daerah sebelumnya.

Saat ini, pemerintah daerah sedang menggenjot kenaikan pendapatan daerah dengan mempercepat dan meningkatkan ekspor Maluku, meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) dengan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dan retribusi daerah serta opsi penghematan pengeluaran daerah.

Selain itu, upaya pemerintah daerah dalam menarik investor dengan menghilangkan berbagai hambatan seperti perijinan, sengketa lahan, pemberian insentif jika berjalan konsisten dan berkelanjutan maka dalam jangka menengah perekonomian daerah akan bergerak menuju pertumbuhan yang inklusif akan bisa terwujud.

Indikator lainnya adalah pertumbuhan ekonomi. Dalam lima tahun terakhir, 2019 hingga 2023, pertumbuhan ekonomi cenderung fluktuatif belum konsisten dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2019 sebesar 5,41 persen. Ini relevan dengan penanganan kemiskinan yang terkoreksi tetapi grafiknya masih landai.

Opini beberapa analis ekonomi bahwa perekonomian Maluku belum kuat dan masih sangat tergantung dan ditentukan dari pusat ada benarnya. Ini sekaligus menjadi pekerjaan rumah berikutnya bagi pemerintah daerah untuk merumuskan formula penanganannya. Mengabaikan ketidakmandirian fiskal daerah hanya akan memperlemah perekonomian.

Tetapi, visi kepala daerah saat ini cukup prospektif dan visioner dalam mengelola sumber daya ekonomi daerah yang terbatas guna menghasilkan pertumbuhan maksimal. Kita harapkan dengan sinergi dan optimisme kolektif, Maluku akan bangkit dan mampu mengejar ketertinggalannya sekaligus menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan baru di kawasan Indonesia timur.

Berdasarkan indikator-indikator itu saja, dalam jangka menengah, Maluku seharusnya berdiri sama tinggi dengan daerah maju lainnya di Indonesia timur semisal Sulawesi Selatan atau Maluku Utara. Tidak saja karena Maluku adalah daerah yang ikut mendirikan Republik Indonesia, tetapi karena kita memenuhi syarat untuk maju dalam kecepatan yang tidak biasa biasa saja.

Jadi, kita patut bertanya, apa makna kemerdekaan bagi kita? Mengapa kemerdekaan Republik Indonesia yang 80 tahun ini belum menghadirkan kemakmuran bagi daerah seribu pulau ini? Tetapi kita harus optimis, dengan visi dan kepemimpinan pemerintahan Maluku yang baru saat ini, serta dijiwai semangat baku kele dan menggurebe maju,

Maluku pada akhirnya akan kembali menjadi mutiara dari timur dalam wajah perekonomian nasional. Semoga! ( Redaksi)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad