Saumlaki, Kapatanews.com – Ratusan mahasiswa dan pemuda dari berbagai organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar menggelar demonstrasi besar-besaran di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Aksi ini menuntut keadilan dalam pengelolaan Blok Masela, yang dinilai tidak hanya menjadi isu lokal, melainkan persoalan nasional terkait kedaulatan energi, keadilan sosial, serta keberpihakan negara terhadap masyarakat di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Kamis, (01/9/2025)
Massa aksi berasal dari berbagai organisasi, diantaranya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), serta Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lelemuku Saumlaki (BEM UNLESA). Mereka menekankan bahwa keterlibatan anak daerah, perlindungan hak masyarakat adat, serta pemerataan manfaat ekonomi dari proyek energi raksasa tersebut harus menjadi prioritas utama.
Ketua KNPI Kepulauan Tanimbar, Lukas Samangun,S.Pd menilai bahwa Tanimbar kini berada di persimpangan sejarah. Ia menyebut status wilayah 3T justru berbanding terbalik dengan penetapannya sebagai pusat pengelolaan Blok Masela yang bernilai strategis global.
“Penetapan wilayah ini sebagai lokasi utama pengelolaan Blok Masela menjadikannya bukan sekadar daerah transit energi, melainkan pusat produksi minyak dan gas berskala internasional. Potensi besar ini menghadirkan harapan baru, tetapi juga ancaman serius,” katanya.
Lukas menyoroti konsekuensi sosial, budaya, dan lingkungan yang akan muncul, mulai dari perubahan tata ruang, masuknya arus tenaga kerja dari luar, hingga risiko kerusakan ekologi.
“Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang adil, pembangunan Blok Masela hanya akan meninggalkan luka. Keterlibatan anak daerah harus menjadi prinsip utama, bukan sekadar retorika,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya anak-anak Tanimbar menduduki kursi strategis di PT INPEX Masela maupun BUMN terkait. “Hal ini bukan hanya soal representasi, tetapi juga kepemilikan politik atas masa depan daerah,” tegasnya.
Ketua KNPI Kepulauan Tanimbar, menutup pernyataan dan menegaskan, demonstrasi ini berakar dari tiga persoalan mendasar: kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat, tata kelola kepemimpinan, dan penegakan hukum yang dinilai tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Isu-isu seperti Penyerapan Tenaga Kerja Pasca Eksplorasi Blok Masela, Pendidikan, Tanah Adat, upah murah, kenaikan pajak, dan ketimpangan sosial-ekonomi struktural menjadi pemicu utama.
KNPI sebagai wadah berhimpun pemuda, menginstruksikan kepada seluruh elemen kepemudaan di Tanimbar, baik KNPI, GMNI, GMKI, maupun BEM UNLESA, untuk merapatkan barisan bersama rakyat serta tetap fokus pada tuntutan yang diperjuangkan dalam suasana damai dan kondusif.
“Saya menegaskan, setiap tindakan kekerasan yang muncul bukan bagian dari perjuangan kita, melainkan ulah penumpang gelap yang justru menodai kemurnian tuntutan masyarakat,” pungkasnya.
Nada serupa juga disampaikan Ketua GMNI Kepulauan Tanimbar, Abyatar M. Dasmasela. Ia menolak keras pola pembangunan energi yang menyingkirkan peran masyarakat lokal. “Saya ingin menegaskan bahwa kita menolak keras segala bentuk pola eksploitasi yang menyingkirkan anak daerah dari ruang partisipasi. Pembangunan energi, khususnya di Blok Masela, harus memastikan keadilan sosial bagi masyarakat,” ucapnya.
Menurut Abyatar, tanpa keterlibatan masyarakat, Blok Masela hanya akan mengulang sejarah kelam kolonialisme. “Kita tidak ingin kekayaan alam ini dikeruk habis sementara rakyat Tanimbar tetap hidup dalam kemiskinan. Itu sebabnya, kami menuntut transparansi, kejujuran, dan keberpihakan nyata,” tegasnya.
Ia menambahkan, “Tanpa itu semua, Blok Masela hanya akan menjadi simbol ketidakadilan dan wajah baru kolonialisme di negeri ini.”tutupnya.
Ketua GMKI Saumlaki, Iskandar Amarduan, menegaskan bahwa aksi ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi masyarakat Tanimbar yang terdampak langsung proyek Blok Masela.
“Kami, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) bersama OKP lainnya, menyatakan keprihatinan dan sikap tegas terhadap berbagai persoalan bangsa, terlebih khusus persoalan di daerah Tanimbar yang hingga hari ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah maupun pemangku kebijakan lainnya,” ujarnya.
Iskandar menekankan bahwa gerakan ini bukan sekadar unjuk rasa biasa, tetapi merupakan panggilan moral generasi muda.
“Kami tidak akan diam ketika keadilan diinjak-injak, ketika suara rakyat diabaikan, dan ketika kebijakan publik tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa perjuangan ini adalah wujud cinta kepada bangsa dan daerah.
“Aksi yang kami lakukan hari ini adalah lebih dari sekadar unjuk rasa. Ini adalah tanda komitmen dan keteguhan sikap kami sebagai pemuda, mahasiswa, dan bagian dari rakyat Tanimbar untuk terus membela segala hal yang menunjang kesejahteraan masyarakat,” jelas Iskandar.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa BEM UNLESA, Jurnardi Matdoan, menegaskan pentingnya peran kampus dalam mendukung pembangunan daerah.
“Sebagai Presiden Mahasiswa UNLESA, saya ingin menegaskan bahwa keberadaan UNLESA bukan sekadar simbol pendidikan tinggi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, melainkan fondasi utama dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas bagi daerah ini. Namun, fakta yang kita hadapi hari ini sangat menyedihkan: pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap kontribusi besar yang sudah diberikan kampus kami,” ujarnya.
Ia menyoroti minimnya fasilitas dan dukungan pemerintah terhadap kampus lokal. “Fasilitas kampus yang serba terbatas, minimnya dukungan anggaran untuk kegiatan kemahasiswaan, serta absennya perhatian pemerintah terhadap pengembangan SDM di UNLESA adalah bukti nyata ketidakadilan tersebut,” lanjutnya.
Dalam aksi tersebut, para demonstran menyampaikan lima tuntutan utama kepada DPRD Kepulauan Tanimbar, yakni:
1). Penempatan anak Tanimbar di kursi strategis pengelolaan Blok Masela, baik di PT INPEX Masela maupun BUMN terkait, sejak tahap perencanaan hingga produksi.
2). Keterlibatan tenaga ahli dan profesional lokal di bidang hukum, teknik, geologi, lingkungan, dan manajemen proyek.
3). Pelibatan tenaga teknis daerah dalam seluruh proses eksplorasi, konstruksi, hingga produksi, guna menjamin transfer keterampilan.
4). Penolakan pola eksploitasi yang menyingkirkan anak daerah, agar pembangunan energi tidak menjadi kolonialisme baru.
5). Perumusan regulasi keberpihakan oleh negara untuk menjamin keterwakilan dan keadilan energi di Maluku.
Aksi yang berlangsung damai itu diakhiri dengan seruan kepada DPRD KKT agar segera menindaklanjuti aspirasi rakyat dan menegaskan posisi politik daerah dalam pengelolaan Blok Masela. Para peserta aksi menegaskan akan terus bergerak hingga tuntutan mereka mendapat jawaban nyata dari pemerintah maupun Inpex Masela. (KN-07)