Oleh : Dr. Hobarth Williams Soselisa, S.Sos., M.Si dan Oyang Orlando Petrusz, SH
Ambon,Kapatanews.com – Dalam gelanggang kehidupan ini, mereka yang merintis awal seringkali menjadi yang terkemudian, sementara para kurcaci oportunis berlenggak-lenggok di tengah sorot lampu. Mereka yang menanam dan menyiram benih hanya menyaksikan panen dari kejauhan, dan bagi mereka yang tak pernah meneteskan darah dan keringat sementara menikmati pujian.
Hal itu menjadi anomali, karena mereka lupa bahwa tanpa tangan-tangan terampil yang bekerja, tiada rumah yang kokoh berdiri. Tanpa butir-butir pasir tersembunyi di dinding, takkan ada bangunan yang tegak. Untuk merespon nya, kehadiran Hendrik Lewerissa, SH., LLM untuk membangun Maluku dalam Ganasnya gelombang badai hinaan, fitnahan, ancaman, bahkan intimidasi, tetap memilih jalan yang lebih mulia: memaafkan, sabar dalam kerendahan hatinya. Ini adalah simbol kekuatan HL Par Maluku Pung Bae.
‘Masohi’ (Gotong Royong) suatu Kebajikan
Di atas dasar SUMPAH nya untuk Maluku, Sapta Cita adalah pilihan diksi yang menjadi spirit dan strategi pembangunan dalam mewujudkan Maluku yang maju, sejahtera dan berkeadilan. Dengan spirit itu, HL nyalakan suar sebagai cahaya yang tak padam, membimbing masyarakat Maluku untuk melangkah dan menggapai asa yang telah terpendam dalam.
Bagi HL, waktu tak menunggu untuk membangun Maluku, laksana aliran air yang mengalir tak pernah terputus dari hulu sampai ke hilir, dan di tangan dingin HL sebagai Gubernur yang gigih, akan menyibak lorong gelap keterbelakangan, untuk menuntun langkah rakyatnya menuju Maluku yang Maju, sejahtera dan berkeadilan, bagaikan langit tak pernah tinggal satu warna yang memberi gambaran bahwa kesungguhan jiwa dari seorang HL, terpatri semangat untuk membangun Maluku dalam semangat Masohi.
Untuk itu, semangat akomodasi harus dijaga dalam kerangka kerja sama dalam kebaikan, bukan dalam kesesatan. Masohi yang digalakkan harus mengarah pada toleransi positif, bukan toleransi negatif. Hal itu pernah ditunjukkan seorang Mohammad Natsir dalam persidangan Konstituante.
Menurut Natsir, tanpa bersedia mengambil suatu pilihan positif, toleransi yang dikembangkan hanyalah suatu toleransi negatif, yang berpretensi untuk sekadar berkompromi demi mengakomodasi segala kepentingan, tak berusaha untuk mencapai yang terbaik. Roeslan Abdoelgani menyampaikan bahwa, toleransi yang dikehendaki Pancasila adalah suatu kompromi dalam konteks toleransi yang positif karena senantiasa dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Jangan pula merangkul figur sembarangan yang justru bisa meredupkan kepercayaan.
Olehnya itu, Merangkul figur kompeten dan tepercaya sangat membantu memulihkan kepercayaan. Kepercayaan adalah tenunan, dan setiap robekannya adalah luka yang harus dijahit dengan benang integritas. Hanya mereka yang jujur dan menjadikan prinsip sebagai kompas yang mampu menyulamnya kembali. Namun, sering kali mereka terpinggirkan, suaranya tenggelam di tengah hiruk pikuk para pemburu kekuasaan.
Figur-figur kompeten dan berintegritas itu, biasanya enggan meminta dan menawarkan diri. Akan tetapi, merangkul figur yang tak haus kekuasaan justru pilihan yang mendekati kebajikan. Sebagaimana dikatakan oleh Plato dalam The Republic, ”Daerah di mana para penguasanya paling enggan untuk memerintah selalu menjadi yang terbaik dan paling damai; sementara Daerah di mana mereka paling berambisi adalah yang terburuk”.
Jembatan Antara
Komposisi yang dirangkul juga harus memenuhi keseimbangan antara apa yang disebut Herbert Feith sebagai solidarity maker (penjaga solidaritas) dan administrator (penata keteraturan). Yang pertama datang dengan hati yang terbuka, memeluk semua dengan hangat, menyulam kebersamaan dari benang-benang perbedaan, menyatukan jiwa-jiwa yang tercerai-berai.
Yang kedua adalah tangan yang mengatur, kepala yang merancang, dan mata yang selalu waspada pada tujuan di kejauhan. Sang solidarity maker membawa jiwa, sementara sang administrator memberi bentuk. Yang satu adalah angin yang mendorong layar, yang lain adalah kemudi yang menjaga arah. Komposisi OPD yang akan dibentuk nanti untuk jabatan eselon II, harus menjadi JEMBATAN ANTARA dan Meritokrasi sistem adalah medianya.
Bergelora dalam Badai
Saat Jiwanya sementara bergelora di antara ganasnya badai yang menerjang, HL dengan ketenangan serta senyum yang selalu menghiasi wajah polosnya itu tetap bersemangat dengan prinsipnya yaitu untuk membangun Maluku (Maluku dialokasikan 3000 Rumah terjadi pada Selasa, 16 September 2025, di Kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Jakarta, sebagai harapan baru bagi ribuan keluarga di Bumi Raja-Raja, menjadi salah satu contoh dari sekian banyak yang sudah dilakukan sebelumnya), namun ada saja manusia-manusia batu yang hadir dan memainkan isu-isu untuk menggiring opini publik.
Mereka yang dulu nyaman dalam kekuasaan mulai merasa terganggu pada kebijakan dan proyek, maka cara lama pun digunakan: pengalihan isu dan fitnah politik. Hal itu, ibarat dua kebebalan mengadang jalan: yang satu menyembah yang tua, dan beranggapan bahwa yang tua selalu bijak, dan yang lain memuja yang muda karena penampilan yang ditampilkan selalu mempesona.
Padahal, dalam realita bukan soal usia, tetapi yang berhikmat dengan ide cemerlang untuk berkarya bagi Maluku. Artinya kedewasaan untuk bersikap bijak dalam memahami dan menilai berbagai macam masalah yang muncul harus dicari solusi untuk penyelesaian bukan sebaliknya.
Kita semua patut bertanya: siapa yang diuntungkan jika rakyat hilang kepercayaan pada gubernur? Siapa yang menari dengan alunan nada seribu pulau yang membuat publik menjadi ragu pada proses perubahan? Jawabannya tertuju kepada mereka yang ingin Maluku tetap stagnan dan bukan kemajuan.
Kini, Gubernur HL mulai memerankan peran nya untuk menata dan mengatur kami sebagai anak-anak yang dilahirkan dari rahim MALUKU, dibesarkan oleh perjumpaan demi perjumpaan dan berhenti dikala malam menyapa dan kembali melangkah saat mentari bersinar, tanpa pernah benar-benar stesel dan semuanya hanya untuk Maluku yang sama-sama kita cintai.
Pelantikan Eselon III dan IV adalah Cermin.
Setelah perombakan struktur di istana Raja terhadap 242 penjabat istana beberapa waktu yang lalu, Bhre Kertabumi adalah orang yang paling beruntung karena para hulubalang nya telah mengisi tempat tempat strategis di istana Raja seolah mereka adalah pejuang yang mengantar Raja duduk di singgasana Kerajaan sehingga pantas untuk mendapat kedudukan.
Tapi di balik kepantasan mereka itulah, kosongnya substansi terlihat jelas; ketiadaan prestasi disamarkan kelantangan, dibungkus sorak, dikesankan memiliki barisan setia pertunjukan heroik ternyata menutupi kehampaan kualitas. Hal itu harus menjadi cermin saat menentukan Eselon II nantinya dan diharapkan berdasarkan Meritokrasi Sistem Approach.
Artinya mereka yang dipilih dan atau dipromosikan harus diberikan kesempatan yang seadil-adilnya kepada setiap individu yang telah memenuhi persyaratan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan mereka, bukan koneksi atau kekuatan politik dan atau yang suka “menjilat’ penguasa untuk mendapatkan “sesuatu’ atau mempunyai ordal (orang dalam) yang menjadi kunci penempatan mereka di posisi-posisi strategis sehingga bisa menduduki posisi penting itu, meskipun belum tentu kompeten.
Hal ini bukan hanya merugikan orang-orang yang sebenarnya memiliki kapabilitas dan kompetensi karena tidak diberi kesempatan, tapi juga merugikan kita sebagai masyarakat yang sebenarnya berharap akan ada perubahan nyata dan perbaikan di Pemda Prov Maluku.
Closing statement
Ruang dan waktu bukanlah cakrawala abadi, tetapi lorong-lorong kehidupan untuk tujuan hidup. Kesungguhan HL untuk membangun Maluku, adalah nadi yang berdenyut di balik karya, dan ketulusan hati yang mengangkat martabat rakyatnya, dan cinta yang melampaui jiwanya hanya untuk Maluku.
Jangan pernah membuat kekosongan emosional, karena samudera pun memulai takdirnya dari rintik rintik hujan. Pengembaraan ini telah direstui oleh Tuhan dan Leluhur sesuai akta yang menjadi pedoman sebagai kepemimpinan HL sebagai Gubernur Maluku; Akta Allah Dalam perspektif religius, memberi makna sebagai perintah atau ketetapan Tuhan yang harus diikuti oleh manusia dan dapat menjadi landasan moral dan etis yang memberi penekanan akan pentingnya keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan dalam memberikan pelayanan bagi rakyatnya. ‘Akta Bumi’ dimaknai sebagai perintah dan ketetapan yang telah di maklumat kan karena sudah menjadi landasan legitimasi kekuasaan HL sebagai Gubernur untuk diikuti dan ditaati oleh rakyatnya dan Akta Negara sebagai representasi nilai-nilai ketatanegaraan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan kebijakan dan aturan yang berkaitan dengan pemerintahan yang adil dan bijaksana di Bumi Raja Raja ini sesuai dengan ‘peta’ yang telah tersusun dengan rapi untuk membangun Maluku.
Jaga hati, ketulusan nurani dan akal sehat, jangan ikut terperangkap dalam sinetron politik. Kehadiran kita semua adalah untuk mengawal pemerintahan ini dengan kritis, tapi juga adil. Kritik dibolehkan, bahkan perlu. Tapi jangan menebarkan hinaan dan fitnah menggantikan fakta, dan jangan juga biarkan mereka yang dulu merusak, kini tampil seolah-olah paling peduli bak metaforis ‘Pahlawan kesiangan’. Sinetron politik yang dipentaskan ini harus disudahi, seluruh elemen bersatu padu untuk menyatukan langkah, agar Maluku bisa melangkah maju dengan kepala tegak. Masih tersisa 4 TAHUN 5 Bulan Kepemimpinan Gubernur Maluku, gunakan mata untuk melihat dan menyaksikan Hendrik Lewerissa untuk ‘Kalesang’ Maluku. HL Par Maluku Pung Bae.(Redaksi)