Saumlaki, Kapatanews.com – Sebuah perubahan besar tengah bergulir di jantung pemerintahan Provinsi Maluku. Dalam waktu yang terbilang singkat, Gubernur Hendrik Lewerissa berhasil menggerakkan roda birokrasi yang selama ini dikenal lamban dan tertutup menjadi lebih transparan, disiplin, dan dekat dengan rakyat.
Hasil investigasi wartawan media ini menunjukkan, perubahan ini tidak sekadar administratif, melainkan menyentuh sendi moral dan sosial pemerintahan daerah.
Di tengah skeptisisme publik terhadap politik daerah, langkah Lewerissa seolah menjadi paradoks yang mencuri perhatian. Ia tidak membangun dengan banyak kata, melainkan dengan perubahan nyata yang bisa dirasakan masyarakat di pulau-pulau terpencil.
Awal Perubahan dan Latar Kepemimpinan
Sejak dilantik pada pertengahan 2024, Hendrik Lewerissa langsung menancapkan arah kebijakan yang tegas: menata birokrasi dari dalam. Langkah pertamanya adalah memperkuat sistem pengawasan internal dan membangun kolaborasi strategis dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Catatan wartawan Kapata News, kebijakan berbasis evaluasi kinerja dan audit internal ini menjadi dasar terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih akuntabel. Hasilnya mulai terlihat setahun kemudian, ketika Maluku berhasil mempertahankan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI untuk keenam kalinya secara berturut-turut sebuah capaian yang jarang terjadi di wilayah timur Indonesia.
“Langkah pertama memang berat,” ujar salah satu pejabat senior yang enggan disebut namanya. “Tapi Gubernur tidak ingin kompromi dengan disiplin. Semua OPD kini harus bertanggung jawab pada setiap rupiah anggaran yang dikelola.”
Jejak Data dan Fakta Lapangan
Investigasi wartawan Kapata News menemukan bahwa perubahan ini tidak hanya terlihat di meja birokrat, tetapi juga di lapangan.
Bidang Kesehatan. Provinsi Maluku mencatat lonjakan cakupan Universal Health Coverage (UHC) hingga lebih dari 90 persen penduduk, dan penghargaan resmi dari BPJS Kesehatan diterima pada awal 2025.
Bidang Keuangan. Audit internal Pemprov Maluku menunjukkan peningkatan signifikan dalam kedisiplinan administrasi di tiap organisasi perangkat daerah (OPD).
Bidang Ekonomi. Melalui penguatan fungsi Bank Maluku Malut, pemerintah provinsi mendorong akses kredit produktif bagi nelayan dan pelaku UMKM, terutama di wilayah pesisir seperti Aru, Kei, dan Tanimbar.
Bidang Infrastruktur Wilayah. Program kunjungan kerja ke daerah-daerah terluar menghasilkan perbaikan nyata: dermaga rakyat di Kei Besar, jalan penghubung di Seram Timur, hingga akses transportasi laut di Kepulauan Tanimbar.
Data ini diverifikasi dari laporan resmi Pemprov Maluku, dokumen BPJS Kesehatan, dan hasil wawancara langsung dengan aktivis sosial setempat.
Suara dari Lapangan
Anders Luturyali, aktivis Pemuda Katolik asal Kepulauan Tanimbar, menilai gaya kepemimpinan Hendrik Lewerissa sebagai bentuk baru dari pemerintahan yang membumi.

Pemimpin yang suka bicara besar. Tapi hasil kerjanya mulai terasa bahkan di tempat-tempat yang selama ini dilupakan,” ujar Luturyali dalam wawancara di Caffee dan Restaurant Dapur Tanimbar.
Ia menyoroti sektor kesehatan sebagai bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil.
“Capaian UHC ini bukan sekadar angka. Ini soal keberpihakan. Gubernur ingin memastikan tidak ada warga Maluku yang ditolak rumah sakit hanya karena tidak punya kartu BPJS,” katanya.
Menurut Luturyali, reformasi birokrasi ini memiliki efek moral yang kuat.
“Saya melihat langsung bagaimana dulu warga di pulau kecil harus menunggu kapal seminggu untuk berobat. Sekarang, dengan sistem rujukan cepat dan dukungan BPJS, banyak nyawa terselamatkan. Itu dampak nyata dari kepemimpinan yang punya hati,” tambahnya.
Ia juga menilai perubahan di sektor keuangan daerah sebagai teladan baru bagi daerah lain.
“Dulu laporan keuangan sering jadi masalah. Tapi sekarang sistemnya jauh lebih tertib. Banyak OPD sudah disiplin dalam penggunaan anggaran. Semua karena arah dari atas sudah benar,” ujarnya menegaskan.
Motif di Balik Reformasi
Dari hasil penelusuran investigatif wartawan, motif utama di balik gaya kepemimpinan Lewerissa berakar pada filosofi sederhana: membangun dari pinggiran. Ia melihat bahwa kekuatan Maluku tidak hanya berada di kota, tetapi di desa-desa pesisir yang sering diabaikan.
Kebijakan yang diambil tidak diarahkan pada proyek mercusuar, melainkan pada pembangunan konektivitas, layanan publik, dan ekonomi rakyat. Dalam beberapa kesempatan, Lewerissa menyatakan bahwa keadilan pembangunan harus dimulai dari ‘tempat-tempat yang selama ini tidak terdengar.’
Dampak Sosial dan Politik
Efek dari kebijakan tersebut kini mulai terasa. Partisipasi masyarakat dalam Musrenbang meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Hubungan antara pemerintah daerah dengan kelompok masyarakat sipil juga mencair.
Secara politik, langkah reformasi ini memperkuat posisi Lewerissa sebagai figur konsensus. Ia diterima lintas partai dan tokoh adat karena dianggap mampu menyeimbangkan pendekatan birokratis dan kultural. Beberapa analis politik lokal menyebut gaya ini sebagai ‘politik harmoni’, yang jarang ditemukan di panggung pemerintahan daerah.
Konfirmasi dan Klarifikasi Resmi
Wartawan media ini berupaya mengonfirmasi seluruh temuan kepada Pemerintah Provinsi Maluku. Melalui data yang diterima, Humas Pemprov Maluku menyampaikan bahwa Gubernur Lewerissa selalu membuka ruang bagi publik untuk memberikan kritik dan saran.
“Semua langkah reformasi didasari prinsip keterbukaan dan pelayanan untuk rakyat,” tulis keterangan resmi tersebut.
Sementara itu, beberapa pejabat OPD yang pernah dimintai tanggapannya secara terpisah mengakui bahwa pengawasan internal kini lebih ketat, disertai penerapan sistem reward and punishment.
“Kalau dulu kinerja biasa saja tidak apa-apa, sekarang semua diukur. Siapa yang malas pasti kelihatan,” ujar salah seorang ASN di DPRD Provinsi Maluku yang meminta namanya tidak disebut.
Refleksi dan Harapan Publik
Di berbagai daerah, terutama di pulau-pulau terpencil, masyarakat mulai merasakan bahwa pemerintah mereka tidak lagi jauh. Banyak warga mengaku kini lebih mudah mengakses layanan kesehatan dan administrasi publik tanpa harus menyeberang ke Ambon.
Dalam refleksi penutupnya, Anders Luturyali menuturkan.
“Selama ini kita sering dengar slogan ‘Maluku Bangkit’, tapi baru sekarang tanda-tanda itu mulai nyata. Gubernur Hendrik bekerja dalam diam, tapi hasilnya pelan-pelan dirasakan rakyat.”
Kepemimpinan Lewerissa menjadi cermin bahwa perubahan tidak selalu lahir dari pusat kekuasaan. Kadang, ia tumbuh dari integritas di daerah, dari pemimpin yang memilih bekerja dalam senyap ketimbang berbicara lantang.
Nilai Publik: Tinggi; memberi inspirasi sekaligus menunjukkan arah perubahan birokrasi di Maluku. (Nik Besitimur)








