Saumlaki, Kapatanews.com – Rabu siang di ruang paripurna DPRD Kepulauan Tanimbar berubah tegang ketika Fraksi NasDem–Perindo tiba-tiba meninggalkan sidang penyampaian pendapat akhir fraksi dan persetujuan bersama Ranperda RPJMD 2025–2029. Suasana yang semula berjalan formal mendadak hening sesaat sebelum fraksi itu bangkit dari kursi mereka.
Langkah walk out tersebut dipimpin langsung Ketua Fraksi NasDem–Perindo, Joice M. Penturi, SP. Menurutnya, dokumen lampiran hasil evaluasi Ranperda RPJMD yang disampaikan pemerintah daerah dianggap tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan administrasi resmi.
Kondisi itu, kata dia, menempatkan DPRD pada posisi rawan jika proses legislasi tetap dipaksakan.
Berdasarkan keterangan Penturi, dokumen evaluasi tersebut tidak dilengkapi surat pengantar, tidak memiliki nomor surat, tidak ditandatangani pejabat berwenang, dan tidak dibubuhi cap resmi.
“Herannya, ada lampiran dokumen evaluasi, tetapi tidak ada surat resmi yang ditandatangani sesuai mekanisme perundang-undangan. Padahal penandatanganan menjadi dasar legalitas dokumen untuk dibahas dalam pendapat akhir fraksi,” ujar Penturi.
Menurut pantauan di ruang sidang, beberapa anggota DPRD lain terlihat saling berbicara pelan menanggapi pernyataan itu. Penturi menegaskan bahwa lembaga legislatif tidak bisa bekerja menggunakan dokumen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ia menyatakan, ketidaklengkapan tersebut bukan kesalahan teknis semata, tetapi mencerminkan lemahnya pengelolaan administrasi.

Di sela-sela penjelasannya, Penturi juga menyoroti keterlambatan penetapan RPJMD. Ia merujuk pada UU No. 23 Tahun 2014, Permendagri No. 86 Tahun 2017, dan Instruksi Mendagri No. 2 Tahun 2025 yang menetapkan bahwa Perda RPJMD harus disahkan paling lambat enam bulan setelah kepala daerah dilantik. Namun hingga memasuki bulan kesembilan, dokumen tersebut belum juga ditetapkan.
“Keterlambatan seperti ini menunjukkan pemerintah daerah tidak serius menjalankan tahapan penting penyusunan RPJMD,” lanjutnya.
Ia menilai situasi ini dapat mengganggu arah pembangunan lima tahun mendatang yang seharusnya disusun secara terukur dan tepat waktu.
Di lapangan, enam fraksi lainnya tetap melanjutkan rapat paripurna meski salah satu fraksi memilih keluar. Suasana rapat berlangsung lebih kaku setelah kejadian itu, terutama saat pimpinan sidang meminta proses tetap berjalan sesuai agenda.
Walkout tersebut menjadi sinyal keras terkait kualitas tata kelola administrasi yang dinilai fraksi itu punya banyak kekurangan. Selain persoalan legalitas dokumen, perdebatan mengenai keterlambatan penyusunan Perda RPJMD disebut menjadi catatan penting yang tidak boleh diabaikan pemerintah daerah.
Dalam dokumen-dokumen yang diperoleh redaksi, RPJMD memuat visi, misi, tujuan pembangunan, serta program strategis yang akan menjadi arah kerja pemerintah daerah hingga 2029. Ketidakpastian dalam penyelesaiannya berpotensi menghambat proses perencanaan dan penganggaran tahun-tahun berikutnya.
Hingga rapat ditutup, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah terkait kritik administrasi maupun alasan di balik keterlambatan penetapan RPJMD. Pimpinan DPRD hanya menyampaikan bahwa proses legislasi akan tetap mengikuti tata cara yang berlaku.
Peristiwa walkout ini menambah dinamika hubungan antara eksekutif dan legislatif. Sejumlah anggota dewan yang ditemui setelah sidang menyebut situasi tersebut sebagai “peringatan keras” agar pemerintah daerah memperbaiki alur penyiapan dokumen resmi ke DPRD.
Fraksi NasDem–Perindo menyatakan akan menyampaikan sikap detail melalui surat resmi dalam waktu dekat. Mereka menegaskan bahwa setiap dokumen pembangunan jangka menengah harus disajikan secara sah, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan sebelum dibahas lebih jauh oleh fraksi-fraksi. (KN-11)








