Place Your Ad
Place Your Ad
Berita

Pemerintahan Bupati RJ, Tanimbar Mencari Nafas di Tengah Penderitaan

×

Pemerintahan Bupati RJ, Tanimbar Mencari Nafas di Tengah Penderitaan

Sebarkan artikel ini
Oplus_16908288

Saumlaki, Kapatanews.com – Di teras sebuah warung kecil di Saumlaki, seorang ibu paruh baya merapikan botol-botol kosong sambil menghitung pecahan yang tersisa. Angin dari arah pelabuhan membawa bau asin, sementara obrolan pelan tentang “harga-harga yang naik lagi” terdengar seperti gumaman yang tak pernah selesai.

Dari percakapan-percakapan semacam itulah terpotret kegelisahan masyarakat Tanimbar. Keluhan yang tersebar di rumah-rumah, kantor, hingga pasar; semuanya berputar pada satu benang merah: hidup terasa semakin berat di tengah penderitaan, kini baru terasa.

Dalam beberapa bulan terakhir, deretan keluhan ekonomi terdengar lebih sering di berbagai kecamatan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Para pedagang kecil mengeluhkan pembeli yang kian sepi. Di sisi lain, sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebut pendapatan tambahan yang dahulu membantu kebutuhan keluarga kini tak lagi sejalan dengan ekspektasi.

Beberapa ASN yang ditemui di sekitar pusat kota Saumlaki mengakui situasinya tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. “Sekarang serba pas-pasan,” kata salah seorang di antaranya. Ungkapan serupa juga muncul dari pelaku usaha kecil yang harus menyesuaikan stok karena modal makin tipis.

Situasi ekonomi yang melambat ini turut memunculkan pembicaraan lain: proyek-proyek pembangunan besar. Di beberapa titik pembangunan, masyarakat menyebut dominasi kontraktor dari luar daerah, terutama dari Makassar, sebagai salah satu hal yang sering dibicarakan di warung kopi maupun rapat desa.

Di tengah kondisi tersebut, sebagian warga menilai bahwa arah pembangunan daerah tidak menyentuh langsung kebutuhan hidup sehari-hari. Ada yang merasa akses untuk bersaing dalam proyek daerah kian terbatas, sementara kelompok kecil usaha lokal kesulitan bertahan.

Sebagian suara publik juga menyasar kepemimpinan Bupati Ricky Jauwerissa. Ungkapan seperti “penderitaan bertambah” kerap muncul dalam percakapan informal warga, terutama ketika membahas kondisi ekonomi yang makin sulit. Namun berbagai ungkapan itu tetap berada pada ranah persepsi masyarakat dan memerlukan verifikasi lebih lanjut.

Wartawan masih berupaya meminta tanggapan dari Bupati Ricky Jauwerissa maupun pejabat terkait untuk memperoleh penjelasan mengenai berbagai keluhan yang disampaikan masyarakat. Hingga tulisan ini disusun, permintaan klarifikasi tersebut belum mendapatkan jawaban.

“Kalau dulu masih bisa simpan sedikit-sedikit untuk biaya anak sekolah, sekarang hampir tidak bisa lagi,” ujar salah seorang ibu rumah tangga di Kota Saumlaki sambil menunjukkan daftar belanja harian yang kini harus dipangkas.

“Proyek besar lewat depan mata, tapi kami seperti hanya lihat debunya saja,” kata seorang pekerja bangunan lokal, merujuk pada pekerjaan yang lebih banyak diisi rekan-rekan dari luar daerah menurut versinya.

Seorang ASN lain menambahkan, “Bukan mau mengeluh, tapi memang terasa berat. Banyak kebutuhan naik, tapi tunjangan tidak seperti dulu.”

Kutipan-kutipan ini menggambarkan suasana batin masyarakat yang sedang berjuang menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah cepat.

Hingga kini, keluhan masyarakat terkait ekonomi sebagian besar masih bersifat testimonium dan memerlukan verifikasi lanjutan dengan data resmi mengenai pertumbuhan ekonomi, realisasi proyek, distribusi kontraktor, serta indikator kesejahteraan ASN.

Beberapa warga menyebut kehadiran kontraktor luar daerah sebagai faktor yang membuat mereka sulit terlibat dalam pekerjaan proyek besar. Namun belum ada data tertulis yang dapat memperkuat atau menyanggah klaim tersebut, sehingga konfirmasi kepada pihak pemerintah daerah masih terus diupayakan.

Di beberapa desa, situasi ekonomi yang ketat berpengaruh pada aktivitas sosial masyarakat. Pertemuan desa berlangsung lebih pendek karena peserta enggan meninggalkan pekerjaan informal yang menjadi tumpuan harian. Sementara itu, usaha kecil mulai mengurangi jam operasional demi menghemat biaya listrik dan stok barang.

Jika kondisi ini berlanjut tanpa komunikasi publik yang jelas, rasa percaya diri masyarakat terhadap arah pembangunan dapat semakin menurun. Banyak yang berharap ada ruang dialog yang lebih terbuka, agar keluhan dan aspirasi dapat didengar langsung oleh pemangku kebijakan.

Menjelang senja, warung kecil di tepi jalan itu mulai menutup setengah pintunya. Suara ibu tadi masih terdengar lirih ketika menghitung sisa pendapatannya hari itu. Di balik langit Tanimbar yang memerah, harapan masyarakat untuk melihat situasi berubah pelan-pelan tetap menggantung seperti lampu-lampu jalan yang mulai menyala, menunggu terang penuh yang entah kapan tiba. (KN-07)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad