Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Berita

Blok Masela Masuk Tahap FEED, Operasi Realistis Dimulai 2029–2030

×

Blok Masela Masuk Tahap FEED, Operasi Realistis Dimulai 2029–2030

Sebarkan artikel ini

Pengembangan Blok Masela di Tanimbar memasuki tahap FEED, dengan operasi diperkirakan dimulai 2029–2030. Lorentz Weridity menekankan kesiapan daerah dan hilirisasi sebagai kunci manfaat bagi masyarakat.

Saumlaki, Kapata News – Pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, memasuki fase krusial. Proyek raksasa migas ini, yang dikelola oleh INPEX Corporation melalui anak perusahaannya INPEX Masela Ltd, menjadi harapan besar masyarakat Maluku dan kawasan timur Indonesia. Namun, pertanyaan yang terus bergulir adalah: kapan operasinya benar-benar dimulai? Apakah 2026, atau justru baru pada 2029–2030?

Scroll Keatas
Example 300x450
Scroll Kebawah

Pemerhati kebijakan energi dan pembangunan daerah, Lorentz Weridity, menegaskan bahwa proyek ini harus menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk tidak mengulangi paradigma lama pengelolaan sumber daya alam. “Kita tidak boleh lagi memakai pola ‘keruk, sedot, angkut’ untuk dijual ke luar negeri tanpa menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Kalau gas hanya diekspor, Indonesia berarti lebih memihak industri luar negeri ketimbang industri dalam negeri. Ini bertentangan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.

Ia menekankan, pengawasan ketat dan regulasi matang mutlak diperlukan sejak awal. “Blok Masela harus menjadi momentum emas sekaligus mesin pertumbuhan ekonomi di Tanah Tanimbar dan Maluku, bukan hanya menambah kekayaan pihak luar,” tambah Lorentz.

Tahapan Teknis Masih Panjang

Lorentz menjelaskan, saat ini proyek Blok Masela baru berada pada tahap Front End Engineering Design (FEED), yaitu rancangan detail teknik yang menjadi fondasi kokoh sebelum masuk ke tahap konstruksi. “Tahap ini mendefinisikan proyek secara rinci, termasuk desain fasilitas produksi, infrastruktur pendukung, dan estimasi biaya,” jelasnya.

FEED Blok Masela dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan rekayasa teknik terkemuka dunia yang memiliki reputasi internasional di sektor LNG. Konsorsium ini mencakup Kellogg Brown & Root (KBR), JGC Corporation yang juga berafiliasi dengan INPEX serta Technip Engineering, McDermott, Saipem, Chiyoda, dan Tripatra Engineers. Mereka semua adalah pemain besar yang memiliki jam terbang tinggi dalam membangun fasilitas LNG di berbagai belahan dunia.

Bahkan, beberapa di antaranya pernah menangani proyek raksasa Tangguh LNG di Teluk Bintuni, Papua Barat, yang dioperasikan oleh BP (British Petroleum). Di proyek itu, kilang LNG Train 1, Train 2, dan Train 3 berhasil beroperasi dengan baik, dan kini sebagian perusahaan yang sama dipercaya kembali untuk menggarap Blok Masela.

INPEX sendiri bukan pemain baru. Mereka memiliki pengalaman mengoperasikan Ichthys LNG di Darwin, Australia, yang termasuk salah satu fasilitas LNG terbesar di dunia. “Dengan komposisi tim seperti ini, secara teknis tidak ada keraguan soal kapasitas mereka,” kata Lorentz.

Kapan Operasi Dimulai?

Meski progres teknis berjalan baik (running well), Lorentz mengingatkan bahwa jalan menuju produksi masih panjang. Berdasarkan perkiraan tahapan, Final Investment Decision (FID) kemungkinan baru akan diambil pada 2026. Setelah itu, proses tender dan persiapan konstruksi baru dimulai. Jika semua berjalan lancar, fase konstruksi akan memakan waktu beberapa tahun, sehingga produksi komersial baru bisa dimulai pada kuartal IV 2029 atau awal 2030.

“Kalau ada yang bilang operasional dimulai 2026, itu keliru. Tahun itu paling cepat hanya masuk tahap FID dan persiapan konstruksi,” tegas Lorentz.

PR Besar: Kesiapan Daerah dan SDM

Menurut Lorentz, salah satu faktor penentu kesuksesan proyek ini adalah kesiapan daerah. “Kalau konstruksi dimulai, tenaga kerja lokal harus siap. SDM harus dilatih dari sekarang. Jangan sampai tenaga kerja didatangkan semua dari luar, sementara masyarakat lokal hanya jadi penonton,” katanya.

Ia juga menyoroti perlunya persiapan infrastruktur, regulasi daerah, dan koordinasi antar-stakeholder, mulai dari Kementerian ESDM, SKK Migas, Pemerintah Provinsi Maluku, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, hingga masyarakat adat.

“Semua pihak harus satu suara dan bergerak cepat. Jangan tunggu Jakarta saja yang bergerak. Kalau kita lambat, kita hanya akan jadi penonton di rumah sendiri,” tandasnya.

Potensi Industri Turunan

Lorentz mengingatkan bahwa gas alam dari Blok Masela memiliki potensi ratusan industri turunan. Dari sektor petrokimia hingga amoniak untuk industri pupuk, potensi hilirisasi ini dapat menciptakan ribuan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Ia menyinggung rencana pemerintah untuk membangun fasilitas hilirisasi di Teluk Bintuni, Fakfak, dan bahkan Pulau Yamdena atau Selaru. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, kata Lorentz, telah menyiapkan langkah awal berupa pembebasan lahan dengan masyarakat adat di lokasi-lokasi tersebut.

“Kalau hilirisasi benar-benar diwujudkan, manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Tapi ini semua tergantung pada keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam mengawal proyek ini,” tutup Lorentz. (KN-07)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad