Ambon,Kapatanews.com- Mollucas Corruption Watch (MCW) Seram Bagian Timur menyatakan kekecewaan dan penolakan tegas terhadap pembagian Participating Interest (PI) 10% yang telah diteken antara Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur dan Pemerintah Provinsi Maluku terkait pengelolaan blok migas yang sudah beroperasi puluhan tahun di wilayah tersebut.
Kepada Kapatanews.com Sekretaris MCW SBT, Sabandarlisa Kelilauw,Selasa (2/08/2025) mengatakan kekecewaannya terhadap kesepakatan Pemkab SBT dan Pemrov Maluku
Dirinya menegaskan bahwa yang menjadi sorotan adalah dari total PI 10% tersebut, Kabupaten Seram Bagian Timur—sebagai daerah penghasil—hanya akan menerima 3% sampai 5%, sisanya dikuasai oleh pemerintah provinsi.
Hal ini dinilai tidak adil dan sangat merugikan masyarakat SBT yang selama ini menanggung beban dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari aktivitas migas.
“Ini hasil bumi Seram Bagian Timur. Tapi yang merasakan dampaknya kami, dan yang menikmati hasilnya pihak lain. Kalau hanya diberi 3–5%, itu penghinaan. Pemda dan DPRD SBT seharusnya tidak duduk diam dan menerima, tapi berjuang untuk hak rakyat,” tegas Sabandarlisa Kelilauw
MCW menilai bahwa banyak daerah lain di Indonesia sudah jauh lebih maju dalam memperjuangkan hak atas sumber daya alamnya. Misalnya, ada kabupaten dan kota yang telah berhasil membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola sendiri blok migasnya, bahkan ada yang mampu memperoleh sampai 50% keuntungan dari pengelolaan bersama dengan pemerintah pusat dan swasta.
“Kalau daerah lain bisa dapat 50% atau kelola sendiri melalui BUMD, kenapa SBT tidak bisa? Karena pemimpinnya tidak belajar. Karena DPRD-nya tidak kritis. Ini soal kemampuan bernegosiasi dan keberanian memperjuangkan hak. Jangan terus menerus jadi penonton di atas tanah sendiri,” lanjut Sabandarlisa.
Sabandar menegaskan selaku putra kandung Seram Timur kami menyampaikan protes dan perlawanan terhadap sistem yang timpang ini dengan tuntutan sebagai berikut:
1.Evaluasi menyeluruh terhadap pembagian Participating Interest antara Pemprov Maluku dan Pemkab SBT.
2.Keterlibatan aktif masyarakat sipil, tokoh adat, dan akademisi dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait sumber daya alam.
3.Transparansi penuh terhadap seluruh dokumen dan kontrak kerja sama migas.
4.Dorongan pembentukan BUMD yang profesional agar SBT dapat mengelola sendiri hasil migasnya.
5.Pencabutan izin operasi perusahaan migas yang tidak memberikan manfaat signifikan bagi daerah penghasil.
MCW menegaskan akan terus mengawal isu ini melalui jalur advokasi, hukum, dan pelaporan publik jika ditemukan unsur penyalahgunaan kewenangan, potensi korupsi, atau pengabaian kepentingan rakyat dalam proses pembagian hasil migas ini.(KN-06)