Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
BeritaOpini

Dari Sampah Menjadi Rupiah: Membangun Ekonomi Baru di Kota Ambon.

×

Dari Sampah Menjadi Rupiah: Membangun Ekonomi Baru di Kota Ambon.

Sebarkan artikel ini

Ambo ,Kapatanews.com._ Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, menyimpan pesona sebagai gerbang Indonesia Timur. Namun di balik keelokan teluk dan semarak budaya, kota ini menghadapi persoalan klasik: sampah yang kian menumpuk dan minim dikelola secara produktif. Rata-rata produksi sampah harian Kota Ambon mencapai lebih dan 200 ton per hari, dan sebagian besar hanya diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Toisapu tanpa proses daur ulang yang memadai (DLH Kota Ambon, 2023). Di sisi lain, pengangguran terbuka dan ketergantungan terhadap sektor informal menunjukkan perlunya pendekatan ekonomi baru yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam konteks inilah, pendekatan ekonomi sirkular (circular economy) menjadi tawaran strategis untuk mentransformasikan masalah menjadi peluang dengan mengelola sampah bukan semata sebagai limbah, tetapi sebagai sumber daya ekonomi bernilai. Paradigma “sampah menjadi rupiah bukan sekadar slogan, melainkan strategi pembangunan daerah yang relevan, terutama bagi kota kepulauan seperti Ambon.

Scroll Keatas
Example 300x450
Scroll Kebawah

——

Ekonomi Sirkular dan Potensi Kota Ambon

—–

Konsep ekonomi sirkular berakar pada prinsip mengurangi limbah, menggunakan kembali material, dan mendaur ulang untuk menciptakan nilai baru dalam sistem ekonomi. Dalam laporan Ellen MacArthur Foundation (2020), disebutkan bahwa ekonomi sirkular dapat meningkatkan daya saing ekonomi, membuka lapangan kerja baru, dan mengurangi tekanan terhadap lingkungan. Kota-kota besar seperti Amsterdam, Tokyo, hingga Surabaya telah mulai mengadopsi model ini secara progresif.

Ambon memiliki sejumlah keunggulan yang dapat dimobilisasi dalam kerangka ekonomi sirkular. keberadaan komunitas pemulung dan pengepul, kreativitas pelaku UMKM lokal, serta akses ke dukungan riset dari institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Pattimura. Sampah organik dari pasar dan rumah tangga bisa diolah menjadi kompos atau biogas. Sampah plastik, kertas, dan logam dapat menjadi bahan baku industri daur ulang atau kerajinan kreatif. Bahkan dengan penguatan regulasi, sistem bank sampah digital dapat dimanfaatkan untuk mendorong inklusi keuangan masyarakat bawah.

 

Transformasi: Dari Sektor Informal ke Ekosistem Bisnis Hijau

 

Realitas menunjukkan bahwa sebagian pengelolaan sampah di Ambon masih digerakkan oleh sektor informal. Para pengepul bekerja tanpa jaminan sosial, tanpa dukungan teknis, dan dalam ekosistem yang belum stabil. Transformasi yang dibutuhkan adalah integrasi sektor informal ke dalam rantai nilai industri hijau lokal, melalui skema pelatihan, perizinan mikro, dan insentif fiskal berbasis lingkungan.

 

Kota Surabaya dan Kabupaten Banyumas telah membuktikan bahwa dengan intervensi kebijakan yang tepat, mulai dari edukasi warga, penyediaan infrastruktur kompos, hingga pelibatan UMKM dalam pengelolaan bank sampah, pengurangan volume sampah bisa

 

mencapai hingga 30% dalam lima tahun (UNDP Indonesia, 2022). Ambon dapat belajar dari praktik-praktik ini dan mengadaptasikannya dalam konteks kota kepulauan, dengan mempertimbangkan karakter geografis dan sosial yang khas.

 

Menyiapkan Tata Kelola dan Kemitraan Strategis

 

Transformasi pengelolaan sampah menjadi kekuatan ekonomi memerlukan kerang tata kelola yang visioner. Pemerintah Kota Ambon perlu menyusun peta j pengembangan ekonomi sirkular, dengan prioritas pada tiga aspek: Regulasi pru lingkungan, seperti Perda Pengelolaan Sampah Berbasis Daur Ulang dan Insentif Hijau, Kemitraan multi pihak dengan melibatkan dunia usaha, perguruan tinggi, LSM lingkungan, dan komunitas adat, serta penguatan kapasitas kelembagaan, termasuk pelatihan SDM pengelola sampah dan UMKM daur ulang.

 

Melalui kemitraan publik-swasta (Public Private Partnership), pemerintah kota dapat mengundang investor lokal dan nasional untuk masuk ke sektor industri daur ulang skala kecil-menengah. Hal ini sejalan dengan agenda transisi energi dan ekonomi hijau nasional yang dicanangkan oleh Kementerian Bappenas Ri dan didukung oleh UNESCAP serta World Bank (Bappenas, 2022).

 

Mendorong Masyarakat sebagai Agen Perubahan

 

 

Lebih dari sekadar kebijakan struktural, transformasi ini akan gagal tanpa partisipasi aktif masyarakat. Edukasi publik menjadi kunci: bahwa membuang sampah secara terpilah bukan hanya soal kebersihan, tapi juga investasi ekonomi mikro. Inisiatif lokal seperti program Kampung Iklim, Gerakan Sekolah Bersih, atau Eco-Village dapat menjadi pintu masuk membangun kesadaran kolektif dan budaya baru berbasis ekonomi hijau.

Saatnya Ambon Bangkit lewat Jalan Hijau Transformasi kota bukan hanya dibangun lewat infrastruktur besar, tapi juga melalui perubahan paradigma yang menyentuh kehidupan sehari-hari warganya. Dalam konteks itu, sampah adalah cermin dari cara kita melihat masa depan: sebagai beban yang dihindari atau sebagai peluang yang dikelola dengan cerdas.

Ambon memiliki kesempatan emas untuk membangun model ekonomi baru berbas pengelolaan sampah yang inklusif, hijau, dan berbasis masyarakat. Ketika paradigma “sampah menjadi rupiah dijadikan strategi pembangunan, maka bukan hanyal lingkungan yang akan membaik, tetapi juga martabat ekonomi rakyat akan terangkat. Dari Ambon untuk Indonesia Timur, inilah jalan hijau menuju masa depan.

———————————–

Oleh : Fransiska Natalia Ralahallo, Penulis adalah Dosen FEB Universitas Pattimura/Kepala Devisi DIKLAT & Publikasi limiah INDEPP.

 

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad