Saumlaki, Kapatanews.com – Dugaan kasus perjalanan dinas fiktif (SPPD) di Sekretariat DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) tahun anggaran 2020 senilai Rp12 miliar kembali mencuat ke publik setelah fakta persidangan korupsi di tubuh BPKAD Tanimbar mengungkap adanya pencairan dana tanpa kegiatan yang sah.
Sidang kelima lanjutan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) saat itu terhadap anggaran penanganan Covid-19 di BPKAD KKT tahun 2020 dengan terdakwa Jonas Batlajery menguak informasi mengejutkan.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Ambon, Senin (4/12/2023), Batlajery yang kala itu menjabat Kepala BPKAD mengakui mencairkan dana sebesar Rp12 miliar untuk perjalanan dinas di Sekretariat DPRD KKT.
Pernyataan mantan Kepala BPKAD Kepulauan Tanimbar dalam persidangan itu jelas mengakui bahwa, dirinya telah mencairkan uang sebesar Rp12 miliar untuk perjalanan dinas anggota dan pimpinan DPRD. Tetapi dana itu tidak digunakan sesuai peruntukannya. Pernyataan tersebut disampaikan langsung di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Harris Tewa, didampingi Jaksa Penuntut Umum, penasehat hukum, dan para saksi termasuk dari BPK RI dan Inspektorat.
Menurut Batlajery bahwa meski pemerintah pusat telah melarang perjalanan dinas akibat pandemi Covid-19 pada tahun tersebut, seluruh dana perjalanan dinas tetap dicairkan dan digunakan oleh anggota DPRD.
“Para legislator menerima dana perjalanan, tetapi mereka tidak melakukan perjalanan dinas. Karena itu, laporan pertanggungjawaban SPPD senilai Rp12 miliar adalah fiktif,” akui Batlajery dalam sidang yang turut dihadiri 14 anggota DPRD Tanimbar sebagai saksi.
Namun dalam kesaksian mereka, ke-14 anggota DPRD secara seragam membantah telah menerima uang hasil korupsi atau mengenal Albian Touwelly salah satu saksi yang sebelumnya mengaku mengantar dana ke sejumlah anggota dewan. Mereka menepis tudingan yang menyebutkan adanya aliran dana Rp170 juta ke empat anggota DPRD untuk dibagikan lebih lanjut.
Menanggapi perkembangan kasus ini, salah seorang Aktivis muda Tanimbar Adith Imsula menyerukan agar Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar tidak tinggal diam. Ia meminta kejaksaan segera mengambil langkah hukum untuk menyelidiki dan mengusut tuntas dugaan korupsi SPPD fiktif 12 Milyar ini.
“Kejaksaan jangan hanya diam, ini bukan angka kecil. Uang rakyat Rp12 miliar ini tidak boleh lenyap begitu saja tanpa proses hukum yang adil dan terbuka,” tegas Adith saat diwawancarai, Rabu (6/12/2023).
Ia menilai, pengakuan terdakwa Jonas Batlajery di persidangan merupakan petunjuk hukum yang sangat kuat dan tidak bisa diabaikan oleh aparat penegak hukum. “Ada pengakuan resmi di dalam ruang sidang, yang tentu bisa dijadikan dasar bagi Kejari Saumlaki untuk membuka penyelidikan baru,” tambahnya.
Adith juga menegaskan bahwa praktek korupsi berjamaah yang terus terjadi di Tanimbar harus dihentikan agar daerah ini tidak terus dirusak oleh kepentingan segelintir elite.
“Ini bukan semata soal uang, tapi soal moralitas dan masa depan daerah ini. Kalau kasus seperti ini dibiarkan, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada lembaga legislatif maupun eksekutif,” tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan Nikolas Ngeljaratan, tokoh masyarakat Tanimbar dan mantan Kepala Perwakilan Provinsi Maluku di Jakarta. Ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turut memantau dan mendalami dugaan korupsi dalam bentuk perjalanan dinas fiktif tersebut.
“Keterangan Jonas Batlajery harus ditindaklanjuti. Uang negara Rp12 miliar bukan jumlah yang kecil dan patut diduga masuk ke kantong pribadi atau dinikmati secara kolektif. Harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum baik di tingkat daerah maupun pusat,” ujarnya.
Ngeljaratan mengingatkan bahwa membiarkan dugaan korupsi seperti ini tanpa penindakan akan memberikan preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di daerah. “Tanimbar harus disembuhkan dari penyakit korupsi. Tidak boleh ada kompromi terhadap para penikmat uang haram. Hukum harus ditegakkan,” tutupnya.
Dengan terungkapnya pengakuan Batlajery dalam persidangan dan desakan masyarakat sipil, sorotan kini tertuju pada Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar. Publik menantikan keberanian dan integritas aparat hukum untuk menindak lanjuti kasus yang menyeret nama-nama besar di tubuh DPRD Tanimbar itu.
Jika tidak ada langkah hukum yang tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum akan tergerus. Kasus ini akan menjadi ujian serius bagi komitmen pemberantasan korupsi di wilayah perbatasan seperti Kabupaten Kepulauan Tanimbar. (KN-07)