Saumlaki – Kapatanews.com – Satuan Polairud Polres Kepulauan Tanimbar bergerak kilat membongkar jaringan hitam peredaran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ilegal yang disinyalir menjadi “urat nadi” kapal-kapal pencari teripang ilegal di perairan Australia. Aksi ini menyeret nama-nama pelaku yang diduga selama ini menjadi penggerak bisnis kotor di laut perbatasan.
Penyelidikan awal mengungkap adanya praktik peminjaman dana kepada pihak tertentu untuk membeli solar di titik penyaluran resmi, yang kemudian dialirkan ke kapal-kapal ilegal lintas negara. Skema ini membentuk rantai pasokan terorganisir yang menyalahgunakan BBM bersubsidi demi menopang operasi penangkapan sumber daya laut ilegal di wilayah perbatasan.
Ipda Reimal dalam keterangannya kepada Kapatanews.com mengatakan, BBM subsidi tersebut diduga keras digunakan untuk mengoperasikan kapal pemburu teripang yang memasuki perairan Australia. Ini bukan sekadar pelanggaran ringan. Ini adalah tindak pidana berlapis yang menyeret hukum nasional dan internasional sekaligus.
Ketua KNPI Kepulauan Tanimbar Lukas Samangun menyebut praktik ini sebagai ancaman serius bagi kedaulatan negara. “Kalau dibiarkan, ini membuka jalan bagi kejahatan lintas batas yang jauh lebih besar. Mafia laut seperti ini harus dibabat sampai akar,” tegasnya.
Dari kacamata hukum nasional, para pelaku diduga melanggar Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah oleh UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang melarang pengangkutan, penyimpanan, dan perdagangan BBM tanpa izin. Hukuman maksimalnya mencapai 6 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Jika terbukti digunakan untuk menangkap teripang di perairan Australia, jerat hukum bertambah berat. Pasal 94 ayat (1) dan (2) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan mengancam hukuman 6 tahun penjara dan denda hingga Rp20 miliar bagi yang menangkap ikan di wilayah perikanan negara lain tanpa izin.
Karena menyentuh yurisdiksi Australia, potensi penerapan hukum internasional terbuka lebar. Indonesia–Australia memiliki perjanjian penegakan hukum laut yang memungkinkan ekstradisi atau penuntutan ganda. Dengan kata lain, para pelaku bisa dijerat dua kali: di pengadilan Indonesia dan Australia negara yang dikenal tegas menghukum pelanggar perbatasan laut.
“BBM subsidi ini bukan milik mafia. Ini hak rakyat kecil. Mereka mencurinya, menjualnya, lalu memanfaatkannya untuk menguras laut negara lain. Itu perampokan subsidi negara sekaligus mempermalukan nama bangsa,” kata Samangun dengan nada keras.
Praktik mafia ini juga merampas jatah nelayan lokal di Tanimbar. Dengan kuota subsidi terbatas, setiap liter yang dibawa lari mafia sama artinya dengan mematikan mata pencaharian warga pesisir.
Polairud Tanimbar memastikan tidak ada ruang bagi sindikat semacam ini. “Siapapun yang bermain BBM subsidi untuk kejahatan lintas negara akan dipangkas habis. Laut kita bukan surga mafia,” tandas Samangun.
Langkah cepat Polairud menuai dukungan penuh dari KNPI Kepulauan Tanimbar. “Kami bangga aparat bergerak tanpa ragu. Ini harus jadi pukulan telak yang mematahkan nyali siapa pun yang mau coba-coba,” tegas Samangun.
KNPI menegaskan, penindakan ini adalah keberpihakan nyata pada rakyat kecil. “BBM subsidi itu untuk nelayan lokal, bukan untuk kapal ilegal yang bahkan tak hormati batas negara. Kami berdiri di belakang Polairud dan mendesak hukuman seberat-beratnya bagi pelaku,” ujarnya.
Kasus ini menjadi alarm keras: Kepulauan Tanimbar bukan sarang mafia laut. Dengan dukungan masyarakat dan kerja sama internasional, setiap celah pengkhianatan terhadap bangsa akan ditutup rapat.
“Pesan Polairud Tanimbar jelas: siapa pun yang bermain api dengan BBM subsidi dan perairan negara lain, bersiaplah terbakar oleh hukum,” tutup Samangun. (KN-07)