Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Berita

Konflik Pulau Seira Memanas, Lima Pemdes Bersitegang dengan Marga Lololia–Wuritimur

×

Konflik Pulau Seira Memanas, Lima Pemdes Bersitegang dengan Marga Lololia–Wuritimur

Sebarkan artikel ini
Oplus_16908288

Saumlaki, Kapatanews.com – Konflik horizontal kembali memanas di Pulau Seira, Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Persoalan ini melibatkan lima pemerintah desa se-Pulau Seira dengan Marga Lololia–Wuritimur terkait keberadaan nelayan andon di petuanan Ngorafruan. Kehadiran nelayan andon berdampak langsung pada nelayan lokal dan masyarakat adat yang membudidayakan rumput laut di kawasan tersebut.

Tidak hanya masyarakat yang terdampak, pemerintah desa se-Pulau Seira juga tidak dapat memungut retribusi sesuai peraturan desa (Perdes), lantaran sebagian hasil pungutan telah diambil masyarakat yang terdampak. Kondisi ini memicu konflik kepentingan antara pemerintah desa dan keluarga Lololia–Wuritimur.

Scroll Keatas
Example 300x450
Scroll Kebawah

Hasil investigasi wartawan media ini, pada 9 Agustus kemarin, rapat terbuka yang digelar oleh Pemerintah Desa Lima Satu Seira di alun-alun Desa Temin yang dimoderatori oleh Tofris Reslanit selaku Plt. Kepala Desa Kamatubun itu, dihadiri oleh lima pemerintah desa se-Pulau Seira, masyarakat setempat, dan marga Lololia–Wuritimur. Tujuannya untuk meminta kejelasan apakah Pulau Seira merupakan milik pribadi atau milik masyarakat Lima Satu Seira.

Ngorafruan berdasarkan sejarah dari zaman leluhur yang sejak dahulu menetap di situ, dianggap sebagai kampung lama marga Lololia–Wuritimur yang hingga kini masih dikuasai kedua marga tersebut. Mereka tersinggung dengan informasi yang disampaikan melalui pengeras suara yang menyebut adanya oknum tertentu mengklaim Pulau Seira sebagai milik pribadi, mulai dari Ujung Ngurtutul hingga Ngolin Tutul.

Suasana rapat sempat memanas akibat interupsi dari Nikson Lartutul, SH, kuasa hukum marga Lololia–Wuritimur. Ia meminta pemerintah desa menjawab secara jelas siapa oknum yang mengklaim Pulau Seira, namun tidak mendapat jawaban. Hal ini memicu protes keras. Pemerintah desa kemudian mempersilahkan perwakilan dari masing-masing desa menyampaikan pendapat terkait kepemilikan Pulau Seira, apakah milik pribadi, mata rumah tertentu, atau masyarakat Lima Satu Seira.

Dalam pembahasan rapat negeri itu, seluruh masyarakat mengakui bahwa Pulau Seira adalah milik masyarakat Lima Satu Seira dan dikuasai untuk makan bersama, tidak untuk pribadi atau mata rumah tertentu.

Salah satu tokoh sentral masyarakat Seira, Agus Wuritimur, mempertanyakan, mata rumah mana atau keluarga mana yang menyatakan bahwa Pulau Seira dari sebelah timur atau sebelah barat mulai dari Ujung Ngurtutul sampai ke Ngolin Tutul adalah milik perorangan? “Setahu saya bahwa Pulau Seira adalah milik masyarakat Lima Satu Seira,” ucapnya tegas.

Nikson Lartutul, SH, kuasa hukum marga Lololia–Wuritimur, saat diwawancarai wartawan media ini menjelaskan, “Yang pertama saya dudukkan adalah bahwa momen ini sebenarnya merupakan cara dan trik dari pemerintah desa untuk menyembunyikan diri dari persoalan yang terjadi. Kenapa demikian? Karena yang pertama, ada pengumuman resmi kepada seluruh masyarakat untuk berkumpul, sebab ada pribadi dan kelompok tertentu bisa saja marga atau mata rumah yang mengklaim bahwa Seira ini milik mereka. Terhadap substansi ini, maka seluruh rakyat Seira hadir di sini. Namun kenyataannya, substansi pembahasan ini berbeda dari topik awal. Kami menanyakan ini berulang kali, tetapi dua sesi tidak dijawab padahal itu akar masalahnya.

Akibatnya, ini merupakan penyampaian berita bohong yang membuat suasana menjadi onar di Seira. Begitu ditanyakan, mereka tidak mau menjawab. Karena itu, saya tegaskan bahwa saya, selaku masyarakat Seira, akan memproses hukum semua orang yang menyelenggarakan rapat ini, sebab akibat informasi ini suasana menjadi onar.

Sekali lagi saya tegaskan, ini perbuatan melawan hukum. Ini cara untuk memecah belah Lima Satu Seira. Mereka bertanggung jawab untuk mengklarifikasi kepada rakyat, mata rumah mana yang mengklaim bahwa Pulau Seira adalah miliknya. Itu hoaks dan penyebaran berita bohong. Saya menduga ini disiasati untuk menutupi kejahatan mereka. Kejahatan dalam hal apa? Ini kan proses hukum sudah berjalan.”

Saat ditanya apakah akan menempuh jalur perdata terkait hak kepemilikan Pulau Seira, Nikson menjawab, “Saya tidak berniat menggugat siapa pun. Dalam kaitan profesi pengacara, saya mendampingi karena ada panggilan dari Polres dengan dasar laporan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh klien saya. Dalilnya dari lima kepala desa. Di lain sisi, laporan yang ditujukan kepada dua klien saya dipastikan tidak akan memenuhi unsur pidana, dan saya akan melakukan laporan balik terkait laporan palsu.”

Kades Weratan, Wilzon Layan, selaku koordinator kepala desa, menanggapi pernyataan Nikson Lartutul selaku kuasa Marga Lololia-Wuritimur dan sekaligus menjawab pertanyaan dari Agus Wuritimur. Ia menegaskan bahwa terkait siapa yang mengklaim Pulau Seira sebagai petuanan, hal tersebut sudah tertulis dalam kwitansi yang menyebutkan Petuanan Ngorafruan.

Lebih lanjut Layan menjelaskan Mengenai dampak di lokasi kebun Ngorafruan, ia mengatakan bahwa hal itu sudah dibahas bersama. “Kami, dari masing-masing desa, telah memberikan uang sebesar Rp 2juta untuk membuat pondasi di kebun Ngorafruan. Kami juga menyetor Rp2 juta kepada kebun Watwalwulin untuk perbaikan sumur,” ungkapnya.

“Itu merupakan faktor penyelamatan utama bagi warga masyarakat yang ada di tempat itu,” tambahnya.

Ia juga menyoroti soal uang sirih pinang yang harus dibahas melalui musyawarah seperti ini. Dana tersebut telah dibagikan kepada masing-masing desa untuk diatur penggunaannya, dan musyawarah akan dilakukan di desa masing-masing guna menentukan peruntukannya.

“Untuk diketahui oleh masyarakat Lima Satu Seira, di Negeri Botavi ini, kami ingin mendapatkan kepastian bahwa Pulau Seira, mulai dari ujung Ungurtutul sampai ujung Ngolin Tutul, laut sebelah timur dan sebelah barat, seluas hamparan meti bagian timur Wuriaru dan hamparan meti bagian timur, sudah dijawab bahwa semuanya adalah milik masyarakat Lima Satu Seira,” tandasnya.

Kuasa hukum pemerintah desa, Ruben Matruty, SH, menanggapi pernyataan Nikson. “Terkait rapat negeri yang digelar siang hari ini, kami hanya ingin mengetahui apakah Pulau Seira dari Tanjung Ngurtutul sampai Ngolin Tutul milik masyarakat Lima Satu Seira atau oknum-oknum marga tertentu. Ternyata setelah rapat ini berjalan, kami mengetahui jawabannya bahwa Pulau Seira, baik darat maupun laut, adalah milik bersama.

Berkaitan dengan tantangan dari kuasa hukum marga Wuritimur–Lololia yang akan memenjarakan kelima pemerintah desa, kami siap. Intinya, kami tetap membela kebenaran. Mereka tetap menuntut agar kami menyebut oknumnya, tetapi proses hukum sedang berjalan dan belum ada kepastian bahwa dia salah atau tidak. Jadi saya berpendapat, demi menghindari timbulnya masalah hukum baru terkait pencemaran nama baik, oknum-oknum tersebut tidak bisa disebutkan di forum umum. Kita harus menjaga etika dan nama baik.”

“Jadi terserah mereka mau proses hukum sampai di mana pun, kami tetap mendukung klien kami dan tetap mendukung masyarakat Lima Satu Seira,” tambahnya.

Kuasa hukum lainnya, Hernanto Permelay, SH, juga memberikan tanggapan. “Saya kira saya memulai dengan satu pernyataan: jangan ajari ikan berenang di laut. Pernyataan rekan saya Nikson Lartutul itu pertanyaan yang ingin menjebak klien kami. Kami tidak gentar, tidak panik sama sekali.

Terkait dugaan pungutan liar yang dilakukan klien Nikson, itu adalah dugaan tindak pidana dan kami sudah sepakat akan membuat laporan resmi kepada pihak kepolisian. Kalau klien dari Pak Nikson mendalilkan adanya surat atau hak kepemilikan terhadap petuanan itu, silakan buktikan di ranah hukum. Negara kita adalah negara hukum, ada mekanismenya, ada prosedurnya. Jika beliau merasa kuat dengan bukti-bukti yang dikantongi, saya tantang Nikson untuk memproses secara perdata.”

Sementara itu, Noce Faumasa, SH, yang juga selaku kuasa hukum pemerintah desa Lima Satu Seira, membantah pernyataan Nikson. “Kalau kuasa hukum keluarga Lololia–Wuritimur mau melapor balik, itu hak mereka. Namun, rapat negeri Lima Satu Seira tadi sudah jelas menegaskan bahwa satu Pulau Seira, mulai dari Ngurtutul sampai Ngolin Tutul, adalah milik masyarakat Lima Satu Seira. Masyarakat Seira Blawat memberikan kepercayaan kepada kami untuk membuat laporan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh dua oknum marga tertentu, dan laporan itu sudah kami lakukan.”

Konflik di Pulau Seira menunjukkan tarik-menarik klaim kepemilikan antara masyarakat adat Lima Satu Seira dan marga Lololia–Wuritimur yang sama-sama berpegang pada argumen sejarah dan hukum. Rapat negeri 8 Agustus belum menghasilkan kesepakatan bersama, justru memperlihatkan semakin kerasnya perbedaan posisi kedua belah pihak. Proses hukum yang sudah berjalan akan menjadi penentu, namun ketegangan di lapangan berpotensi berlanjut jika tidak ada upaya mediasi yang melibatkan semua pihak secara netral. (KN-07)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad