Saumlaki, Kapatanews.com – Mantan Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), James Ronald Watumlawar, atau yang akrab disapa Rony, menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada mantan Pj Bupati KKT, Dr. Alawiyah Fadlun Alaydrus, SH, MH, beserta suami dan keluarga besarnya. Permintaan maaf ini terkait pesan WhatsApp bernada emosional yang pernah ia kirimkan, yang diakuinya telah menyinggung dan melukai perasaan keluarga tersebut.
Dalam klarifikasinya, Rony menjelaskan bahwa pesan tersebut dikirim dalam suasana hati yang memuncak, di mana ia terlalu bersemangat menanggapi urusan birokrasi di KKT.
“Ya benar, saya telah mengirim pesan WhatsApp kepada beliau dan suami dengan nada yang agak kasar, bahkan sedikit mengancam. Saat itu saya terbawa emosi, sehingga perkataan saya keluar tanpa pertimbangan yang bijak,” ujarnya dengan nada menyesal.
Ia mengakui perbuatannya tidak etis, terlebih dilakukan terhadap seorang pimpinan daerah dan keluarganya. Rony menyadari bahwa sebagai bawahan, seharusnya ia mampu menjaga sikap, apalagi komunikasi yang dilakukan melalui media elektronik bisa meninggalkan jejak yang panjang.
“Saya sungguh menyesal telah memperlakukan Ibu mantan Pj Bupati dengan cara yang tidak pantas. Saya percaya, setiap persoalan selalu ada jalan keluarnya, dan permintaan maaf adalah langkah awal untuk memperbaiki hubungan,” ungkapnya.
Rony pun menyampaikan maaf tidak hanya kepada Dr. Alaydrus dan suami, tetapi juga kepada keluarga besar mereka, baik yang berada di Ambon maupun di Tanimbar. Ia juga menegaskan penyesalan mendalam kepada para sahabat, rekan kerja, dan pihak-pihak yang mungkin terdampak oleh ucapannya.
“Dalam kesempatan ini, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang merasa dirugikan akibat pernyataan saya. Saya berjanji untuk tidak mengulangi hal seperti ini, baik kepada siapapun maupun dalam kondisi apapun,” tegasnya.
Sebagai bentuk keseriusan, Rony berencana mendatangi langsung kediaman keluarga Dr. Alawiyah, baik di Kota Ambon maupun di Desa Atubul Da, Kecamatan Wertamrian, KKT. Langkah ini menurutnya bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari penghormatan yang tulus.
Lebih dari itu, Rony mengungkapkan niatnya untuk menjalani prosesi adat Popotsoun atau “angkat muka”, sebuah tradisi masyarakat Tanimbar yang dilakukan ketika seseorang melakukan kesalahan terhadap saudara perempuan.
“Sebagai anak adat Tanimbar, saya merasa perlu menempuh jalan adat ini. Sebelumnya saya sudah beberapa kali mencoba bertemu Ibu mantan Pj, tetapi mungkin karena kesibukan beliau, proses adatnya belum tuntas,” tutur Rony dengan suara terbata-bata.
Permohonan maaf ini disampaikan di tengah kondisi kesehatan Rony yang tidak prima. Ia diketahui masih menjalani perawatan intensif di Ambon akibat sakit yang dideritanya sejak 2024. Meski begitu, ia tetap berusaha menyampaikan permintaan maaf secara terbuka demi mengakhiri kesalahpahaman yang terjadi.
Rony berharap besar agar Dr. Alawiyah, suami, dan seluruh keluarga dapat menerima permintaan maafnya. Baginya, hubungan kekeluargaan dan persaudaraan jauh lebih penting untuk dijaga, apalagi di daerah yang masyarakatnya saling terhubung erat seperti Tanimbar.
“Saya ingin hubungan ini kembali harmonis seperti semula. Kesalahan saya adalah pelajaran berharga, dan saya tidak ingin terulang lagi,” katanya.
Sebelumnya, Rony sempat mengirimkan pesan WhatsApp dengan nada mengancam kepada Dr. Alawiyah yang saat itu masih menjabat sebagai Pj Bupati KKT. Pesan tersebut juga menyeret nama suami Dr. Alaydrus dalam nada serangan yang sama. Tindakan itu kemudian memicu laporan polisi ke Polres Kepulauan Tanimbar sejak 2024 dan hingga kini masih berproses secara hukum.
Kasus ini menjadi sorotan publik, bukan hanya karena melibatkan dua tokoh birokrasi KKT, tetapi juga karena menyentuh ranah etika komunikasi pejabat daerah. Banyak pihak menilai permintaan maaf terbuka Rony bisa menjadi contoh positif, bahwa di tengah proses hukum, upaya rekonsiliasi dan penghormatan adat tetap dapat dilakukan.
Hingga berita ini diturunkan, Dr. Alawiyah maupun keluarganya belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan maaf tersebut.
Langkah Rony untuk meminta maaf secara terbuka dan siap menjalani prosesi adat Tanimbar menjadi pengingat bahwa nilai-nilai kearifan lokal masih memiliki peran penting dalam menyelesaikan konflik personal di tengah masyarakat. Meski proses hukum tetap berjalan, semangat untuk memperbaiki hubungan melalui jalur kekeluargaan patut diapresiasi.
Dengan harapan besar bahwa tali persaudaraan dapat kembali dirajut, Rony menutup klarifikasinya dengan doa agar semua pihak dapat memaafkan dan bersama-sama menjaga harmoni di Bumi Duan Lolat. (KN-07)