Ambon,Kapatanews.com. .. “Tiada orang suci tanpa masa lalu, Tiada pendosa tanpa masa depan”…….
Kata-kata filsuf tanah Hindustan Sri Hadaikhan Babaji ini rasanya cukup relevan guna mendeskripsikan perjalanan seorang anak berperangai nakal yang dikemudian hari menjelma menjadi “Penjala Manusia” di Rimba Pulau Buru.
” Waktu beta tambus di teologia UKIM, awalnya mama larang mati-mati jang kuliah Pendeta karena menurut mama orang jahat seng bisa jadi Pendeta” kenangnya 1 april 2025 lalu diatas KM Pangrango menuju Ambon dari Namrole.
Diatas lautan teduh antara pulau Buru dan Ambon itu, dirinya kembali mengingat ucapan sarat nada pesimisme Ibu kandungnya mendiang Enggelina Solisa pada tahun 1993.
Masa muda Pendeta yang dulunya latihan tinju di sasana Teko Lewaherilla,Batu Gajah Ambon ini memang dipenuhi stigma nakal dan sangat disegani oleh orang-orang dilingkungannya.
Pernah sekali, waktu musibah tenggelamnya KM Biru Berlian awal tahun 1991 di perairan tanjung Alang, salah seorang adiknya yang jadi penumpang kapal motor naas itu terpaksa harus berenang menyelamatkan nyawanya bersama 4 buah celana kain levis merk Amco pesanan sang kakak (Maku).
Pada akhirnya, kisah Saulus dari Tarsus yang berlumuran dosa menjadi Rasul Paulus dalam cerita Injil, sudah cukup rasanya untuk menjelaskan bahwa memang tiada orang suci tanpa masa lalu, dan tiada pendosa tanpa masa depan sebagaimana termaktub pada paragraf pembuka diatas.
Dia lulus Sekolah Pendidikan Guru (SPG) tahun 1985 di Ambon, karena belum ada pengangkatan Guru membuatnya harus jauh-jauh ke Jakarta selama hampir 6 Tahun.
Selama di Ibukota yang kejamnya pernah difilmkan melebihi kejamnya ibu tiri itu, Maku turut malang melintang di dunia “tagih menagih” alias deppcollector.
Tahun 1991, dia sempat balik dengan alasan ambil ijasah SPG-nya itu di Ambon. kala hendak balik ke Jakarta, dirinya dilarang oleh ibu kandungnya karena ketegangan global akibat perang teluk Irak-Iran.
Sehingga niatnya itu diurungkan, Tahun itu juga dirinya sempat mengisi waktu dengan bekerja sebagai tenaga harian bidang instalasi di PLN Labuang, Namrole (waktu itu Dati II Maluku Tengah).
Tahun 1993 saat mau ikut tes pengangkatan pegawai PLN di Ambon, terjadi penundaan pengangkatan pegawai pada BUMN itu dari jadwal semula bulan Juli ke Oktober.
Dari penundaan itu, hadirlah satu Blessing in Disguisse. dirinya yang sering mendengar cerita bangku kuliah dari adik-adiknya di Batu Gajah,Ambon. memutuskan mendaftar kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pattimura dan Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM).
Panggilan sejarah dan maksud ilahi pada akhirnya menghendaki Maku untuk lolos masuk fakultas Theologi UKIM. jadi pendeta yang sarat riwayat memenangkan banyak jiwa untuk mengenal dan jadi pengikut Kristus di Tanah Bupolo, Pendeta Penjala Manusia.
*****
Sasi Sopi Yang Menghidupkan Sebuah Jemaat Kecil Di Kaki Bukit.
——————-
Max Markus Lesnussa namanya, selamanya akan selalu melekat dengan sosok berperangai keras.
Tahun 2000, waktu dirinya sementara menjalani masa vikariat di jemaat GPM Waeken( waktu itu kecamatan Leksula, Kabupaten Buru).
Vikaris muda ini melakukan sasi sopi usai memimpin ibadah minggu di jemaat kecil dikaki perbukitan yang saat itu mungkin hanya dihuni 4 kepala keluarga.
” Katong ini seng bisa bikin sopi dan minum sopi disini dari tahun 2000, Pendeta Maku Lesnussa sasi Sopi disini, sampe sekarang belum ada yang berani cabut sasi itu” Ucap mantan Kades Waeken Panus Teslatu suatu kali.
Panus mengisahkan prosesi sasi ala Pendeta Maku dengan amat detail.
” Antua turung dari mimbar abis ibadah, langsung ambe sageru 1 botol lalu gale lobang di muka gereja ini (Gereja Tua Waeken) tanam akang dan berdoa hebat-hebat dimuka gereja ini” Tutur Panus Teslatu yang saat itu tengah jadi majelis Jemaat GPM Waeken.
Sasi sopi Ala Pendeta Maku itulah yang secara religius dipercaya telah berhasil membawa negeri Waeken berkembang.
“katong disini dolo negeri basar, salah satu negeri tua di Buru ini tapi karena minuman akhirnya orang brutal lalu negeri ini hampir bubar karena banyak orang lari tidak mau tinggal disini, untung pendeta Maku sasi minuman la sampe sakarang ini negeri Waeken berkembang dan sangat maju. Dari 4 kepala keluarga (KK) tahun itu sampe sekarang su amper 50 KK ini” kata Panus Teslatu suatu kali di tahun 2022.
*****
Maku Membaptis Dan Spesialis Jemaat Pekabaran Injil (PI).
———————
Meskipun tahun 1993 bermodalkan semangat coba-coba saat masuk Fakultas Theologia,UKIM,Ambon. Maku akhirnya sudah menorehkan riwayat yang gemilang dalam ziarah kependetaannya.
” Beta su 24 tahun lebih jadi pendeta GPM, 22 Tahun tugas cuma di tanah Buru ini, Beta ditahbiskan sebagai Pendeta itu tanggal 3 Februari 2001 di Gereja Maranatha oleh ketua Sinode GPM Pdt I.W.J Hendriks” Maku bercerita diburitan KM Pangrango Senin Lalu (1/04/2025).
Siang itu (1/04/2025) ,Diantara hembusan angin laut yang bersemilir menghempas buritan Kapal Pelni itu pula cerita Pendeta yang dikenal sebagai spesialis pembaptis penganut agama suku asli Buru menjadi pengikut Kristus ini terus berkumandang dan meneroka kemana-mana.
“Beta penugasan jadi pendeta pertama kali di jemaat Batu Karang sebagai Ketua Majelis Jemaat, saat itu masih banyak warga Batu Karang yang menganut agama suku asli pulau Buru (Hindu Buru). Awalnya ada 12 orang baptis, dalam pelayanan selama 4 Tahun di Batu Karang berkembang dari 32 anggota jemaat menjadi 125 orang anggota jemaat”. Ungkapnya mengenang.
Diriwayatkan pula kependetaannya itu ” Sesudah Batu Karang, beta bertugas di Jemaat GPM Slealale selama 6 tahun dari 2005 sampai 2011. Abis itu pimpin Jemaat GPM Waimulang dari 2011 sampai 2015. Pindah lagi ke Jemaat Namrinat 2015 sampai 2020. Lalu tahun 2021-2022 di jemaat Pekabaran injil ratawano, kilo 9 namrole. deng 1 tahun tugas di jemaat PI Nafrua dan Ukalahin” Pdt Maku Berkisah.
Dia memang satu-satunya pendeta spesialis memenangkan jiwa di kantong-kantong masyarakat adat yang kokoh memegang agama asli Buru (Hindu Buru) dan membentuk jemaat pekabaran injil (PI).
Diantaranya Jemaat PI Walmatina (Buru) Jemaat PI Ratawano, Jemaat PI Nafrua (Buru), Jemaat PI Walafau (Bursel), Jemaat PI Ukalahin (Buru), jemaat PI Modan Mohe (Buru), dan jemaat PI Mesayang (Buru).
*******
Bermandi Sukacita Ditengah Tantangan Pelayanan
—————–
Dirinya mengungkapkan bahwa ada sukacita tersendiri dihati dan perasaannya ketika ada seseorang bersedia menerima Injil dan menjadi jemaat GPM baru.
” Sukacita paling besar dalam pelayanan itu apabila ada satu orang mau tarima Injil dan bersedia dibaptis sebagai pengikut Kristus, jadi warga jemaat GPM. itu rasa bahagia yang tidak bisa diukur dengan apapun di Dunia ini ” Ucapnya Senin (1/04/2025) lalu.
Diakuinya bahwa memang ada banyak tantangan yang dihadapi dalam misi pelayannya.
” Tantangan banyak sekali mulai dari topografi alam pulau Buru, jangkauan yang sulit, serta kuatnya masyarakat memegang tradisi khususnya dikalangan pemangku adat” tuturnya diatas Buritan KM Pangrango.
Namun diakuinya bahwa selalu ada cara Tuhan untuk memenangkan misinya.
” Tuhan selalu punya cara demi kelancaran misinya, sebagai hambanya beta selalu melakukan pendekatan secara sosial, adat istiadat, gunakan bahasa buru. Bila mereka alami kesulitan maka beta harus cepat-cepat membantu” kisahnya.
Diterangkan pula olehnya bila ada persoalan berat seperti pembunuhan, masalah sengketa tanah atau lahan maka dirinya harus berperan aktif sama-sama menyelesaikannya.
” Demikian pula saat mereka sakit maka kita harus membantu lewat obat-obatan, bahkan bila perlu kita bawa ke RS. Intinya kita memuliakan hidup mereka dengan sentuhan berarti misalnya bantuan pakaian layak pakai. Tapi diatas segalanya adalah doa kepada Tuhan karena biarpun hati mereka sekeras apapun tapi Tuhan sanggup meluluhlantakannya untuk terima injil” ucapnya lirih bersaksi.
Pendeta putera asli negeri Fakal di kaki Gunung Eprarat, Fena Fafan, Buru selatan ini sekarang sudah masuk jadi staff di Biro Pekabaran Injil Sinode Gereja Protestan Maluku, 2 tahun ke depan dirinya akan emeritus.
Dia memang tak lagi menantang ganas gelombang perairan pulau Buru, berjalan kaki ratusan kilo, menumpang kendaraan truk pengangkut batangan kayu meranti perusahan logging.
Lelaki yang lahir di Labuang, Namrole,Buru Selatan pada 12 April 1967 ini, tak lagi memacu motor bebek tuanya di atas aspal jalan nasional pulau Buru untuk menemui jemaat Pekabaran Injil yang telah dibentuk olehnya di tapal batas pedalaman Buru – Buru Selatan.
Namun warisan pekabaran injilnya itu terus hidup, jemaat-jemaat Pekabaran Injil bentuknya terus berkembang hingga sekarang.
5 Desember 2022, Ketua Sinode Pendeta Elifas Tomix Maspaitela dalam ibadah buka kerja di kantor Sinode GPM Ambon, menyebutnya sebagai Rasul Paulus Abad 21 untuk GPM – Max Paulus XXI Lesnussa. Sedangkan Pendeta “cendekia” Rudi Rahabeat menyebutnya Yesaya-Yesaya Baru, Rasul Paulus Abad 21.
Saya pun jadi ingat sebuah cerita lama dari bawah rindang pohon mangga halaman Baileo Oikumene, Ambon. Tentang Visi Misi Tuhan di Dunia ini cuma satu yaitu ” Pergilah, Jadikanlah Semua Bangsa Muridku”.
Tidak ada yang lain, apalagi yang rumit-rumit.
Maku Menanam, Apolos Menyiram, tetapi Allah Yang Memberi Pertumbuhan.
Selamat Hari Minggu, Opo Bastotak Kita Hansiak. (KN03).