Saumlaki, Kapatanews.com – Kejahatan kehutanan kembali mencoreng wajah Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada seorang pengusaha kayu pesisir bernama Nurdin Lawoli, yang diduga kuat menjadi dalang di balik praktik penimbunan tumor kayu ilegal secara sistematis di luar Tempat Penimbunan Kayu (TPK) resmi.
Penimbunan puluhan kubik kayu langka jenis linggua ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi di wilayah Larat, Kecamatan Tanimbar Utara, tanpa dokumen sah dan rencana pengangkutan legal. Sumber terpercaya menyebutkan, kayu tersebut telah dimuat hari ini menggunakan armada laut menuju luar daerah, dalam operasi pengangkutan kapal.
Tumor Kayu Langka Diselundupkan Diam-diam
Tumor kayu, terutama dari pohon linggua, dikenal sebagai komoditas bernilai tinggi yang sering digunakan dalam pembuatan mebel mewah dan kerajinan tangan. Namun kelangkaannya telah menjadikan kayu ini sebagai incaran utama jaringan bisnis gelap, yang tak segan merusak ekosistem demi keuntungan pribadi.
“Kayu-kayu ini tidak ada SKSHH, tidak ada barcode, dan tidak masuk dalam sistem TPK legal. Ini pelanggaran berat dan mengarah ke tindak pidana kehutanan,” ungkap seorang pejabat dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku yang enggan disebut namanya karena alasan keamanan.
Dari dokumen yang diperoleh, lokasi penimbunan tidak terdaftar di sistem online wood tracking, dan kayu tersebut diperkirakan berasal dari kawasan hutan adat tanpa izin pemanfaatan hutan produksi atau konservasi.
Dijerat Hukum Berat: Ancaman Penjara dan Denda Miliaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Permenhut P.43/Menhut-II/2014 tentang tata kelola hasil hutan kayu, aktivitas seperti yang dilakukan oleh Nurdin Lawoli termasuk kejahatan serius.
“Pasal 87 dan Pasal 94 UU tersebut menyebutkan, siapa pun yang menimbun, mengangkut, atau memperdagangkan hasil hutan tanpa dokumen sah dapat dihukum pidana penjara antara 1 hingga 5 tahun dan dikenakan denda mulai dari Rp500 juta hingga Rp2,5 miliar,” tutur salah satu praktisi Hukum yang meminta dirahasiakan identitasnya.
Selain sanksi pidana, pelaku juga bisa dijatuhi sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha, penyitaan seluruh barang bukti, dan pemblokiran aktivitas usaha melalui sistem SIPUHH online (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan).
Polisi Diminta Segera Bertindak
Menurut informasi terakhir, Dinas Kehutanan Provinsi Maluku telah menerima laporan lengkap dari masyarakat berupa dokumentasi lapangan, foto-foto kayu yang ditimbun, serta titik koordinat GPS lokasi kejadian. Laporan resmi juga telah disiapkan untuk dilayangkan ke Polres Kepulauan Tanimbar.
“Kami sudah pegang bukti cukup. Sekarang tergantung aparat hukum, mau profesional atau tidak. Karena kalau ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk bagi seluruh pemegang izin legal,” tegas sumber dari Dinas.
Sejumlah aktivis dan tokoh adat Tanimbar juga menyatakan keprihatinannya atas maraknya praktik pembalakan liar yang kerap berlindung di balik dalih kebutuhan ekonomi.
Jaringan Gelap dan Modus Canggih
Diduga kuat, aktivitas Nurdin Lawoli bukan kerja individu. Ada indikasi keterlibatan jaringan terorganisir, termasuk oknum tertentu yang memfasilitasi pemalsuan dokumen, pengkondisian lapangan, hingga mengatur jalur ekspor gelap via pelabuhan-pelabuhan kecil yang tak terpantau ketat.
“Mereka kerap menyamarkan tumor kayu sebagai kayu limbah, lalu memasukkannya dalam kontainer di malam hari. Semua dilakukan dalam senyap,” ungkapnya.
Pola ini, kata dia, sudah berulang kali tercium, namun seringkali tenggelam karena permainan uang di balik meja.
Suara Masyarakat Tanut: Usut Sampai Tuntas!
Desakan masyarakat semakin menguat. Tokoh adat, pemuka agama, dan aktivis lingkungan menuntut agar Polres Kepulauan Tanimbar bertindak tegas tanpa pandang bulu. Penjarahan hutan yang dibiarkan akan menjadi bencana ekologi besar di masa depan.
Pembelaan Lemah Nurdin Lawoli
Dikonfirmasi melalui sambungan telepon oleh wartawan, Nurdin Lawoli memberikan jawaban singkat namun kontroversial.
“Maaf, selama ini tidak ada kendala. Saya hanya cari makan,” ucapnya pelan.
Pernyataan ini justru menimbulkan reaksi keras dari publik. Banyak yang menganggap dalih ekonomi tidak bisa menjadi pembenaran atas kerusakan hutan dan pelanggaran hukum. Terlebih, pelaku diduga telah berulang kali melakukan hal serupa.
Penegakan Hukum atau Damai di Bawah Meja?
Saat ini, masyarakat menanti langkah nyata dari aparat penegak hukum. Jika penyelidikan ini kembali berakhir di jalur kompromi, kepercayaan publik terhadap institusi negara akan terus tergerus.
Kalau hukum tunduk pada uang, maka kita akan mewariskan tanah gersang dan bencana kepada anak cucu. Hari ini hutan ditebang, besok air kering, tanah longsor, dan masyarakat menderita. Sudah cukup! (KN-07)