Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Berita

Pemuda Marah: Pembangunan Mati, Kemiskinan Merajalela, Pemda KKT Gagal Total Kacau Balau

×

Pemuda Marah: Pembangunan Mati, Kemiskinan Merajalela, Pemda KKT Gagal Total Kacau Balau

Sebarkan artikel ini

Di tengah perayaan 80 tahun kemerdekaan, pemuda Tanimbar melancarkan seruan tajam: pemerintah daerah harus segera bangkit dari tidur panjang, karena rakyat masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan keterbelakangan.

Saumlaki, Kapatanews.com – Tahun 2025 seharusnya menjadi momentum kebangkitan, menandai delapan dekade bangsa ini merdeka. Namun, di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, seruan lantang para pemuda justru menggema sebagai alarm keras: kemerdekaan terasa hampa bila rakyat masih terpuruk dalam penderitaan.

Scroll Keatas
Example 300x350
Scroll Kebawah

Pemuda lintas organisasi seperti KNPI, GMKI, GMNI, Altar, menyatukan suara mereka dalam seruan menohok kepada pemerintah daerah Kepulauan Tanimbar. Mereka menilai, Tanimbar sebagai garda depan kedaulatan negara masih dibiarkan terjebak dalam lingkaran persoalan multidimensi kemiskinan, pengangguran, buruknya infrastruktur, lemahnya tata kelola pemerintahan, hingga identitas budaya yang makin terkikis.

“Pemuda Tanimbar harus bersatu, berdaya saing, dan siap mengambil peran dalam pembangunan daerah dan bangsa. Tetapi bagaimana mungkin kami bersaing jika fasilitas dasar saja masih sulit diakses?” tegas Lukas Samangun selaku Ketua KNPI Kepulauan Tanimbar.

Fakta di lapangan masih terlalu pahit untuk ditelan. Tingkat kemiskinan di desa-desa terpencil tak kunjung turun signifikan. Ironisnya, masih banyak anak-anak Tanimbar yang terpaksa berhenti sekolah. Alasannya klasik: biaya yang tidak terjangkau, jarak tempuh yang melelahkan, serta minimnya sarana pendidikan memadai.

“Di saat bangsa ini berbicara tentang proyek strategis nasional, kami di Tanimbar masih berbicara soal anak-anak yang tidak bisa mengeja huruf karena tak pernah masuk kelas,” ungkap Samangun.

Tak kalah tragis, sektor kesehatan masih jauh dari harapan. Banyak desa tidak memiliki tenaga medis tetap. Ketika warga sakit parah, mereka dipaksa bertaruh nyawa menyeberangi laut demi menemukan layanan kesehatan yang layak. Kondisi ini seakan menjadi bukti bahwa janji pemerataan pembangunan hanya berhenti pada slogan.

Seruan pemuda makin keras ketika menyinggung soal infrastruktur. Jalan antar-desa masih banyak yang rusak dan tak diaspal. Pulau-pulau tertentu belum menikmati listrik PLN 24 jam. Bahkan, air bersih kebutuhan paling mendasar masih menjadi masalah klasik yang tak kunjung teratasi.

Transportasi laut antar-pulau pun amburadul, tanpa jadwal jelas. Akibatnya, mobilitas warga terhambat, ekonomi lokal tercekik, dan harga barang kebutuhan melambung tinggi. “Ini pengabaian nyata! Seolah-olah pemerintah sengaja membiarkan masyarakat hidup dalam kegelapan dan keterasingan,” teriak seorang pemuda KNPI.

Tak hanya sektor fisik, tata kelola pemerintahan juga menjadi sorotan tajam. Pembangunan masih timpang, hanya berputar di sekitar Saumlaki, sementara pulau-pulau lain diperlakukan layaknya anak tiri. Kualitas pelayanan publik dinilai buruk, lamban, dan seringkali sarat birokrasi berbelit.

“Jika dibiarkan, ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah akan semakin membuncah. Jangan salahkan pemuda jika suatu saat mereka turun ke jalan dengan cara lebih keras,” ancamnya.

Arus modernisasi juga membawa luka lain: budaya lokal Tanimbar mulai tergerus. Warisan leluhur yang selama ini menjadi benteng identitas perlahan tergantikan oleh budaya instan dari luar. Pelestarian budaya tidak pernah masuk daftar prioritas pemerintah. “Padahal tanpa budaya, Tanimbar akan kehilangan jati dirinya,” ujarnya.

Di sisi lain, Tanimbar sesungguhnya memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Namun, pemanfaatannya masih belum berpihak pada masyarakat lokal. Proyek besar seperti Blok Masela kerap digadang-gadang membawa kesejahteraan, tetapi tanpa persiapan matang, yang terjadi justru sebaliknya: rakyat hanya jadi penonton, sementara perusahaan asing meraup keuntungan besar.

Untuk itu, pemuda menekankan pentingnya pelatihan dan pendidikan vokasi agar tenaga kerja lokal tidak tersingkir. “Jangan sampai Blok Masela menjadi proyek kutukan, bukan berkah. Pemerintah wajib memastikan tenaga kerja Tanimbar mendapat porsi utama,” tegasnya

Seruan Tajam untuk Pemerintah Daerah

Tahun 2025, delapan dekade sejak proklamasi, seharusnya menjadi era kebangkitan Tanimbar. Namun, kondisi hari ini justru menampar kesadaran bersama bahwa pemerintah daerah telah gagal memberikan pelayanan dan pembangunan merata.

Para pemuda menegaskan: jika pemerintah daerah tidak segera berbenah, maka generasi muda Tanimbar siap menjadi oposisi jalanan. Mereka menuntut aksi nyata, bukan lagi janji manis.

“Cukup sudah rakyat dibiarkan menderita. Kami bukan budak yang bisa terus dipermainkan. Kami adalah pemuda Tanimbar dan kami menuntut perubahan sekarang juga!” tutup Samangun. (KN-07)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad