Saumlaki, Kapatanews.com – Pesta rakyat yang digelar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada Selasa, 7 Oktober 2025, dinilai sejumlah kalangan hanya menjadi ajang pencitraan bagi kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati, Renti J. dan Juliana R. Penilaian ini disampaikan oleh aktivis muda Tanimbar, Anders, dalam refleksi kritisnya terhadap kinerja 100 hari pemerintahan periode 2025–2030.
“Pesta rakyat yang diselenggarakan menjadi momen penegasan puncak pencitraan pemerintahan RJ–JR. Program 100 hari yang kami nilai gagal total ternyata tidak menjadi pelajaran bagi bupati dan wakil bupati,” ujar Anders.
Menurutnya, visi besar “Tanimbar Maju” yang dijanjikan saat kampanye justru belum tampak dalam langkah konkret. “Alih-alih mengusung visi Tanimbar Maju, justru duan lolat berjalan tanpa arah, diseret angin dan gelombang sehingga pelabuhan yang dituju semakin tak jelas,” ungkapnya.
Pencitraan Dianggap Lebih Dominan Daripada Kinerja
Anders menilai, pemerintahan saat ini lebih menonjolkan kehadiran simbolik ketimbang hasil kerja nyata. Ia menyoroti aktivitas bupati dan wakil bupati yang dinilainya lebih sibuk menghadiri kegiatan seremonial.
“Kelihatannya sibuk sekali selama hampir 1×24 jam, tetapi jika kita bertanya apa yang dilakukan, jawabannya hanya memberikan sambutan, berfoto, dan ber-selfie ria. Semua itu tidak berdampak nyata bagi masyarakat,” katanya.
Ia menambahkan, masyarakat kecil justru dibuat bangga dengan kehadiran pemimpinnya tanpa menilai substansi kerja yang dilakukan. “Kebanggaan ini kemudian dibagikan ke media sosial seolah-olah menunjukkan kepemimpinan yang bekerja keras, padahal substansinya tidak ada,” jelasnya.
Kritik Terhadap Gaya Kepemimpinan dan Program Pemerintah
Lebih lanjut, Anders menilai, gaya kepemimpinan RJ–JR masih terjebak dalam nuansa kampanye politik dan belum menampakkan arah kebijakan yang jelas.
“Kehadiran mereka masih diselimuti aura panggung kampanye, padahal masa kerja sudah berjalan lebih dari 100 hari. Isi pembicaraan di mana-mana masih mengungkit kesalahan pemerintahan sebelumnya, bukan menyusun solusi nyata,” katanya.
Ia juga menyinggung sejumlah program yang dinilai tidak memiliki dasar kuat, seperti program RT Mandiri dan peraturan daerah yang belum tuntas dijelaskan kepada publik. “Surat Edaran tentang RT Mandiri tidak memiliki landasan kuat, dan perda sopi yang seharusnya memperkuat kearifan lokal justru menimbulkan tanda tanya karena dianggap hasil salinan dari daerah lain,” tambahnya.
HUT KKT ke-26 Dianggap Hanya Seremonial Hiburan
Peringatan HUT Kabupaten Kepulauan Tanimbar ke-26 yang dipusatkan di Saumlaki, menurut Anders, juga lebih menonjolkan kemeriahan tanpa refleksi mendalam.
“Pada momentum HUT ini, bentangan karpet merah dan catwalk berbusana Tanimbar serta tarian khas hanya menjadi tontonan seremonial. Bahkan, di atas panggung, justru muncul kecurigaan terhadap rakyat sendiri, bukan refleksi pembangunan,” tegasnya.
Meski demikian, ia mengakui, antusiasme masyarakat cukup tinggi menghadiri pesta rakyat tersebut. “Bludakan manusia di jalan poros depan kantor bupati menunjukkan bahwa masyarakat haus hiburan. Tetapi apakah itu bisa disebut keberhasilan? Entahlah,” ucapnya.
Munculnya Aksi Demonstrasi Dianggap Cermin Ketidakpuasan Publik
Anders menyoroti meningkatnya aksi demonstrasi oleh kelompok masyarakat sebagai tanda adanya persoalan kebijakan. “Munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang melakukan aksi protes menunjukkan ada ketidakpuasan terhadap kebijakan yang tidak pro rakyat,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan sikap pejabat daerah dalam merespons demonstrasi. “Lucunya, ketika masyarakat datang menyampaikan aspirasi, justru ditanya: kamu mewakili rakyat yang mana? Siapa dalang demo? Lalu diakhiri dengan kampanye diri sebagai pemimpin yang lebih baik sambil membuka aib satu sama lain,” ungkap Anders.
Menyerukan Perubahan dan Fokus pada Aksi Nyata
Di akhir pernyataannya, Anders menyerukan agar pemerintah daerah segera berbenah dan meninggalkan gaya pencitraan yang berlebihan.
“Perayaan HUT KKT ke-26 sudah usai, tetapi masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Bupati dan wakil bupati sebaiknya fokus pada hal-hal nyata dan berani menerobos sekat-sekat perbedaan dengan mengajak semua elemen masyarakat bersatu,” imbaunya.
Ia menegaskan bahwa visi Tanimbar Maju hanya dapat diwujudkan jika pemerintah berani mengeksekusi langkah konkret, baik dalam pembangunan fisik maupun nonfisik.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah kerja nyata, bukan citra semu. Ayo, Bapak Bupati dan Ibu Wakil Bupati, yang nyatalah, jangan lagi memakai citra body lotion,” tutup Anders. (KN-07)