Ambon, Kapatanews.com – Frenska Pattikawa, Atlet berprestasi yang menjuarai event bela diri karate Tournament Garuda Yaksa Championship 2025 yang berlangsung di Sport Hall, Karang Panjang, baru-baru ini dibohongi oleh pengurus FORKI Maluku
Atlit berprestasi yang menorehkan juara tetapi langkahnya harus terhenti, dan tidak mengikuti PON Bela Diri di Kudus, Jawa Tengah. Pasalnya, hanya ada 10 seat yang diminta di PON Bela Diri, sementara dalam event Garuda Yaksa Championship 2025, terdapat 11 kategori, dan 11 atlet kelas senior berhasil menyabet medali emas (juara I). Mereka kemudian diseleksi kembali, sebab hanya 10 kuota (kelas) yang dijatahi oleh Maluku dalam PON Bela Diri.
Berdasarkan hasil seleksi lewat pemeriksaan kesehatan ada dua atlet yang mengalami gangguan kesehatan berupa darah tinggi dan jantung, dipaksakan mewakili Maluku dalam PON Bela Diri.
Kedua atlet itu antara lain: Adelia Tuasikal dari perguruan Inkado kelas minus 68 kg dan Bella Termature dari perguruan Gabdika kelas plus 68 kg.
Sementara kelas minus 61 kg berkat prestasi membanggakan lewat juara I yang ditorehkan dalam event Garuda Yaksa Championship 2025 atas nama Frenska Pattikawa dari perguruan Lemkari harus menghentikan langkah ke PON Bela Diri.
Dalam Konfrensi Persnya Senin (29/9), Frenska menuturkan, dalam event bela diri Garuda Yaksa Championship 2025 yang baru selesai digelar, ia berhasil keluar sebagai juara I di kelas minus 61 kg.
Hanya saja kuota yang diminta untuk Maluku dalam PON Bela Diri berjumlah 10 orang untuk perwakilan masing-masing kelas. Sementara event kemarin ada 11 kelas yang menjuarai pertandingan.
Kelas tersebut antara lain: Kategori Putri; kelas minus 50 kg, minus 55 kg, minus 61 kg, minus 68 kg dan plus 68 kg. Kategori Pria; kelas minus 55 kg, minus 61 kg, minus 67 kg, minus 75 kg, minus 84 kg, dan plus 84 kg.
Hal itu kemudian diinisiasi oleh KONI Maluku untuk melakukan seleksi guna mendapat 10 atlet perwakilan Maluku. Kelas minus 61 kg kategori putri yang dihapus alias ditiadakan untuk mengikuti PON Bela Diri.
Ia mengaku, hasil test fisik maupun kesehatan tidak pernah diketahui dan disampaikan oleh pihak Forki maupun KONI Maluku secara terbuka kepada para atlet. Bahkan ketika mengetahui dirinya tidak lolos, ia lalu menerima telepon dari pelatih Arnaldo Telussa. Sang pelatih kemudian memberitahu hasilnya, kalau ia tidak lolos ke PON Bela Diri.
Frenska juga menyebut, bahwa dirinya merupakan mantan atlet PON Papua, dan pernah menyabet medali perunggu dalam Pra PON di Jakarta 2019, qualifikaai PON Papua. Ia bertanding melawan atlet asal Lampung di semi final. Juara I Pra PON kala itu diraih atlet Jawa Barat, Sharon Ririhena dan juara II disabet atlet asal DKI Jakarta, Maya Siefa.
“Jujur saya pribadi merasa kecewa. Saya sudah memberikan yang terbaik dalam event Garuda Yaksa, tapi langkah saya harus terhenti sampai disini. Kelas yang saya juarai tidak ikut di PON Bela Diri,” ucap Frenska dengan nada sedih.
Baginya, mewakili Maluku bagian dari niat hati untuk membanggakan tanah kelahiran lewat prestasi olahraga, namun dengan kondisi yang ada ia harus menerima dengan lapang dada keputusan KONI dan FORKI Maluku.
Frenska berharap, prestasi olahraga Maluku dapat menunjukkan kejayaannya jika seleksi yang dilakukan mengedepankan asas profesionalisme.
Forki Tidak Transparan Dan Sarat Nepotisme
Di lain pihak, ada yang menyebut bahwa seleksi terbuka menuju event Bela Diri di Kudus, Jawa Tengah berbauh nepotisme.
Dua atlet yang berdasarkan rekam medik mengalami gangguan darah tinggi dan jantung diloloskan mengikuti PON Bela Diri. Ini diketahui lewat hasil check up oleh petugas medis dari Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Maluku.
Kedua atlet itu antara lain: kategori putri atas nama Adelia Tuasikal dari perguruan Inkado kelas minus 68 kilogram dan Bella Termature dari perguruan Gabdika kelas plus 68 kilogram.
Mereka diloloskan lantaran satu perguruan dengan dua orang penting di FORKI Maluku, yakni: Ketua Harian Yopi Anguarmasse dari perguruan Inkado dan Ricky Risamena dari perguruan Gabdika yang juga Ketua Pembinaan Prestasi (Binpres).
Salah satu pemerhati olahraga karate mencoba menghubungi pengurus FORKI Maluku alasan yang disampaikan atlet Maluku di kelas minus 61 kg, jangkauan dan postur tubuh kecil sehingga tidak sebanding di kala bertanding dengan atlet yang ada di PON Bela Diri dari luar Maluku. Alasan lainnya juga atlet di kelas ini atitudenya tidak bagus, dan tidak berpeluang juara. Sebab yang dikejar oleh KONI dan FORKI Maluku ialah medali, sehingga kelas ini harus ditiadakan.
Bukan hanya itu, ada salah satu pelatih yang harus meninggalkan posisinya untuk tidak menemani para atlet di PON Bela Diri, yakni: Nevi Muskitta. Ia harus meletakkan niat, dan menyerahkan ke pelatih lainnya.
Terjadi juga penambahan pelatih dan manager dalam PON Bela Diri. Awlanya dua pelatih yang disiapkan, namun yang terjadi tiga pelatih akan ikut bersama menemani kontingen karate Maluku ke PON Bela Diri.
Tiga pelatih itu antara lain: Ricky Risamena, Arnaldo Telussa dan Gusty Risamassu. Ditambah satu manager, yakni Edwin Uneputty.
Sekadar tahu, ada 10 kelas yang diperlombakan dalam event Bela Diri yang diikuti para atlet karate asal Maluku. Diantaranya: Kategori Putri; kelas minus 50, minus 55 kg, minus 68 kg dan plus 68 kg. Kategori Pria; kelas minus 55 kg, minus 61 kg, minus 67 kg, minus 75 kg, minus 84 kg, dan plus 84 kg. (KN-05))