Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
BeritaKepulauan TanimbarPemerintahan

SK Bupati KKT Sarat Nepotisme, Enam Pendamping Desa Diduga Tak Lewat Rekrutmen

×

SK Bupati KKT Sarat Nepotisme, Enam Pendamping Desa Diduga Tak Lewat Rekrutmen

Sebarkan artikel ini
Oplus_16777216

Saumlaki, Kapatanews.com – Surat Keputusan (SK) Bupati Kepulauan Tanimbar Nomor 1003-1727 Tahun 2025 tentang Penetapan Pendamping Profesional Perencanaan dan Pembangunan Desa Tingkat Kabupaten, kembali menuai sorotan tajam. SK yang diterbitkan pada 6 Mei 2025 itu diduga kuat sarat praktik kolusi dan nepotisme karena melibatkan enam orang yang memiliki kedekatan dengan Bupati dan Wakil Bupati KKT, tanpa melalui rekrutmen terbuka.

Informasi yang diterima menyebutkan, lima dari enam nama yang tercantum dalam SK Bupati itu masih aktif sebagai tenaga Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di bawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes). Mereka adalah:

Scroll Keatas
Example 300x600
Scroll Kebawah
  • John Lewerissa (Tenaga Ahli Kabupaten)
  • Josephus C. Matapere dan Nevin Luturmas (Pendamping Desa di kecamatan)
  • Benony Weringkukly dan Karel Waratmas (Pendamping Lokal Desa)

Nama lainnya, Bernardus Turlel, justru telah diberhentikan dari P3MD sejak Maret 2022 karena melanggar etika profesi. Namun dalam SK Bupati, ia ditunjuk sebagai koordinator pendamping profesional.

Pengangkatan tersebut dianggap tumpang tindih dengan struktur yang sudah dibangun oleh pemerintah pusat melalui program P3MD sejak 2014. Rekrutmen tenaga pendamping profesional seharusnya dilakukan secara terbuka dengan memperhatikan kualifikasi dan kebutuhan masing-masing tingkatan provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Tanpa itu, potensi dobel anggaran dan kewenangan akan sulit dihindari.

“Ini bukan soal suka atau tidak suka. Ini soal prinsip pemerintahan yang baik, soal anggaran daerah, dan soal etika publik. Jangan sampai pendamping desa menjadi ajang balas jasa politik,” kata Sumitro Fenanlambir, anggota LSM Aliansi Tanimbar Raya (ALTAR), kepada wartawan.

Sumitro menyebut, SK ini adalah cerminan mental nepotisme dan kolusi yang seharusnya tidak boleh terjadi di awal masa kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati yang baru enam bulan berjalan.

“Mereka ini masih aktif sebagai pendamping P3MD. Bahkan sang koordinator, Bernardus, sudah pernah dipecat karena pelanggaran etik. Kenapa justru diangkat? Apakah sudah tidak ada lagi orang berkompeten di Tanimbar?” kritik Sumitro tegas.

Ia menambahkan, jabatan pendamping memiliki tingkatan dan standar. Misalnya, Pendamping Desa (PD) harusnya berada di kecamatan, bukan kabupaten. Pendamping Lokal Desa (PLD) seharusnya bertugas di desa, bukan diangkat dalam struktur tingkat kabupaten.

“SK ini menurunkan standar profesionalisme. Dan orang-orang di dalamnya harus tahu diri: mau pilih tetap di P3MD atau pindah ke struktur Bupati. Tidak boleh rangkap,” ujarnya.

Koordinator Tenaga Pendamping P3MD Provinsi Maluku, Ibrahim Sella, saat membenarkan bahwa nama-nama tersebut masih aktif sebagai pendamping Kemendes.

“Kami minta mereka segera menentukan pilihan, karena tidak boleh merangkap jabatan. Khusus untuk Bernardus Turlel, sudah diberhentikan sejak tahun 2022 karena melanggar kode etik. Itu keputusan resmi,” tegasnya melalui sambungan telepon.

Dampak langsung dari kebijakan ini adalah potensi tumpang tindih kerja antara pendamping desa dari pusat (P3MD) dengan pendamping yang diangkat oleh Bupati. Selain membingungkan struktur pendampingan di lapangan, hal ini juga bisa menyebabkan dobel gaji, inefisiensi anggaran, dan kegagalan koordinasi lintas lembaga.

Sumitro mendesak DPRD KKT untuk segera turun tangan. “SK ini harus dievaluasi. Jangan biarkan publik mencurigai bahwa pemerintahan ini dikuasai jaringan keluarga atau kelompok tertentu. Ini milik negara, bukan milik pribadi atau kelompok,” tandasnya.

Menurut Sumitro, Bupati dan Wakil Bupati seharusnya memikirkan ulang pola penempatan sumber daya manusia di daerah. “Kalau ini bentuk balas jasa, silahkan cari format lain. Jangan rusak sistem pendampingan yang sudah dibangun sejak lama oleh Kemendes,” tutupnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Bupati maupun Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar mengenai tudingan tersebut. Namun tekanan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas pengangkatan pejabat non-struktural di daerah semakin menguat. (KN-07)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad