Saumlaki, Kapatanews.com – Pemekaran Kabupaten Tanimbar Utara bukan lagi sekadar mimpi di meja rapat, melainkan agenda strategis yang kini mendapat perhatian serius. Dengan mencakup lima kecamatan potensial Tanimbar Utara, Fordata, Molu Maru, Nirunmas, dan Wuar Labobar gagasan ini memiliki kondisi demografis, ekonomi, dan geografis yang cukup kuat untuk segera diwujudkan.
Isu pemekaran wilayah seringkali dipersepsikan sebatas pembagian administratif. Padahal, esensinya adalah percepatan pemerataan pembangunan dan penguatan pelayanan publik. Di wilayah kepulauan seperti Tanimbar, jarak geografis dan keterbatasan infrastruktur menjadi hambatan besar yang hanya bisa diatasi dengan pusat pemerintahan yang lebih dekat ke masyarakat.
Posisi strategis Kecamatan Tanimbar Utara sebagai calon ibu kota memberi keuntungan logistik dan aksesibilitas. Letaknya memudahkan koordinasi lintas kecamatan, terutama untuk distribusi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan administrasi kependudukan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperkuat urgensi ini. Dengan total penduduk 131.370 jiwa dan pertumbuhan tahunan 3,06%, Kabupaten Kepulauan Tanimbar sedang menghadapi lonjakan kebutuhan layanan publik. Sekitar 62,93% dari populasi berada pada usia produktif suatu aset pembangunan yang harus dikelola optimal.
Selama ini, wilayah calon pemekaran kerap terpinggirkan dari fokus pembangunan kabupaten induk. Pusat layanan publik dan pembangunan infrastruktur lebih terkonsentrasi di ibu kota Saumlaki. Akibatnya, daerah seperti Molu Maru atau Fordata kerap tertinggal dalam akses jalan, dermaga, dan fasilitas umum lainnya.
Pertumbuhan ekonomi calon wilayah pemekaran pada awal 2025 diperkirakan mencapai 6,2%, melampaui rata-rata Provinsi Maluku. Sektor jasa menyumbang 60,31% PDRB, pertanian dan perikanan 5,59%, sementara sektor konstruksi mulai bergerak. Angka ini membuktikan bahwa ekonomi lokal cukup dinamis untuk menopang kabupaten baru.
Potensi kelautan, pertanian, dan pariwisata Tanimbar Utara masih belum tergarap maksimal. Gugusan pulau di Wuar Labobar memiliki potensi wisata bahari kelas dunia. Fordata memiliki tradisi budaya yang unik, sementara Nirunmas berpotensi menjadi sentra pertanian organik di Kepulauan Tanimbar.
Pemekaran membuka peluang lapangan kerja baru. Dengan 58% penduduk usia produktif, sektor UMKM, industri kreatif, dan perikanan terintegrasi bisa menjadi motor penggerak ekonomi. Optimalisasi pelabuhan kecil akan memudahkan arus barang dan mempersingkat rantai distribusi.
Dari sisi sosial, pemekaran memperkuat identitas komunitas lokal. Lima kecamatan calon pemekaran merasa kontribusi mereka selama ini belum sebanding dengan hasil pembangunan yang mereka nikmati. Pemekaran adalah jawaban atas kebutuhan menjadi subjek, bukan sekadar objek pembangunan.
Namun, kita tidak menutup mata terhadap tantangan. Pemekaran memerlukan ketersediaan anggaran yang memadai, SDM birokrasi yang siap, serta rencana pembangunan yang merata. Tanpa itu, kabupaten baru berisiko mengulang pola ketertinggalan yang sama.
Integrasi sistem transportasi darat, laut, dan digital harus masuk prioritas. Dermaga antar-pulau, jalan penghubung antar kecamatan, dan internet berkecepatan tinggi akan menentukan keberhasilan pemekaran.
Data BPS triwulan I 2025 memberikan optimisme tambahan. Tingkat kemiskinan di wilayah calon pemekaran berada di 17,4%, lebih rendah dibanding kabupaten induk yang mencapai 19,8%. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai 65,72, dengan tren kenaikan positif.
Sektor pendidikan dasar relatif merata, dengan partisipasi sekolah dasar yang tinggi dan program kesehatan berbasis desa yang cukup efektif. Ini menjadi modal sosial untuk membangun pemerintahan daerah baru yang tangguh.
Dari sisi fiskal, proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten baru bisa mencapai Rp85 miliar per tahun dalam lima tahun pertama. Sumbernya berasal dari retribusi perikanan, pajak jasa dan perdagangan, serta potensi pariwisata. Angka ini cukup untuk membiayai kebutuhan dasar pembangunan tanpa ketergantungan penuh pada dana transfer pusat.
Secara politik, manajemen transisi harus dilakukan hati-hati. Potensi gesekan kepentingan antara pemerintah induk dan daerah baru perlu diredam dengan komunikasi terbuka dan regulasi transisi yang jelas.
Pemekaran bukan hanya urusan administratif, melainkan gerakan strategis untuk memutus rantai ketertinggalan. Keberhasilannya akan menjadi preseden positif bagi daerah kepulauan lain di Indonesia Timur.
Tentu, keberhasilan ini menuntut kepemimpinan daerah yang visioner, bersih, dan berpihak pada rakyat. Tanpa itu, pemekaran hanya akan menjadi proyek politik tanpa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi lokal harus ditempatkan sebagai prioritas absolut. Program yang bersifat pencitraan politik seharusnya dieliminasi.
Pemekaran Tanimbar Utara adalah momentum sejarah. Ia harus dimanfaatkan bukan hanya untuk membentuk wilayah administratif baru, tetapi untuk membangun sistem pemerintahan yang lebih responsif, adil, dan inklusif.
Jika dijalankan dengan konsisten, Tanimbar Utara berpeluang menjadi model sukses pemekaran di Indonesia memadukan pertumbuhan ekonomi, pelestarian budaya, dan pemerataan kesejahteraan. Inilah jalan cepat menuju kemandirian yang harus kita perjuangkan bersama. (KN-07)