Saumlaki, Kapatanews.com – Suara musik menggema di Tanimbar, mengiringi gerak luwes Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar, Dr. Julyana Ch. Ratuanak, yang berjoget dengan senyum lebar di depan Kantor Dinas Kesehatan.
Di sekelilingnya, para pejabat tertawa riang. Namun di luar sana, di ruang-ruang pasien yang sepi dan di rumah-rumah yang sunyi, masyarakat Tanimbar justru bergulat dengan kesakitan yang tak tersentuh perhatian.
Hari ini, Rabu pagi (12/11/2025), langit Tanimbar seolah cerah berlebihan untuk sebuah perayaan yang menimbulkan luka batin di hati rakyatnya. Pemerintah Daerah Kepulauan Tanimbar tengah memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-61 dengan pesta musik dan hiburan Saumlaki. Namun euforia itu segera memantik gelombang kritik tajam di dunia maya.
“Perayaan Hari Kesehatan diwarnai kegembiraan pejabat, namun di sisi lain masyarakat justru bergulat dengan krisis pelayanan kesehatan yang memprihatinkan,” tulis Anders Luturyali.
Bagi banyak warga, momen itu terasa pahit. Di tengah fasilitas kesehatan yang terbatas, obat-obatan yang sering kosong, dan tenaga medis yang kewalahan, aksi berjoget para pejabat dinilai tidak hanya ironis, tapi juga menyakitkan. Di sinilah jarak antara panggung pesta dan realitas rakyat terasa begitu jauh.
Aktivis Pemuda Katolik, Anders Luturyali, menyuarakan kegelisahan publik dengan nada getir.
“Tindakan Wakil Bupati yang berjoget dinilai publik sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat,” ujarnya.
Anders mengaku kecewa, karena menurutnya pemerintah daerah seharusnya menjadikan Hari Kesehatan sebagai momentum refleksi, bukan hiburan.
“Selama hampir satu tahun terakhir, kebijakan Pemda Tanimbar gagal menjawab kebutuhan dasar masyarakat di bidang kesehatan,” tegasnya.
Kalimat itu menohok dan menggema di ruang-ruang diskusi warga. Sebab kisah seperti itu bukan sekadar retorika, tetapi kenyataan yang mereka alami.
Di beberapa desa terpencil, warga masih harus menyeberangi laut untuk berobat ke Saumlaki. Tak jarang, pasien meninggal di perjalanan karena minimnya transportasi medis.
Sementara itu, rumah sakit di ibu kota kabupaten kekurangan alat medis dan dokter spesialis. Semua fakta itu memperkuat persepsi bahwa pesta tari para pejabat hanyalah simbol kontras dari kebijakan yang kehilangan arah.
Menurut Anders, tindakan pemerintah daerah kini tengah menggerus kepercayaan masyarakat.
“Kehilangan kepercayaan publik: warga menilai pemerintah daerah tidak lagi menunjukkan empati atau tanggung jawab terhadap kondisi kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Sindiran pedas pun bertebaran di jagat maya. ‘Selamat Bersukacita Tanimbar!’ tulis Anders, menyertakan Video Wakil Bupati yang tengah menari. Ungkapan itu seolah menjadi slogan baru yang menggambarkan jarak batin antara penguasa dan rakyatnya.
Namun, di balik semua kemarahan itu, terselip harapan yang sederhana. Banyak warga berharap peringatan Hari Kesehatan justru dijadikan waktu untuk introspeksi.
“Momen Hari Kesehatan seharusnya dijadikan kesempatan untuk mengevaluasi pelayanan medis, bukan ajang bersenang-senang di atas penderitaan rakyat,”katanya.
Di sisi lain, para perawat di RSUD, puskesmas di Tanimbar juga menyampaikan keluh kesahnya.
“Mereka bekerja siang dan malam, sering tanpa alat lengkap. Tapi pejabat bisa berpesta. Rasanya seperti mereka berjuang sendirian,” kata Luturyali pelan.
Narasi ini membuka luka lama: betapa sering rakyat kecil diabaikan di balik jargon pembangunan. Di Tanimbar, persoalan kesehatan bukan sekadar soal anggaran, tapi soal empati dan kehadiran negara dalam arti sesungguhnya.
Peristiwa kecil seperti seorang pejabat berjoget bisa jadi cermin besar yang memantulkan wajah pemerintahan. Ketika rakyat menangis dan pejabat menari, makna kepemimpinan kehilangan rohnya. Empati seolah terhenti di panggung, sementara derita masyarakat berlanjut tanpa penonton.
Kini masyarakat menanti, apakah pemerintah daerah akan belajar dari kritik ini, atau justru menutup telinga. Sebab di setiap tawa pejabat yang direkam kamera, ada isak rakyat yang tak pernah muncul di layar.
Di penghujung cerita ini, Tanimbar berdiri di persimpangan: antara merayakan kesehatan yang semu, atau memperjuangkan kesehatan yang nyata. Karena di daerah kepulauan yang jauh dari sorotan pusat, tarian di atas luka bukanlah hiburan melainkan pengingat betapa empati bisa hilang di tengah pesta.
Pihak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada Wakil Bupati Dr. Julyana Ch. Ratuanak, namun hingga saat ini yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi terkait kritik masyarakat.
Selamat Hari Kesehatan Nasional (HKN) Ke-61 (KN-07)








