Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Hukum & Kriminal

Nelayan Andon Sulsel Serbu Tanimbar, Roby dan Harsady Jadi Aktor Utama

×

Nelayan Andon Sulsel Serbu Tanimbar, Roby dan Harsady Jadi Aktor Utama

Sebarkan artikel ini

Saumlaki, Kapatanews.com – Sebuah praktik gelap kembali membayangi lautan Tanimbar. Di balik debur ombak dan senyap malam perairan Seira, skema eksploitasi liar telur ikan terbang diduga terjadi secara sistematis dan terorganisir.

Salah satu tokoh yang disebut-sebut berada di balik skandal ini adalah Roby, anak dari Haji Amin alias Lamausu, sosok yang dikenal luas sebagai agen nelayan andon di Kepulauan Tanimbar.

Alfred, salah satu pemuda Seira, membongkar tabir kelam itu. Dalam keterangannya, ia menyebut bahwa Roby diduga kuat menjadi aktor pendanaan bagi puluhan nelayan andon asal Sulawesi Selatan yang beroperasi di Perairan Tanimbar.

Mereka melakukan penangkapan telur ikan terbang secara masif, bahkan melewati batas Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 715 tanpa mengantongi izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Tak ada Memorandum of Understanding (MoU) antara Gubernur Maluku dan Sulawesi Selatan soal kegiatan ini. Tapi kapal-kapal itu bebas lalu-lalang di laut kami. Ini pelanggaran terang-terangan,” tegas Alfred kepada wartawan di kediamannya, Rabu, 21/05/2024.

Padahal, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar secara tegas telah menolak aktivitas penangkapan telur ikan terbang oleh nelayan luar. Prioritas seharusnya diberikan kepada nelayan lokal. Namun, realitas di lapangan berbicara sebaliknya. Roby dan kelompoknya diduga melanggar larangan ini dengan leluasa.

Seharusnya, mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2023, tidak ada lagi istilah nelayan andon. Aturan ini melarang keras penggunaan alat tangkap destruktif seperti rumpon, dan hanya memperbolehkan metode ramah lingkungan seperti bale-bale.

Namun, temuan investigasi yang dilakukan oleh pemuda lokal menunjukkan bahwa nelayan asal Sulawesi Selatan tetap menggunakan rumpon alat tangkap rakus yang merusak ekosistem laut.

“Saya sendiri melihat langsung, alat mereka bukan bale-bale. Ini jelas pelanggaran,” jelas Alfred.

Lebih mengejutkan lagi, praktik ini disebut mendapat pembiaran dari oknum aparat dan institusi terkait. Nama Harsady juga disebut-sebut sebagai aktor lainnya.

Menurut Alfred, hanya lima kapal milik Harsady yang memiliki izin resmi. Namun, kenyataannya, terdapat 15 kapal tambahan yang beroperasi tanpa legalitas. Semua itu seolah lolos dari pengawasan Dinas Perikanan dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

“Kalau bukan karena pembiaran, tak mungkin semua ini bisa terjadi terus-menerus,” katanya.

Senada dengan Alfred, Jems Masela, menegaskan bahwa Aktivitas nelayan andon yang menyeberang ke WPPNRI tanpa izin bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi masuk dalam ranah kejahatan perikanan. praktik seperti ini dapat dijerat dengan pasal-pasal berat.

“Pasal 93 dan 94 dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan dengan jelas bahwa setiap kapal penangkap ikan wajib memiliki dokumen lengkap dan legalitas operasi. Tanpa itu, maka tindakan tersebut adalah illegal fishing, dan dapat dikenai sanksi pidana hingga 6 tahun penjara dan denda miliaran rupiah,” terang Jems.

Ia juga menambahkan bahwa Permen KP Nomor 58 Tahun 2020 tentang Nelayan Andon mengharuskan adanya koordinasi antar daerah, dengan kewajiban nelayan dari luar daerah melapor ke pelabuhan pangkalan, menyertakan surat rekomendasi dari daerah asal, dan mendapatkan izin operasi dari daerah tujuan.

“Dalam kasus ini, tidak satu pun mekanisme itu dijalankan. Artinya, mereka tidak hanya melanggar hukum, tapi juga menginjak-injak kedaulatan daerah,” tegas Jems.

Dampaknya tak hanya soal hukum. Eksploitasi liar ini telah menebar luka ekologis yang dalam. Telur ikan terbang, sumber kehidupan ekonomi utama bagi masyarakat pesisir Tanimbar, dipanen secara brutal, tanpa jeda, tanpa kontrol.

“Jika ini dibiarkan, dua tiga tahun lagi laut Tanimbar akan mati,” kata Jems dengan wajah muram.

Ia mendesak aparat penegak hukum, termasuk KKP dan Polairud, turun tangan serius. Bukan sekadar sidak sesaat, tetapi penegakan hukum yang tuntas hingga ke akar-akar mafia perikanan yang mencengkeram laut Tanimbar.

Kasus ini juga menjadi ujian bagi integritas Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Apakah berani berdiri di sisi rakyat dan ekologi, atau memilih bungkam dan tunduk pada kekuatan uang dan jaringan gelap?

Sementara itu, nelayan lokal hanya bisa menggigit jari. Di negeri yang kaya laut ini, mereka justru menjadi tamu di daerah sendiri. Tutupnya. (KN-07)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad