Saumlaki, Kapatanews.com — Hingga pertengahan November, proses audit atas dugaan penggunaan obat kedaluwarsa di RSUD PP Magretti masih jalan di tempat.
Dokumen rekomendasi Komisi II DPRD Kepulauan Tanimbar yang seharusnya menjadi dasar gerak Inspektorat ternyata belum juga sampai ke meja pemerintah daerah.
Situasi yang berlarut-larut ini membuat banyak pihak bertanya-tanya: siapa sebenarnya yang memperlambat?
Rekomendasi Komisi II yang terbit pada 27 Oktober lalu semestinya langsung diteruskan. Namun sampai hari ini, dokumen itu seakan terhenti di tengah jalur birokrasi.
Sementara sorotan publik makin tajam, terutama karena kasus ini berkaitan langsung dengan keselamatan pasien isu yang mestinya berada pada tingkat prioritas tertinggi.
Komisi II sebelumnya telah memanggil manajemen RSUD selepas menerima laporan warga soal dugaan kelalaian dan kemungkinan adanya obat yang sudah melewati masa kedaluwarsa namun tetap digunakan.
Hasil rapat tersebut cukup jelas: ada dua rekomendasi penting. Pertama, perlunya penyegaran aparatur rumah sakit demi memperbaiki tata kelola. Kedua, audit menyeluruh oleh Inspektorat untuk memastikan apakah dugaan tersebut benar terjadi.
Ketua DPRD KKT, Ricky Laurens Anggito, mengaku lembaganya sudah menjalankan mekanisme internal sebagaimana mestinya.
“Rekomendasi dari Komisi II sudah kami tindaklanjuti sesuai aturan,” ujarnya melalui telepon, Jumat (14/11/2025). Ia tidak menjelaskan lebih jauh mengapa hasil kerja Komisi II tak kunjung sampai ke pemerintah daerah.
Ketua Komisi II, Erens Yulius Feninlambir, juga menegaskan bahwa dari sisi komisi, semua proses telah rampung.
“Rekomendasi sudah melalui pembahasan Komisi II, diserahkan ke pimpinan, dan diputuskan di paripurna. Setelah itu bukan ranah kami lagi,” katanya.
Di sisi lain, Inspektorat KKT memilih menunggu. Pejabat Inspektorat, Herman Ongirwalu, mengatakan mereka tidak dapat bergerak tanpa instruksi resmi.
“Hingga saat ini kami belum dapat perintah untuk turun melakukan audit. kami menunggu perintah,” ungkapnya singkat.
Ketiadaan instruksi ini menciptakan jeda birokratis yang membingungkan. Di luar gedung pemerintahan, masyarakat mulai gelisah.
Nama rumah sakit daerah kembali jadi bahan perbincangan, dan sebagian warga bertanya apakah keselamatan pasien benar-benar menjadi perhatian pemerintah setempat.
Beberapa warga yang ditemui wartawan berharap agar pemerintah tidak mengulur waktu lebih lama.
“Kalau memang ada dugaan serius, ya audit saja. Biar jelas. Jangan sampai ada korban,” kata seorang ibu di Pasar Omele.
Pemerhati pelayanan publik juga memberi sinyal keras. Mereka menilai lambannya respons pemerintah dapat memperburuk kepercayaan publik terhadap lembaga kesehatan daerah.
Selain audit, mereka meminta evaluasi internal rumah sakit dilakukan secara menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang.
Di lingkungan tenaga kesehatan sendiri, kasus ini dianggap sebagai alarm bagi tata kelola peralatan dan obat-obatan.
Mereka menilai audit bukan hanya soal mencari kesalahan, tetapi juga memastikan rumah sakit memiliki sistem pengawasan yang bekerja.
Sementara itu, aktivitas di RSUD PP Magretti berjalan seperti biasa. Tidak ada tanda-tanda persiapan audit ataupun pemeriksaan internal.
Publik yang mengikuti perkembangan kasus ini bertanya-tanya: apakah pemerintah daerah benar-benar memahami betapa sensitifnya isu keselamatan obat?
Sejumlah pengamat kesehatan daerah menyebut lambannya koordinasi ini bisa berakibat fatal pada kepercayaan masyarakat.
“Kalau soal obat saja lambat ditangani, bagaimana publik mau percaya pada kualitas layanan lainnya?” ujar salah satu pengamat.
Sampai berita ini diturunkan, Pemerintah Daerah KKT belum memberikan pernyataan resmi mengenai alasan terbengkalainya tindak lanjut rekomendasi DPRD. Redaksi masih berupaya menghubungi sejumlah pejabat terkait.
Publik berharap pemerintah tidak berlama-lama mengambil langkah. Audit yang independen dan evaluasi yang transparan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan dan lebih penting lagi, memastikan keselamatan pasien benar-benar menjadi prioritas utama di RSUD PP Magretti. (KN-07)








