Oleh : Dr Maryam Sangadji, Dosen FEB Universitas Pattimura Ambon, Lokal Expert DJPb Maluku,Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Bidang I
Ambon, Kapatanews.com – Sidang Pleno ISEI XXIV dan Seminar Nasional 2025 yang berlangsung di Manado, 18–19 September 2025, menjadi ajang refleksi strategis atas “Tantangan Global dan Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi”. Empat tokoh hadir menyampaikan pandangan: Prof. Dr. Muliaman D. Hadad (Wakil Ketua Dewan Pengawas Danantara Indonesia) dengan materi “Optimalisasi Aset Strategis Nasional dalam Kerangka Astacita”; Dr. Arief Wibisono (Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Kementerian Keuangan) dengan topik “Transformasi Kebijakan Makroekonomi untuk Stabilitas dan Pertumbuhan Berkelanjutan”; Prof. Dr. Bayu Krisnamurthi (Ketua Bidang Perumusan Kebijakan dan Struktural PP ISEI) melalui bahasan “Swasembada Pangan sebagai Pilar Penguatan Ekonomi Kerakyatan”; serta Vivi Alatas, Ph.D. (Senior Advisor Prospera) dengan paparan “Strategi Perlindungan Sosial dan Peningkatan Kesejahteraan di Era Perubahan Demografi”.
Paparan Dr. Arief Wibisono menyoroti dinamika ekonomi global yang diprediksi tumbuh 3,2% pada 2025 dan Indonesia yang diproyeksikan stabil di kisaran 5,2–5,4%. Namun, risiko eksternal tetap mengintai, mulai dari ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, hingga perubahan iklim. Arief menekankan RAPBN 2026 akan menjadi instrumen utama yang mengarahkan delapan prioritas nasional: ketahanan pangan, energi, kesehatan, pendidikan, industrialisasi, pembangunan desa, penguatan UMKM, dan transformasi digital. Belanja negara diarahkan lebih produktif dengan target defisit di bawah 3% PDB, sambil mendorong penerimaan pajak yang berkeadilan dan mendukung dunia usaha.
Sementara itu, Prof. Bayu Krisnamurthi mengangkat fakta keras tentang pangan. Data BPS 2024 menunjukkan impor gandum mencapai 100% dari kebutuhan domestik, kedelai 91%, gula 73%, dan bawang putih 94%. Tingginya ketergantungan impor membuat Indonesia rawan supply shock, fluktuasi harga global, dan tekanan geopolitik. Bayu juga menyoroti harga beras di Indonesia yang kembali naik pada 2025, bahkan lebih tinggi dibanding harga beras dunia.
Ketidakmampuan memenuhi swasembada pangan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat, terbukti dengan prevalensi stunting balita yang masih di atas 20%. Dari hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023. “Swasembada pangan bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk menjamin rakyat bisa makan dengan harga terjangkau,” tegasnya.
Dari sisi perlindungan sosial, Vivi Alatas membawa perspektif jangka panjang. Indonesia tengah menghadapi bonus demografi yang akan segera berakhir, dengan ancaman menjadi negara menua pada 2050. Tantangan besar datang dari pemuda: hanya 1,7% yang berhasil mendapatkan pekerjaan layak pasca sekolah, sementara 88% masih dalam transisi.
Tingkat pengangguran pemuda usia 19–24 tahun tetap di atas 8%, mayoritas di sektor informal berupah rendah. Perempuan juga menghadapi hambatan: 87% ibu dengan anak kecil berhenti bekerja dan hanya sebagian kecil yang kembali ke pasar kerja, dengan rata-rata upah lebih rendah dari laki-laki. Di sisi lain, kelompok lansia rentan miskin: 9,5–15,2% hidup di bawah garis kemiskinan, hanya 14% yang memiliki tabungan pensiun atau jaminan hari tua.
Vivi menegaskan, tanpa reformasi, perlindungan sosial akan semakin timpang. Ia menawarkan strategi yang meliputi: memperkuat bantuan sosial untuk anak, ibu hamil, dan lansia; memperluas jangkauan jaminan hari tua termasuk pekerja informal; serta menciptakan kebijakan ramah gender seperti cuti melahirkan, penitipan anak yang terjangkau, dan fleksibilitas kerja. “Perlindungan sosial bukan hanya jaring pengaman, tetapi investasi produktivitas untuk masa depan,” ujarnya.
Keempat narasumber ISEI ini sesungguhnya menghadirkan mozaik kebijakan yang saling menguatkan. Optimalisasi aset strategis (Muliaman) butuh dukungan stabilitas makro (Arief), kedaulatan pangan (Bayu), dan sistem perlindungan sosial yang adaptif (Vivi). Benang merahnya jelas: pembangunan ekonomi Indonesia di tengah guncangan global tidak cukup hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga harus memastikan kemandirian sumber daya, pemerataan kesejahteraan, serta keberlanjutan antar generasi.
Sidang Pleno ISEI XXIV pun menegaskan bahwa tantangan global akan selalu hadir, tetapi dengan arah kebijakan yang terintegrasi, Indonesia bisa menjawabnya dan sekaligus membangun fondasi ekonomi kerakyatan menuju Indonesia Emas 2045. (Redaksi)