Place Your Ad
Place Your Ad
Iklan
Opini

Lewerissanomic

×

Lewerissanomic

Sebarkan artikel ini
Tammat R. Talaohu (Wakil Ketua Umum Koordinator Perekonomian Kadin Maluku)

Oleh: Tammat R. Talaohu (Wakil Ketua Umum Koordinator Perekonomian Kadin Maluku)

Ambon,Kapatanews.com – Di daerah dengan kondisi dimana swasta masih lemah dan kapital belum terkonsolidasi secara optimal, peran pemerintah (daerah) selalu menjadi kunci dalam menggerakan perekonomian lokal. Karena itu, kepemimpinan daerah selalu menarik diulas tidak saja karena posisi vitalnya yang menentukan tetapi juga karena visinya akan selalu menjadi titik awal dari maju tidaknya daerah.

Scroll Keatas
Example 300x450
Scroll Kebawah

Artikel pendek ini hendak mengulas model kepemimpinan daerah dimana Hendrik Lewerissa, sebagai Gubernur Maluku, sedang menjalankan tugasnya sebagai arsitek pembangunan daerah selama hampir setahun sejak dilantik pada akhir 2024 lalu.

Paling tidak selama kurun waktu ini, terdapat ritme pengelolaan pembangunan daerah yang menjadi ciri khas Lewerissa dalam mendesain tahapan pembangunan daerah. Ciri khas ini saya sebut saja sebagai “Lewerissanomic” yang dapat dijelaskan dalam beberapa indikator berikut ini:

Pertama, tantangan birokrasi pemerintah daerah. Ini bukanlah isu baru. Pendapat para ahli ekonomi pada umumnya menjadi dasar untuk terus mendorong peran maksimal pemerintah dalam mengakselerasi percepatan pembangunan. Selama ini, peran birokrasi dirasakan masih minim dan tidak cukup untuk mengeluarkan Maluku dari berbagai ketertinggalannya.

Beberapa survei yang mengukur kinerja tata kelola pemerintahan daerah Provinsi Maluku menemukan bahwa kinerja birokrasi Pemerintah Daerah Maluku harus diperbaiki guna menyesuaikan dengan tuntutan percepatan pembangunan. Terkait dengan masalah birokrasi ini, maka unsur penting
lainnya adalah leadership (kepemimpinan). Di daerah lain yang akselerasi pembangunannya lebih cepat, selalu ditemukan pengaruh unsur leadership ini.

Unsur ini berfungsi sebagai motor yang akan menerjemahkan visi pemimpin sehingga menjadi operasional dalam bentuk program pembangunan yang didukung seluruh elemen daerah secara berkelanjutan.

Sebagai perbandingan, daerah-daerah seperti Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan atau Gorontalo dimasa kepemimpinan Fadel Muhammad, adalah daerah-daerah dengan visi kepemimpinan lokal yang begitu kuat sehingga semua orang dari level atas hingga terbawah memahami dan mau menjadi bagian yang aktif dari kerja-kerja memajukan daerah dengan menerjemahkan visi besar pemimpinnya dalam menggerakan mesin pembangunan.

Lewerissa dapat dikatakan memiliki leadership yang solid dan cakap dalam mengelolah mesin birokrasi daerah sekaligus sebagai perekat bagi keberagaman Maluku serta menjadikannya sebagai elemen teknokratik dalam mendorong percepatan pembangunan daerah.

Kedua, Lewerissa mewarisi kondisi ekonomi daerah yang rumit dan komplikatif. Selain menghadapi keterbatasan fiskal yang akut, Maluku juga diperlakukan secara tidak proporsional oleh pemerintah pusat dalam formulasi perhitungan dana perimbangan.

Formasi perhitungannya terlalu “continental oriented” dan mengabaikan fakta bahwa Maluku adalah daerah berciri kepulauan dengan hambatan geografis yang rumit dan tantangan konektifitas yang kompleks.

Dampak kronis daripada perlakuan semacam ini adalah ketergantungan fiskal Maluku terhadap APBN sangat tinggi dan berakibat pada rentannya APBD Maluku dimana terjadi sedikit saja distorsi terhadap perekonomian Nasional maka hal tersebut akan dengan cepat merembes pada perekonomian Provinsi seribu pulau ini.

Karena itu, APBD Maluku yang telah terbebani oleh warisan tata kelola keuangan yang tidak sehat oleh pemerintahan daerah sebelumnya, semisal kebijakan sembrono hutang pada PT. SMI, menjadi makin tertekan.

Dalam situasi ini, target pertumbuhan ekonomi daerah harus kembali dirasionalisasi, demikian halnya dengan program pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan. Meski demikian, berdasarkan data Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI, Kanwil Maluku (2025), capaian kwartal kedua perekonomian Maluku 2025 menunjukkan kinerja yang optimal.

Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang mencapai level 3,39 persen. Meskipun pencapaiannya masih dibawah rata-rata nasional tapi ini tumbuh sebesar 0,97 persen dibanding kwartal pertama 2025.

Selain itu, di tengah-tengah tantangan dan dinamika pembangunan, tingkat kemiskinan Maluku terus menunjukkan trend yang menurun dimana hingga kwartal kedua 2025 ini telah berada pada level 15,38 persen (Maret 2025) atau turun sebesar 0,67 persen dibanding Maret 2024 (16,05 persen).

Demikian halnya dengan tingkat pengangguran (TPT) yang ada di tingkat 5,95 persen (Februari 2025) atau turun dari bulan Agustus 2024 yang sebesar 6,11 persen. Adapun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terus menunjukkan perbaikan dimana pada 2024 ada di tingkat
73,4 atau naik dari level 72,75 (2023).

Ini menandakan adanya perbaikan dan prioritas pembangunan yang sudah semakin terarah dan terpadu dalam memperbaiki kualitas manusia Maluku. Dalam hal ini Lewerissa telah menunjukkan konsistensinya dalam mendorong keterbatasan perekonomian daerah menjadi lebih dinamis dan penuh optimisme.

Ketiga, secara agregat, indikator makro ekonomi daerah menunjukkan perbaikan. Hal ini berlangsung seiring penataan hubungan antara figuritas kepemimpinan daerah dengan publik Maluku yang lebih mengutamakan pendekatan persuasif dan komunikasi yang humanis.

Penyelesaian konflik horisontal antar kelompok masyarakat baru-baru ini di Seram Utara, Pulau Haruku, Salahutu, dan Maluku Tenggara yang menandai awal pemerintahan Lewerissa, secara efektif mengabaikan retorika keamanan sekaligus menerapkan pola komunikasi yang nampaknya lebih mendapat simpati sehingga konflik tidak berdampak lebih luas, massif dan destruktif.

Di bidang ekonomi, kebijakan Lewerissa dalam menyelamatkan Bank Maluku-Maluku Utara agar terhindar dari status Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan mendorong pembentukan skema KUB (Kelompk Usaha Bersama) dengan Bank DKI adalah sebuah terobosan yang menjadikan Bank Maluku-Maluku Utara sebagai kekuatan perekonomian daerah serta penopang usaha koperasi dan UMKM.

Guna mengatasi ketimpangan defisit ekspor-impor daerah dimana selama ini Maluku masih defisit perdagangan luar negeri sebesar US$ 74,99 juta, maka pemerintah daerah telah membentuk Tim Percepatan Ekspor Maluku yang terdiri dari unsur pemerintah, dan dunia usaha.

Tim telah bekerja dan ekspor komoditas unggulan Maluku masih terus berlangsung. Upaya ini merupakan salah satu solusi guna memperkuat kapasitas fiskal daerah yang selama ini terlalu bergantung pada APBN.

Kebijakan ekonomi lainnya adalah penghapusan tunggakan pajak kendaraan bermotor hingga 2024. Ini adalah langkah tepat dan kontekstual. Dalam filsafat
ekonomi publik, kebijakan fiskal harus bersifat counter-cyclical, merespons kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lesu dengan stimulus, bukan tekanan.

Dengan kebijakan ini, Lewerissa tidak hanya menambah Pendapatan Asli Daerah dalam jangka menengah, tetapi membangun kembali relasi fiskal yang sehat antara negara dan warga. Ini adalah indikator bahwa bahkan di provinsi termiskin pun, ekonomi bisa dikelola dengan nalar.

Kebijakan berikutnya yang ditempuh Lewerissa adalah kampanye Maluku sebagai provinsi kepulauan. Ini menjadi strategi utama dalam memecahkan problematika derajad kemandirian fiskal daerah.

Meskipun tidak mudah, tetapi jika gagasan ini diakomodir, maka ada konsekwensi pembiayaan yang signifikan dengan bertambahnya pendapatan daerah dari sektor kelautan dan perikanan yang selama ini menjadi titik lemah daerah dalam menambah pendapatan daerah.

Bagi saya, ini adalah bekerjanya metode “Lewerissanomic” yang ditandai oleh solidnya leadership, pola komunikasi yang humanis dan fokus pada keunggulan komparatif daerah. Selalu tidak mudah tetapi sinyal kebangkitan Maluku mulai terlihat. Bukankah demikian? (Redaksi)

Ikuti Kami untuk Informasi menarik lainnya dari KAPATANEWS.COM Di CHANNEL TELEGRAM Dan CHANNEL WHATSAPP
Place Your Ad