Oleh : Dr. Hobarth Williams Soselisa, S.Sos., M.Si.
Ambon, Kapatanews.com – Sapta Cita Lawamena merupakan rangkaian nilai luhur masyarakat Maluku yang mampu menjadi landasan dan panduan moral dalam menyusun kebijakan pembangunan sosial yang inklusif dan berkelanjutan. Nilai-nilai tersebut mengandung unsur harmoni, keadilan sosial, kemandirian, dan pelestarian lingkungan yang sangat relevan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang kini menjadi paradigma global dalam pembangunan daerah.
Sapta Cita Lawamena dalam perspektif Sustainable development.
Kepemimpinan Hendrik Lewerissa (HL) sebagai Gubernur Maluku telah memperlihatkan komitmen yang kuat dalam mengintegrasikan nilai-nilai Sapta Cita Lawamena dengan praktik pembangunan berkelanjutan, yang terlihat dari beberapa kebijakan strategis di masa pemerintahannya.
Pertama, upaya pemberdayaan masyarakat pesisir dan komunitas adat melalui pengembangan ekonomi berkelanjutan merupakan contoh konkret yang merefleksikan nilai kemandirian dan keseimbangan alam. Program peningkatan kapasitas nelayan dengan pelatihan pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan, serta pengembangan produk perikanan bernilai tambah, tidak hanya menjaga kelestarian ekosistem laut tetapi juga memastikan penghasilan yang stabil dan berkelanjutan bagi masyarakat lokal. Langkah ini sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan konservasi lingkungan sekaligus peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Kedua, kebijakan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, seperti pembangunan jalan desa dan fasilitas umum menggunakan teknologi hijau dan bahan lokal, menunjukkan komitmen HL dalam menjaga harmoni antara pembangunan fisik dan kelestarian lingkungan. Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas dan fasilitas publik, tetapi juga meminimalisir dampak ekologi, sesuai nilai keseimbangan alam dalam Sapta Cita Lawamena.
Ketiga, di sektor sosial, HL aktif mengembangkan program akses pendidikan dan kesehatan yang inklusif, dengan perhatian khusus pada wilayah terpencil dan kelompok rentan. Penyaluran bantuan pendidikan, pembangunan posyandu, dan penyediaan layanan kesehatan dasar merupakan bentuk nyata peningkatan kualitas hidup masyarakat. Program ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada penghapusan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial yang adil dan merata.
Keempat, HL juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dan dialog antar pemangku kepentingan sebagai fondasi demokrasi partisipatif yang esensial bagi pembangunan berkelanjutan. Melalui forum-forum musyawarah desa dan pelibatan tokoh adat, kebijakan yang dihasilkan lebih responsif terhadap kebutuhan lokal, menjaga solidaritas sosial, dan menguatkan legitimasi pemerintah.
Kelima, menghadapi tantangan keterbatasan anggaran, HL mempromosikan inovasi dan optimalisasi sumber daya lokal sebagai strategi adaptasi dan mitigasi risiko pembangunan. Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasiskan kearifan lokal serta pelatihan kewirausahaan mendukung kemandirian ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.
Penutup
Pendekatan kepemimpinan HL ini mencerminkan sintesis antara teori pembangunan berkelanjutan—yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan—dengan nilai-nilai Sapta Cita Lawamena yang menekankan harmoni sosial dan kelestarian budaya. Model ini bukan hanya relevan secara teoretis tetapi juga efektif secara praktis dalam konteks khas Maluku.
Dengan demikian, kepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai lokal dan prinsip pembangunan berkelanjutan akan menghasilkan kesejahteraan yang lebih inklusif, adil, dan tahan lama, sekaligus menjaga identitas dan keunikan budaya Maluku. Gubernur Hendrik Lewerissa telah menegaskan bahwa pembangunan tidak hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang membangun manusia dan lingkungan sebagai satu kesatuan tidak terpisahkan dalam bingkai Sapta Cita Lawamena (Redaksi)








