Oleh : Dr. Hobarth Williams Soselisa, S.Sos., M.Si
Ambon, Kapatanews.com – Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa menunjukkan kepemimpinan visioner melalui dorongan akselerasi RUU Daerah Kepulauan di Rakornas DPD RI (2/12/2025), menegaskan kebutuhan lex specialis bagi 18 provinsi kepulauan setelah 18 tahun penantian.
Pendekatan akademik ini menganalisis urgensi RUU melalui dialektika tesa-antitesa-sintesa, data empiris BPS/Kemenkeu, dan implikasi yuridis-sosiologis, membuktikan komitmen Gubernur Lewerissa selaras Pasal 18A UUD 1945 tentang otonomi khusus.
1. Tesa: Ketimpangan Struktural Regulasi Daratan
Regulasi UU 23/2014 berbasis daratan menciptakan diskriminasi fiskal bagi Maluku (99% wilayah laut): DAU/kapita Rp10-15 juta vs Jawa Rp25 juta (BPS 2024), kemiskinan 20% (nasional 9%), biaya logistik 3x lipat, SDA laut Rp50T/tahun tak tergarap. Gubernur Lewerissa tepat soroti isolasi PPKT perbatasan, di mana transportasi antarpulau (Perumda Panca Karya) gagal akibat regulasi tidak adaptif.
2. Antitesa: Resistensi Pusat dan Kontradiksi Nasional
Pusat khawatir beban APBN, padahal RUU justru bebaskan fiskal melalui dana khusus 5% DAU/DBH tanpa tambah anggaran pusat. Kontradiksi: Visi poros maritim Prabowo mandek jika kepulauan tertinggal—IPM Maluku stagnan sementara Jawa naik 15%. Lewerissa bijak satukan 6 gubernur kepulauan di Rakornas, tuntut political will DPR/DPD/Presiden.
3. Sintesa: RUU sebagai Transformasi Dialektis
RUU Kepulauan hadirkan sintesa hegeli: otonomi gugus pulau, pengelolaan SDA laut kesatuan wilayah, jaminan layanan dasar (kesehatan, pendidikan, cuaca ekstrem). Proyeksi: IPM +12%, kemiskinan turun 10%, konektivitas Ambon Coastal Road akselerasi. Dukungan Lewerissa strategis: inisiatif DPD ke DPR (31/9/2025), target penunjukan menteri pembahas 12/11/2025, pengesahan 2026—legacy kepemimpinan pro-rakyat Maluku.
Pendekatan Gubernur Lewerissa bukan sekadar advokasi politik, melainkan kontribusi akademik-praktis bagi kedaulatan NKRI maritim. DPR/Presiden wajib respons kesatuan daerah kepulauan demi keadilan substantif—RUU ini bukan tuntutan Maluku, tapi investasi nasional.
4. Penutup: Sintesa Strategis RUU Kepulauan
Demikianlah dialektika komprehensif RUU Daerah Kepulauan: dari tesa ketimpangan fiskal Maluku (DAU rendah, kemiskinan 20%, SDA Rp50T tak tergarap), antitesa resistensi pusat, hingga sintesa otonomi gugus pulau + dana khusus 5% DAU yang bebaskan APBN sambil wujudkan visi poros maritim Prabowo—IPM +12%, konektivitas antarpulau, kedaulatan PPKT perbatasan terjaga.
Dukungan Gubernur Hendrik Lewerissa di Rakornas DPD (2/12/2025) bukan aspirasi lokal, melainkan mandat UUD 18A bagi 18 provinsi kepulauan: pengesahan 2026 jadi legacy keadilan substantif NKRI, transformasi regulasi daratan menjadi maritim yang inklusif dan berdaya saing global.(Redaksi)








