Saumlaki, Kapatanews.com – Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar antara Komisi II DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) bersama Tim Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, isu ketimpangan distribusi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi sorotan utama.
Anggota DPRD dari Fraksi NasDem, Ambrosius Rahanwati, secara tegas menyampaikan kekecewaannya terhadap minimnya alokasi dana BOS yang diterima oleh Kabupaten Kepulauan Tanimbar meskipun data yang dimasukkan oleh pemerintah daerah telah mencapai 100 persen.
“Kami dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dari dinas sudah melakukan input data dana BOS ke kementerian. Tapi dari 100 persen data yang diinput, yang diterima hanya dua atau tiga persen saja. Kami kecewa,” ujarnya dalam forum resmi tersebut.
Ambrosius menilai bahwa kondisi ini sangat merugikan pendidikan di daerah terluar seperti KKT, dan meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan perhatian serius terhadap mekanisme distribusi dana BOS, terutama untuk wilayah yang tergolong dalam kategori 3T (Tertinggal, Terkebelakang, dan Terluar).
Desakan Akan Evaluasi dan Pengawasan Ketat
Menurut Ambrosius, selain pentingnya pemerataan dana, pemerintah pusat perlu memperkuat sistem pengawasan agar tidak terjadi pengurangan alokasi secara sepihak tanpa klarifikasi dan dasar yang jelas. Ia juga menambahkan bahwa kondisi geografis dan keterbatasan akses seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam menyusun kebijakan pendidikan yang inklusif.
“Makanya kami datang ke sini, kami minta agar ini menjadi masukan dalam rapat-rapat internal dengan kementerian. Kami punya tanggung jawab untuk mengusulkan juga,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti ketimpangan perhatian dari kementerian Pendidikan terhadap daerah 3T, di mana wilayah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dianggap mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan Kepulauan Tanimbar. Ia meminta agar distribusi bantuan pendidikan dilakukan secara merata dan proporsional.
“Saya lihat Bapak-Bapak dari kementerian sudah sampai di NTT dan sebagainya, daerah 3T. Kami minta agar perhatian itu juga diberikan secara merata. Saya juga punya keluarga di sana dan saya tahu kondisi di lapangan,” ungkapnya.
Apresiasi dan Harapan dari Warga
Langkah DPRD, khususnya Komisi II, yang secara aktif menyuarakan persoalan ini di tingkat pusat mendapat apresiasi dari masyarakat Kepulauan Tanimbar. Warga menilai keterlibatan aktif wakil rakyat dalam memperjuangkan keadilan distribusi dana pendidikan merupakan langkah maju yang patut didukung.
“Kami menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada DPRD KKT, khususnya Komisi II, yang telah menunjukkan perhatian besar terhadap sektor pendidikan,” ujar Dolyanes selaku tokoh pemerhati Pendidikan.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa selain masalah Dana BOS, persoalan kekurangan tenaga pendidik di sejumlah desa juga merupakan masalah krusial yang belum tertangani secara optimal.
“Perlu juga dilihat kembali kondisi nyata dilapangan, di mana banyak desa mengalami kekurangan guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah,” lanjutnya.
Kekurangan Guru Mengancam Mutu Pendidikan
Kekurangan tenaga pengajar, terutama di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan di wilayah-wilayah terpencil di KKT. Banyak sekolah yang hanya memiliki satu atau dua guru untuk mengajar beberapa tingkat kelas sekaligus, yang tentunya menghambat proses pembelajaran yang ideal.
Masyarakat mendesak agar DPRD bersama Dinas Pendidikan KKT segera merumuskan solusi konkret, baik melalui pengangkatan guru kontrak daerah, mutasi guru, maupun peningkatan insentif bagi guru yang bersedia mengabdi di desa terpencil.
Langkah Strategis ke Depan
Sebagai bagian dari tindak lanjut RDP tersebut, Komisi II DPRD KKT menyatakan komitmennya untuk terus mengawal pengalokasian Dana BOS serta memperjuangkan penambahan kuota guru ke pemerintah pusat. Langkah-langkah ini dinilai penting untuk menjamin kualitas pendidikan yang setara bagi seluruh anak bangsa, termasuk di daerah paling terpencil seperti Kepulauan Tanimbar.
RDP ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi perbaikan menyeluruh dalam kebijakan pendidikan nasional, terutama dalam hal keadilan distribusi anggaran dan pemerataan sumber daya manusia.
“Ini bukan hanya soal data dan anggaran, tetapi soal masa depan generasi muda di Tanimbar. Pendidikan adalah kunci, dan kami tidak ingin Tanimbar terus-menerus berada di posisi tertinggal,” tutup Ambrosius Rahanwati. (KN-07)