Saumlaki, Kapatanews.com – Setelah pemberitaan yang menuding keterlibatan dalam sejumlah persoalan di Desa Alusi Krawain, Kecamatan Kormomolin, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Petrus Melsasail akhirnya buka suara.
Dalam berita sebelumnya berjudul “Rurum: Petrus Melsasail Provokator Berkedok Pelayan, Alusi Krawain Kian Terbelah Dua” Ulis Rurum mengemukakan tuduhan serius terhadap Petrus, mulai dari dugaan manipulasi harga pohon pisang, penghambatan proyek jembatan, hingga tudingan menghasut massa dan makan gaji buta sebagai anggota BPD.
Tak terima dengan tuduhan tersebut, Petrus Melsasail bersama Jems Melsasail menyampaikan klarifikasi resmi kepada media, sekaligus menuntut narasumber untuk membuktikan semua pernyataan dalam waktu 2×24 jam.
Klarifikasi Lengkap Petrus Melsasail
Dalam keterangan resminya, Petrus Melsasail menyebut tujuh tuduhan yang dilayangkan kepadanya sangat melukai harkat, martabat, dan moral keluarganya.
“Ada tujuh tuduhan yang disampaikan sebelumnya. Saya lihat topik-topik itu bukan hanya menyerang pribadi saya, tapi juga sudah mencederai keluarga besar saya. Ini telah merusak moral kami semua,” ujarnya dengan nada tegas.
Mengenai tuduhan merusak moral dan spiritual, Petrus mempertanyakan dasar penghakiman yang dipakai oleh narasumber.
“Saya ingin tahu ukuran moral dan spiritual seperti apa yang dianggap baik atau buruk, sehingga saya dituduh telah merusaknya? Ini perlu dijelaskan secara terbuka agar semua orang tahu,” tambahnya.
Isu Pisang dan Proyek Jembatan
Salah satu tuduhan yang menjadi sorotan adalah manipulasi harga pohon pisang. Menurut Petrus, tuduhan tersebut sangat menyesatkan.
“Dikatakan saya manipulasi harga pohon pisang. Padahal yang dimaksud adalah 25 pohon pisang, bukan satu. Pohon-pohon itu ditebang pemerintah desa tanpa izin dari pemiliknya. Bahkan buahnya diambil tanpa pemberitahuan. Saya saat itu tidak berada di desa, lalu kenapa saya yang dituduh? Ini fitnah murni,” tegasnya.
Soal uang kompensasi Rp2 juta, Petrus mengaku uang itu diberikan kepada saudaranya untuk menghindari pelaporan ke Polres Tanimbar.
“Keluarga sudah mau bawa persoalan ini ke polisi, jadi untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan, diberikanlah kompensasi. Bukan berarti saya memanipulasi,” jelasnya.
Sedangkan tentang tudingan memblokir proyek pembangunan jembatan, Petrus membantah keras.
“Saat proyek jembatan itu berjalan, saya sedang tidak berada di tempat. Mengenai kelapa yang ditebang untuk jembatan, itu dibayar Rp100 ribu dengan sopi. Tidak pernah ada pembicaraan resmi soal pembebasan lahan. Jadi, tuduhan menghambat itu dari mana? Harus dibuktikan dengan fakta,” tantangnya.
Soal Gaji dan Tuduhan Menghasut
Terkait tuduhan makan gaji buta di BPD, Petrus memberikan fakta bahwa sejak diterbitkannya Surat Peringatan (SP1) pada 5 Oktober 2024, ia tidak lagi menerima gaji.
“Saya sudah tanda tangan nota pencairan gaji Desember, tapi uangnya tidak pernah saya terima. Lalu gaji buta yang mana yang saya makan? Ini tuduhan tanpa dasar,” ungkapnya.
Dalam isu sasi kelapa, Petrus juga membantah keras menjadi provokator.
“Sudah ada orang yang lebih dahulu mengerjakan sasi kelapa sebelum saya. Tidak ada bukti bahwa saya menghasut orang. Semua tuduhan ini hanya bersifat fitnah belaka,” katanya.
Ia menyesalkan juga bahwa masalah pemerintahan desa dicampuradukkan dengan urusan gereja.
“Urusan gereja dan pemerintahan itu dua hal yang berbeda. Kenapa ditarik-tarik ke gereja? Ini bentuk penggiringan opini yang tidak sehat,” imbuhnya.
Bantah Pimpin Massa di DPRD dan Soal Pilkades
Terkait tuduhan bahwa dirinya memimpin gerombolan demonstran di Gedung DPRD, Petrus meminta bukti otentik.
“Kalau benar saya pimpin massa, mana buktinya? Mana uang dana fasilitasi? Tuduhan itu ngawur dan tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Dalam soal kekacauan pasca Pilkades 2021, Petrus menjelaskan bahwa setelah pemilihan kepala desa, dirinya tetap berperan aktif dalam semua program desa.
“Saya hadir dalam rapat, dalam kegiatan pembangunan. Saya ikut menandatangani dokumen penting. Tuduhan bahwa saya provokator itu tidak masuk akal. Semuanya harus dibuktikan,” katanya.
Mengenai Desakan Mundur
Mengenai desakan mundur dari anggota BPD, Petrus menilai hal itu mengada-ada.
“Saya dipilih rakyat, bukan pemerintah desa. Bahkan dalam rapat paroki terakhir, saya tetap dipercaya sebagai Ketua Dewan Paroki. Jadi, umat mana yang disebut mendesak saya mundur? Ini informasi bohong yang harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Akhir Pernyataan
Di akhir keterangannya, Petrus menegaskan bahwa keluarga besarnya merasa terancam dan akan mengambil langkah hukum bila dalam waktu 2×24 jam tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan.
“Kami memberi kesempatan dua kali dua puluh empat jam kepada narasumber untuk membuktikan semua tuduhannya. Jika tidak, kami akan menempuh jalur hukum untuk membersihkan nama baik kami,” tandasnya.
Klarifikasi Tambahan dari Jems Melsasail
Secara terpisah, Jems Melsasail juga memberikan pernyataan. Ia menegaskan bahwa dirinya yang berada di lapangan saat berbagai peristiwa terjadi, bukan Petrus.
“Petrus saat itu di Ambon. Saya yang menjaga lahan keluarga. Tidak ada niat sedikitpun untuk menghambat pembangunan. Kami hanya menjaga hak atas petuanan kami,” ungkap Jems.
Mengenai isu kelapa untuk jalan, Jems menjelaskan bahwa pihaknya hanya menjaga kelapa-kelapa yang belum dimanfaatkan sesuai kesepakatan.
“Kalaupun mau diambil untuk kepentingan umum, harus ada pembicaraan penyelesaian yang adil. Tidak bisa asal tebang begitu saja.”
Ia menambahkan bahwa klarifikasi ini semata-mata untuk menjaga nama baik keluarga besar Melsasail dari fitnah dan pencemaran nama baik.
“Kami tidak mengklarifikasi di luar jalur pemberitaan. Kami hanya meminta bukti nyata atas semua tuduhan itu. Jika tidak ada bukti, maka semua itu hanyalah fitnah untuk menghancurkan keluarga kami,” tutupnya. (KN-07)