Saumlaki, Kapatanews.com – Praktik penangkapan ikan terbang dan pengambilan telur ikan terbang secara ilegal di bawah 12 mil laut tanpa izin resmi di perairan Kepulauan Tanimbar kembali mendapat sorotan tajam. Kali ini, Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar dari Fraksi Demokrasi Amanat Rakyat, Ricky Baumase, angkat bicara menyikapi fenomena tersebut yang dinilai merugikan daerah dan nelayan lokal.
Saat ditemui di Nass Restaurant & Coffe, Saumlaki, Ricky menyesalkan masih maraknya aktivitas nelayan dari luar daerah yang oleh masyarakat setempat sering disebut “nelayan bale-bale” yang melakukan penangkapan di wilayah perairan Tanimbar yang diduga belum mengantongi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).
“Penangkapan ikan terbang dan pengambilan telurnya pada perairan Tanimbar di bawah 12 mil laut oleh kapal-kapal yang tidak memiliki izin adalah ilegal. Ini tidak bisa kita diamkan,” tegas Ricky Baumase, Minggu (8/6/2025).
Ricky menyebut para pelaku sebagian besar adalah nelayan dari luar Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang datang secara musiman menggunakan perahu motor kecil (bale-bale) dan bahkan kapal motor berukuran sedang. Para nelayan ini memanfaatkan musim ikan terbang, yang biasanya berlangsung dari Mei hingga Agustus setiap tahunnya.
Ia menambahkan bahwa keberadaan nelayan asing tersebut tidak hanya mengancam ekosistem laut, tetapi juga mengganggu mata pencaharian nelayan lokal dan tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sebagai wakil rakyat, saya merasa prihatin dengan kondisi Tanimbar hari ini. Kita harus suarakan ini, karena potensi laut kita dimanfaatkan, tapi kita tidak dapat apa-apa,” ungkapnya.
Masalah utama yang disorot adalah ketidaktertiban dalam sistem perizinan dan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas penangkapan di laut. Banyak kapal tidak memiliki SIPI sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, setiap pelaku usaha perikanan tangkap wajib memiliki SIPI, jika beroperasi di wilayah tangkap yang dekat dengan pesisir atau berada dalam yurisdiksi daerah.
Penangkapan ikan terbang secara ilegal marak terjadi di wilayah perairan sekitar Pulau Selaru, Seira, dan beberapa perairan kecil lainnya yang masih berada di bawah 12 mil laut dari garis pantai Tanimbar. Aktivitas ini biasanya meningkat pada bulan-bulan tertentu saat musim ikan terbang, antara Mei hingga Agustus.
Kepulauan Tanimbar memiliki kekayaan laut yang besar, dan ikan terbang serta telurnya merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi yang telah menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak nelayan lokal. Namun, tanpa pengawasan ketat dan regulasi yang ditegakkan, hasil laut ini bisa dieksploitasi tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
“Pendapatan Asli Daerah bisa meningkat jika pengelolaan laut dilakukan secara terstruktur dan berkeadilan. Tapi jika kapal-kapal tanpa izin bebas masuk dan ambil hasil laut kita, maka kita hanya jadi penonton di rumah sendiri,” ujar Ricky.
Dirinya mendesak agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, seperti TNI AL dan Polairud, segera memperketat pengawasan laut dan melakukan penertiban terhadap kapal-kapal tanpa izin.
Ia juga mendorong Dinas Perikanan untuk lebih proaktif dalam mengedukasi nelayan dan mempercepat proses penerbitan izin usaha tangkap bagi nelayan lokal, agar mereka bisa bersaing secara legal di laut sendiri.
Lebih lanjut, ia mengusulkan adanya kerjasama antara Pemda Kepulauan Tanimbar dan Pemerintah Provinsi Maluku dalam membentuk satuan tugas pengawasan laut yang bertugas khusus mencegah eksploitasi ilegal di wilayah pesisir dan perairan tradisional masyarakat adat Tanimbar.
“Kita butuh langkah tegas. Jangan hanya diam menunggu laporan masyarakat. Kalau kita serius menjaga laut ini, maka manfaatnya akan besar untuk semua,” tutupnya.
Catatan Redaksi:
Penangkapan ikan terbang dan pengambilan telurnya secara tidak bertanggung jawab bukan hanya masalah legalitas, tetapi juga ancaman terhadap keberlanjutan sumber daya laut dan keadilan ekonomi bagi masyarakat pesisir. Jika tak ditangani secara serius, Kepulauan Tanimbar bisa kehilangan salah satu sumber pendapatan dan identitas budaya maritimnya. (KN-07)