Ambon,Kapatanews.com.– Pesta perpisahan Siswa-Siswi SMA SMK di Kota Bula Seram Bagian Timur, Semalam (8/04/2025) mendadak jadi pergunjingan dijagat media sosial facebook.
Party para pelajar yang telah mendengar hasil kelulusannya itu diselenggarakan pada Gedung Serbaguna Dinas Kesehatan SBT.
Dalam kerlap kerlip lampu dan dentuman musik ala diskotik Jakarta, Acara gembira dalam keremangan itu mengusung bertema
” Make it a night to remember forever” – jadikanlah malam ini menjadi malam yang tak terlupakan selamanya.
Terlihat ratusan muda-mudi larut dalam kegembiraan masal. Rekaman video acara ini kemudian beredar luas dan mendapatkan beragam tanggapan.
Akun Fb Alvino Ade Jaya lie memberi caption video unggahannya dengan judul
” AHLAK DAN MORAL ANAK SEKOLAH ASAL KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR”
Sementara akun Fb Asriyani Rumalutur dalam pastingan reelnya menyebut ” Dugem BerHijab”.
Sedangkan akun Fb Chen Alfatah Rumakway memposting aksi party para siswa itu dengan ” Menuju Peradaban Baru”.
Dampak Negatif Modernisasi.
Menanggapi fenomena yang menghebohkan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) itu, Akademisi Jurusan Sosiologi Universitas Pattimura Christwyn Alfons menyebutnya sebagai fakta sosiologis ini terjadi dari perilaku anak usia sekolah mengimplementasikan pengetahuan mereka terhadap informasi yg ditangkap lewat berbagai media sosial.
Menurutnya fenomena seperti demikian terjadi dan merupakan budaya negara-negara maju yang berdampak negatif dalam konteks perkembangan modernisasi terhadap realitas budaya masyakat indonesia, terkhusus di wilayah kepulauan Maluku.
Menurutnya, mengapa fenomena ini ditanggapi serius oleh publik? Karena memang realitas ini bukanlah tradisi yang menjadi nilai dan budaya kita di Maluku. Namun sejujurnya hal ini tidak bisa kita hindari, dimana saat ini kita ada dalam zaman tersebut, tentunya perlu untuk disikapi secara serius. Karena ini bukanlah tentang masa kini tetapi masa depan ketika mereka tiba pada saatnya nanti.
Masa Pembentukan Pengetahuan Dan Karakter
Lebih jauh menurut Alfons, Para Siswa tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena pada usia mereka (usia sekolah) adalah masa dimana pembentukan pengetahuan dan karakter sementara dijalani dan masa untuk mencoba terus diupayakan oleh mereka.
Menurutnya peran Orang tua, tenaga pendidik disertai kurikulum sebagai instrument pembentukan pengetahuan dan karakter sangat diperlukan dalam memberi penguatan.
” Kasus siswa di Kabupaten SBT ini salah satu kasus yang terpublikasi mungkin diantara banyak kasus yang terjadi yang tidak terpublikasi. Perlu dijelaskan bahwa ini potret kondisi kekinian generasi muda dan anak usia sekolah yang cenderung lebih bersahabat dengan budaya-budaya modern dibanding kebudayaan lokal. Ini terbukti dan dijumpai pada negeri dan desa adat di wilayah kepulauan secara khusus Maluku” Tulisnya.
Perlu Duta Perlindungan Budaya Sebagai Salah Satu Tawaran Solusi.
Akademisi ini memberi masukan untuk nantinya dipertimbangkan sebagai solusi yang perlu dilakukan sejak dini yakni penguatan kapasitas karakter dan perilaku generasi muda terkhusus anak usia sekolah berbasis budaya lokal sebagai identitas diri.
Bagi lembaga pendidikan formal (sekolah maupun dinas terkait) hal ini tentu terimplementasi lewat design kurikulum yang merujuk setidaknya pengenalan terhadap nilai dan konsep budaya lokal disertai pendampingan intensif lembaga-lembaga formal maupun non formal (lembaga-lembaga keagamaan dan adat) di masyarakat terhadap pergerakan aktivitas mereka.
” Untuk mewujudkan semua ini saya berfikir tidak dapat dilakukan terpisah oleh masing-masing unsur, namun perlu adanya bentuk kolaborasi berbagai pihak, baik itu pemerintah, akademisi, tokoh adat, tokoh agama maupun lembaga terkait lainnya sehingga menemukan model dan konsep, setidaknya hal dimaksud memperkuat karakter anak usia sekolah sebagai generasi penerus melalui nilai-nilai kebudayaan lokal yang diletakan oleh leluhur di masa lampau” Tulis Alfons dalam rilisnya yang diterima media ini (9/04/2025).
Menurut Alfons, kedepannya merekapun juga menjalankan peran sebagai pelindung budaya lokal masyarakat di era modernisasi saat ini.
” Dengan cara demikian saya memiliki keyakinan besar situasi yang terjadi pada siswa-siswa di Kabupaten Seram Bagian Timur yang menjadi perhatian publik ini relatif tidak dijumpai, dan pada akhirnya di masa akan datangpun mereka akan menjadi duta-duta perlindungan budaya lokal di wilayah kepulauan Maluku” Tutupnya (KN03)