Saumlaki, Kapatanews.com – Di tengah riuh ombak dan terpaan angin selatan, sejarah baru dunia pers Tanimbar terukir. Lokakarya Jurnalistik dan Uji Kompetensi Wartawan perdana menjadi momentum penting bagi wartawan, yang lama haus akan peningkatan profesionalisme.

Kegiatan monumental ini terselenggara berkat kolaborasi strategis antara SKK Migas, KKKS Klaster Maluku (Inpex Masela Ltd dan Balam Energy), Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi dan PWI Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Di balik gemuruh sukses itu, berdiri figur pekerja sunyi bernama Simon Lolonlun. Sebagai Pelaksana Tugas Ketua PWI Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Simon bukan hanya penggerak organisasi, tetapi penabuh genderang kebangkitan pers yang bermartabat dan profesional.
Kepemimpinan Simon lahir dari kegelisahan panjang terhadap wajah pers Tanimbar yang kerap kehilangan arah etik dan kompetensi. Ia menyadari, tanpa fondasi pengetahuan dan moralitas, wartawan hanya menjadi penyebar kata, bukan penyampai kebenaran.
“Pers harus menjadi pilar demokrasi, bukan alat kepentingan,”katanya.
Begitu sering ia tekankan dalam setiap forum PWI di Tanimbar. Prinsip itu menjadi pijakan Simon membangun ekosistem pers Tanimbar yang kredibel, independen, berorientasi pada kepentingan publik.
Ia bukan datang dari latar penuh kemewahan, tetapi dari pengalaman panjang di lapangan. Ia memahami getirnya menjadi wartawan daerah terpencil yang berjuang dengan keterbatasan, tanpa dukungan sarana, dan sering kali diabaikan dalam peta nasional.
Ketika banyak orang memandang mustahil membangun profesionalisme di Tanimbar, Simon justru melangkah dengan keyakinan. Ia mengetuk pintu lembaga nasional, menjalin komunikasi lintas institusi, dan memperjuangkan agar wartawan Tanimbar “kompeten” setara dengan daerah lain.
Hasil perjuangan itu nyata. Pada penghujung 2024, PWI Tanimbar sukses menggelar Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK) pertama. Kini, di tahun 2025, UKW perdana melengkapi sejarah itu, menandai lahirnya generasi pers Tanimbar yang kompeten.
Dalam setiap sesi pelatihan, Simon Lolonlun selalu hadir, tidak hanya sebagai pemimpin organisasi tetapi juga pengawal semangat. Ia menyemangati peserta agar tidak takut diuji, sebab kompetensi adalah bukti dedikasi, bukan sekadar sertifikat profesi.
“Saya ingin wartawan Tanimbar tidak hanya bisa menulis, tetapi juga berpikir kritis dan beretika,” ujarnya.
Ucapan itu menjadi kompas moral yang kini menuntun langkah para jurnalis muda di ujung tenggara Maluku itu.
Bersama Adam Evants dari Inpex Masela Ltd., Simon menjalin kolaborasi antara dunia industri dan komunitas pers.
Kerja sama itu bukan sekadar dukungan logistik, tetapi investasi sosial untuk membangun kesadaran informasi dan pemberitaan yang berimbang.
Di balik layar, Simon juga harus menghadapi berbagai tekanan dan cibiran. Ada yang meragukan kemampuannya, ada pula yang menentang perubahan yang ia dorong. Namun, ia memilih menjawab semua dengan karya dan hasil nyata di lapangan.
“Setiap perubahan pasti menimbulkan kegelisahan tetapi bila niat kita tulus, Tuhan akan menolong.” katanya tenang.
Kalimat sederhana itu menjadi refleksi spiritual dari perjuangannya yang panjang dan melelahkan dalam menata kembali dunia pers di Tanimbar.
Tak jarang, Simon harus menempuh perjalanannya yang melelahkan demi koordinasi ke provinsi atau mitra nasional. Namun setiap tantangan yang dilaluinya adalah simbol keteguhan niat seorang pemimpin yang percaya pada nilai pengabdian.
Uji Kompetensi Wartawan (UKW) perdana di Tanimbar akhirnya digelar dengan sukses. Puluhan wartawan menjalani uji kompetensi yang ketat di bawah pengawasan penguji LPDS.
Suasana UKW bukan sekadar ujian, melainkan ruang pembelajaran. Para peserta belajar mendalami semua soal ujian, mulai dari menulis berita faktual hingga mengedepankan kode etik jurnalistik sebagai pedoman moral profesi.
Seusai kegiatan, gema kebanggaan terasa di seluruh Tanimbar. Masyarakat menyambut dengan optimisme baru bahwa media di daerah mereka kini lebih siap menjadi penjaga kebenaran dan penyambung aspirasi rakyat dalam bingkai tanggung jawab sosial.
Bagi Lolonlun, keberhasilan ini bukan akhir, melainkan awal dari jalan panjang membangun peradaban pers di Tanimbar. Ia bermimpi suatu hari nanti, wartawan Tanimbar menjadi rujukan nasional dalam hal integritas dan kedisiplinan profesi.
Mahakarya kepemimpinan Simon Lolonlun bukan berupa gedung megah atau piagam penghargaan. Mahakaryanya adalah manusia: wartawan-wartawan muda yang kini berdiri tegak, percaya diri, dan berani menulis dengan nurani yang bersih.
Sejarah pers Tanimbar akan mengingat masa ini sebagai bab kebangkitan. Dan di tengahnya, nama Simon Lolonlun akan dikenang sebagai Ketua PWI Tanimbar yang memilih melayani, bukan dilayani membangun peradaban jurnalistik dari tepi samudera dengan hati yang tulus. (KN-07)








